Senin, 19 Oktober 2015

Kembar?? Aduh, jadi nyasar kan?! (Aku, Rana & Rani) 4










PART IV


* * *


Jum'at Malam, Entah Pukul Berapa
Aku hampir bisa melupakan kejadian konyol sore tadi dengan cara menyibukkan diri menyiapkan desain pesanan langgananku, sampai saat ku lirik layar hp ku. Rani mengirim pesan, "Mas, telfon dong"
Singkat, tapi cukup membuatku penasaran. Tanpa pikir panjang langsung saja ku telfon Rani.



"Halo Ran" sapaku
"Iya halo" jawabnya singkat
"Ada apaan kok minta ditelfon?" tanyaku
"Ya gak ada apa-apa, emang gak boleh?" jawabnya
"Ya bukan gitu, kirain kan ada yang penting mau diomongin"
"Kalo ga ikhlas telfonnya matiin aja" ancamnya
"Ih ngambek, yaudah ngobrol senemunya aja deh" kataku, "oiya, kamu lagi ngapain?"


"Lagi tiduran" jawab Rani singkat


Begitulah sifat Rani, berbeda dengan Rana yang selalu blak-blakan dalam berbicara. Rani lebih pendiam, namun dalam setiap kalimat yang dia ucapkan pasti ada makna tersirat. Dia lebih suka menyindir daripada menegur bila aku tidak mengerti kemauannya, lebih terkesan manja mungkin.


Singkat cerita, ku hentikan pekerjaanku untuk sekedar ngobrol dengan Rani. Tidak terlalu penting untuk diceritakan, bahkan Rani tidak menyinggung kejadian tadi sore. Mungkin dia belum tau, pikirku.


Di akhir pembicaraan, dia hanya memastikan bahwa besok aku harus menepati janji mengajaknya dan Rana jalan-jalan.


"Yaudah, aku tidur dulu ya mas. Ngantuk" pamit Rani
"Oke sayang" jawabku
"Hehe.." Rani hanya tertawa lirih, tanpa memprotes panggilan sayangku padanya

"Udah dapet lampu ijo nih" sorakku dalam hati


* *


Sabtu Siang, Pukul 12.50

Siang itu aku tiba di sekolah Rana dan Rani 10 menit lebih awal dari waktu yang dijanjikan, ku parkir mobil pinjaman dari kakakku itu di tepi jalan tempat pertama kali bertemu Rani. Aku berpindah dari jok kemudi ke jok sebelah kiri, ku buka sedikit pintunya agar tidak pengap lalu ku nyalakan sebatang rokok.


10 menit berlalu, rokok yang ku hisap telah habis, dan ku putuskan untuk turun dari mobil. Sudah cukup ramai lalu lalang anak pulang sekolah, dan dari arah gerbang ku lihat Rana dan Rani berjalan bersandingan menuju ke arahku.
Ku lempar senyum ke arah mereka, dan mereka pun membalasnya dengan lambaian tangan sebagai ganti dari kata sapaan.


"Mau langsung jalan Ran?" tanyaku to the point
"Tanya ke siapa?" cibir mereka, "kalo nanya yang lengkap dong"
"Oke deh, Rana dulu. Mau langsung jalan?" tanyaku pada salah satu dari mereka yang mengenakan rok 10 cm di atas lutut, rambut terurai, dan gaya tomboy. Pasti dia Rana, pikirku.


"Kok diem?" protesku karena dia tidak menjawab
"Tanya Rani aja deh kalo gitu, mau langsung jalan?" tanyaku lagi pada cewek yang berdandan lebih feminim, dengan rok sedikit di bawah lutut, dan rambut diikat itu.


Lagi-lagi mereka tak menjawab, malah senyam senyum tak jelas maksudnya. Aku pun curiga, "kalian ngerjain aku?"


Tak ada jawaban, mereka justru tertawa sambil masing-masing menunjuk badge nama yang terpasang di seragam mereka.

"Siall" bathinku, "gua dikerjain nih"


Ternyata mereka sengaja mengecohku dengan gaya dandanan yang dibolak-balik, Rana jadi Rani, Rani jadi Rana.


"Lagian ga baca dulu, padahal ada namanya" ejek Rana
"Hehe.." sementara Rani hanya tersenyum manis


Singkat cerita aku ajak mereka naik mobilku untuk kuantar pulang sekedar mengganti baju, sepanjang perjalanan kami saling bercanda, saling mengejek, dan saling menggoda.


"Eh tapi yang waktu sore itu mah beneran aku sama Rana kan?" pancingku, "ntar malah ga taunya aku sama Rani"


Rana tak menjawab, justru Rani yang penasaran "emang waktu sore itu kalian ngapain?" Rani penasaran


Aku dan Rana tak menjawab, hanya saling pandang karena Rana duduk di depan, lalu tersenyum penuh arti.


"Emang Rani mau juga?" godaku
Rani malah terlihat kebingungan, kali ini justru Rana yang menimpali "apaan sih, rakus dasar!" sambil mencubit pahaku


Tak terasa kami sudah sampai di rumah mereka, Rana turun untuk membukakan gerbang dan memberikan kode agar aku memasukkan mobilku.
"Disini aja deh, biar ga ribet keluarnya" aku beralasan


Rani yang masih di mobil pun protes, "masukin aja mas, toh mamah juga udah tau kamu"


"Hehe.." aku pun hanya tersenyum salah tingkah


Begitu turun dari mobil, Rani menggandengku masuk sementara Rana sudah mendahului kami. Aku dipersilahkan duduk di ruang tamu, Rana sudah tidak terlihat mungkin sudah masuk kamar. Rani pun pamit ganti baju lalu menuju kamarnya yang mungkin ada di ruang tengah.


Tak berapa lama, Rana muncul dari ruang tengah dengan masih mengenakan seragam pramukanya bersama tante Ririn, mamahnya.


"Siang tante" aku coba menyapa tante Ririn yang siang itu hanya mengenakan kaos ketat warna putih dan celana pantai sedikit di atas lutut warna hijau muda. "Buset ni tante kayak ABG aja gayanya" bathinku


Wajah tante Ririn memang masih tampak muda, dengan kaos ketat pun tak nampak lemak yang bertumpuk di perutnya, payudaranya lebih besar dari milik Rana seolah menantang dibalik kaos ketatnya, bahkan bra warna merahnya pun tercetak jelas menerawang. Tapi sepertinya tante Ririn cuek saja meski disitu ada aku.


"Eh Rizky, udah lama?" tanya tante Ririn mengagetkanku
"Barusan aja tante, bareng sama Rana-Rani. Abis ini niatnya mau jalan-jalan" kataku agak tergagap menjelaskan
"Emang mau pada jalan kemana?" kata tante
"Rani mau beli buku mah, kalo aku sih senemunya aja nanti" potong Rana, "oiya, aku ganti baju dulu ya" pamit Rana
"Tante sih ikut seneng liat anak-anak seneng, yang penting hati-hati aja dijalan" tante Ririn menasehatiku


"Iya tante" jawabku singkat

Rani menghampiri kami, sudah siap pergi sepertinya, tinggal menunggu Rana.
"Tante ke belakang dulu ya, mau minum apa Ky?"
"Gak usah tante, ngerepotin" tolakku
"Enggak kok, kalo mau makan siang sekalian bareng anak-anak juga malah tante seneng" tawar tante Ririn


"Makasih tante, gak perlu repot-repot" kilahku
"Kita makan diluar aja nanti mah, sekalian refreshing gitu" timpal Rani
"Ya terserah sih, ya udah tante masuk dulu ya Ky" pamit tante Ririn

Cukup lama kami menunggu Rana, sampai Rani pun gelisah "Tu anak satu lama bener"


Tak berapa lama Rana berjalan ke arah kami, sambil menelfon sepertinya.
"Ya udah gua ikut, jemput di rumah aja ya biar kesananya barengan" kata Rana, "oke gua tunggu" lanjutnya lalu mematikan telfon

"Kenapa Ran?" tanyaku, pada Rana tentunya
"Itu temen telfon, katanya tadi pas pulang ada temen sekelas yang kecelakaan. Nah ini anak-anak mau jenguk sekalian, ke RS" kata Rana menjelaskan


"Nah trus gak jadi pergi sama kita kak?" tanya Rani
"Kayaknya enggak, gak enak sih temen sekelas mejanya sebelahan. Si Dian itu loh dek" jawab Rana, "kalo kalian mau pergi ya udah duluan aja" lanjutnya
"Oh Dian, ya udah deh kalo gitu" ujar Rani

Singkat cerita, aku dan Rani akhirnya hanya pergi berdua. Ada baiknya juga sih, jadi aku tidak perlu canggung pada Rana jika nanti aku ingin lebih dekat dengan Rani.


Kami menuju sebuah pusat perbelanjaan, Rani membeli sebuah novel, lalu kami makan berdua di sebuah restoran cepat saji.

"Abis ini pulang nih?" tanyaku membuka obrolan
"Iya lah, mau kemana lagi emang" jawab Rani cuek sambil melihat-lihat novel yang baru dibelinya


"Ya kemana gitu, aku masih betah sama kamu" aku sedikit merayu
"Alah gombal, ke Rana juga kamu bilang gitu kan?" selidiknya
"Enggak, basi lah kalo ke tiap cewek ngomongnya gitu semua" elak ku
"Oohh, berarti banyak dong cewek yang kamu gombalin?" Rani coba menyudutkanku


"Ya bukan gitu juga maksudku" jawabku, "eh bentar ada sms" lanjutku
Ternyata dari temanku, saking tergesanya aku menjemput Rana dan Rani sampai lupa kalau ada pesanan yang harus dikirim.


"Aku mesti pulang nih, urusan kerjaan ditunggu temen" kataku
"Ya udah yuk pulang" jawab Rani santai, "ke rumahmu dulu deh kan lumayan deket kalo dari sini"


Kalimat terakhir itu membuatku ingin bersorak, "dapet jalan juga" bathinku

Selesai membayar kami pun bergegas menuju rumahku, memang jika dari sini lebih dekat jarak ke rumahku daripada ke rumah Rani.


Sampai di depan rumahku tampak Evan sudah ada di teras rumah.
"Parah lu sob, udah sore nih bisa kena complain kita" kata Evan kesal
"Sory bro, lupa beneran gua" jawabku yang baru turun dari mobil
"Ambil dah, sini biar gua yang anter" kata Evan


"Bentar gua ambil" jawabku sambil membuka kunci rumah hendak mengambil barang yang akan diantar.


Saat aku masuk rumah, ternyata Rani ikut turun dari mobil. Evan pun melihatnya, aku tak tau pasti seperti apa reaksi mereka tapi saat aku keluar Evan langsung nyerocos.


"Pantes aja lu lupa kerjaan sob" katanya, "gua tinggal ya, ati-ati Rizky suka gigit loh Ran"
"Sialan lu" umpatku kesal
Rani hanya tersenyum melihat tingkah temanku itu.

"Mau masuk dulu Ran?" ajakku, "nanggung nih udah nyampe sini masa ga masuk"
"Boleh" jawab Rani singkat


Aku pun kembali menutup pintu ruang tamu, Rani kebingungan "Nawarin masuk tapi pintunya malah dikunci, gimana sih"
"Itu ruang tamu Ran, isinya malah dagangan semua" aku menjelaskan, "masuknya lewat sini aja" kataku sambil membuka pintu kamarku

Aku mempersilahkan Rani masuk, agak canggung sepertinya saat dia tau kalau ruangan ini adalah kamarku.
"Di kamarku ga ada sofa Ran, serba lesehan" kataku
"Ga masalah sih, malahan simpel gini" jawab Rani
"Duduk sini Ran, aku ke belakang dulu"


Aku pun pergi ke dapur lewat pintu tembusan ruang tengah, membuatkannya sirup dan mengambil beberapa cemilan. Saat aku kembali ke kamarku Rani sedang duduk di spring bed ku, tampak mengamati seisi kamarku.


"Liatin apa sih?" tanyaku mengagetkannya
"Eh..enggak, kamarnya enak ya" jawabnya sedikit kaget
"Nih diminum" kataku sambil meletakan nampan di atas karpet.
"Kamu tinggal sendiri mas?" tanya Rani
"Iya, sendiri makannya aku mending nempatin kamar depan ini" jawabku
"Tapi enak sih, nyaman gitu, sama warna birunya juga nambah adem. Cuma kurang rapih" kritik Rani
"Ya maklum bujangan" alasanku


Rani mengambil gelas minumannya, badannya yang condong kedepan membuatku yang duduk di karpet bisa melihat belahan payudara Rani dari kerah longgarnya. Memang benar kata orang, yang mengintip itu justru yang menantang.


"Ngeliatin apa sih?" tanya Rani
"Ngeliatin kamu" jawabku sambil tersenyum
"Ngeliatin aku kok ampe segitunya" kata Rani
"Abisnya mulus" spontan saja
"Mulus apanya?" Rani kaget
"Ehh itu.." aku tergagap
"Alah mesum pasti kamu" tuduh Rani
Aku cuma bisa salah tingkah.

Kami sama-sama diam, aku takut Rani marah padaku. Ku beranikan diri menyentuh tangannya, dia diam saja.
"Kamu marah Ran?" tanyaku
"Enggak lah, masa gitu doang marah" jawabnya
"Kalo lebih dari itu, kamu masih ga marah juga?" pancingku
"Maksudnya?" Rani bingung, tatapannya tajam ke arahku


Aku balas pertanyaan itu dengan senyum, ku beranikan diri berpindah posisi ke sebelahnya. Tanganku masih menggenggam tangannya, Rani masih tampak bingung.


"Aku ga mau bilang kamu cantik" kataku
Wajah Rani yang tadinya tegang berubah, kini dia tertawa renyah.
"Aku juga ga mau gombalin kamu" lanjutku
"Terus, kamu mau apa dong?" tanya Rani
"Mau kamu" jawabku sambil ku tatap dalam-dalan matanya


Tak terkontrol, wajahku mendekat ke wajahnya. Ku kecup keningnya, mencoba meyakinkan bahwa saat ini hanya dia yang ku inginkan. Berbeda dengan Rana yang tegang di awal, justru Rani lebih tenang.


Tanganku yang tadi menggenggam tangannya kini ganti membelai rambutnya, ku usap pipi mulusnya. Sebelah tangannya memegang tanganku, tapi tidak berusaha menahan.


Rani memejamkan mata, tanda tak ada penolakan. Ku kecup bibirnya, dia menerinanya masih tanpa penolakan. Lanjut ku pagut bibirnya, ku kulum bibir bawahnya. Rani membuka mulutnya, memudahkanku menikmati bibir tipisnya. Kini Rani mulai membalas permainan lidahku, tak ku sangka meski pendiam tapi dalam bercumbu dia lebih agresif dari Rana.


Tanpa perlu di komando, tanganku mulai bergerilya. Tanganku mendekap tubuh Rani erat, lalu menelusup ke balik bajunya, ku usap lembut punggung Rani.


Terasa halus kulit punggungnya, tanganku terus naik sampai menyentuh pengait bra-nya. Kami masih saling cumbu saat tanganku perlahan melepaskan pengait bra itu, Rani hanya sedikit menggeliat tapi tak berusaha menolak.


Aku hampir kehabisan nafas, ku lepaskan pagutanku. Kemudian berpindah mengecup dan menjilat leher serta dadanya, tangan Rani mulai mengacak-acak rambutku. Tanganku mencari menggenggam ujung bawah baju Rani, tanpa meminta persetujuannya ku tarik saja keatas agar baju itu terlepas.


Sejenak ku lihat wajah Rani tampak sangat menggairahkan, matanya sayu, bibirnya sedikit terbuka, rambut yang sudah tak beraturan, tangannya pun terkulai lemas seolah tak bertenaga.


Ku pagut lagi bibirnya, sambil tangan kananku meremas payudara kenyalnya.
Tangan kiriku menggenggam tangan kanannya, mengarahkannya ke pinggangku. Seolah terhipnotis, Rani kini bertindak lebih agresif. Meski pelan ku rasakan sedikit tarikan di ujung kaosku.


Aku yang mengerti maksudnya berusaha merenggangkan dekapan tubuh kami, sambil sesekali masih mengecup lembut bibirnya. Dengan terburu-buru Rani berusaha menarik lepas kaosku, tak mau kalah tanganku pun berusaha melepaskan ikatan tali pinggang di jogger pants
warna pink yang Rani pakai.


Kaosku sudah terlepas, kini giliranku menarik lepas celana Rani. Ku tarik agak keras, hingga secara otomatis tubuh Rani yang masih dalam posisi duduk itu terhempas ke atas spring bed. Setelah terlepas, ku posisikan agar paha mulusnya juga berada di atas spring bed.

Aku merangkak di atas tubuhnya, ku pandang setiap lekuk indah tubuh mulusnya yang kini hanya tinggal tertutupi CD saja. Rani tampak pasrah saat ku kecup keningnya, tangan kiri ku gunakan sebagai penyangga, sementara tangan kanan ku memainkan puting merah muda yang mulai mengeras itu. Rani melenguh saat ku pelintir putingnya, "ouuhhh..."

Nafsuku semakin menghebu saat ku lihat ekspresinya yang begitu menggairahkan, tak ada lagi rasa malu seperti Rani yang biasanya. 


Dia memang tetap pendiam, tapi tidak dengan tubuhnya yang tak berhenti menggeliat saat mulai ku mainkan lidahku di antara belahan payudaranya. Permainan lidahku terus naik, sampai ke bagian dagunya, ku kecup sekali lagi bibirnya. Meski sangat bernafsu, aku berusaha memainkan tempo selembut mungkin agar dia merasa nyaman.

Sejenak ku pandang dua buah gundukan daging yang mengacung ke atas, dengan puting yang sudah mengeras, seolah menantang untuk segera di libas.

Ku lumat habis kedua payudara Rani bergantian, ku hisap putingnya dalam-dalam, Rani hanya menggeliat kegelian sambil menggigit bibir bawahnya. Aku lanjutkan permainanku ke tahap selanjutnya, aku perlahan mundur bersimpuh di karpet tepat di tengah kedua paha mulus Rani.


Rani menatapku seperti penasaran dengan apa yang akan aku lakukan. Ku usap lembut paha mulusnya, sedikit ku rentangkan, dan mulai ku kecup bagian paha dalamnya bergantian.


Ku hentikan rangsanganku. Berdiri lalu menarik tangan Rani agar dia yang membuka celanaku, "Bukain dong" pintaku
Jujur aku penasaran, se-agresif apa dia, atau jangan-jangan dia sudah terbiasa melakukan seks.


Sambil duduk, Rani membuka celanaku, perlahan menariknya ke bawah lalu melepaskannya. Aku masih berdiri di hadapannya, dia memandang ke arahku seolah menunggu instruksi selanjutnya. Aku diam saja, hanya tanganku yang membelai rambutnya. Rani meneruskan tugasnya, kali ini CD ku yang ditariknya lepas.


Kini penisku mengacung keras tepat di depan wajah Rani, belum ada reaksi, dia masih sebatas menatapnya saja. Sepertinya Rani masih agak ragu.


Aku membungkuk untuk mencium bibirnya, ku dorong tubuhnya agar telentang di atas spring bed. Ku cumbu dia habis-habisan, saling tindih, saling raba, saling kecup, bahkan aku sudah mulai menggesekkan penisku ke vaginanya meski masih terhalang CD yang masih menutupi selakangan Rani.


Ku ambil posisi 69 menyamping, ku angkat sebelah paha Rani, ku kecup bibir vaginanya, coba ku kuak dengan jariku. Terlihat segar, dengan lubang yang mungkin hanya sebesar ujung jari kelingkingku, membuatku semakin bernafsu. Ku lumat habis vaginanya, Rani pun memekik "Akhh... ouhhhh..."


Sementara penisku masih belum mendapatkan servis apa-apa, vagina Rani justru sudah mendapat serangan bertubi-tubi dari lidah, bibir, dan jariku. Ku hisap klitorisnya, ku gigit kecil dengan bibirku, ku mainkan dengan lidahku hingga Rani pun menggelijang.


Tangannya kini menggenggam penisku, perlahan mulai mengelus dan mengurutnya. Ku hentikan aktifitasku, berusaha menikmati rangsangan dibawah sana. Rani semakin berani, dia mulai memainkan lidahnya di kepala penisku. Mulai menjilat dari pangkal hingga ujungnya.


Kembali ku mainkan klitoris Rani, mencoba membuatnya semakin terangsang.
Benar saja, sekarang Rani sudah memasukkan kepala penisku ke dalan mulutnya, perlahan tapi pasti hisapan dan permainan lidahnya di dalam sana benar-benar membuatku ngilu. Rani mulai memaju mundurkan kepalanya, penisku dicengkeram erat oleh bibirnya. Aku tak mau kalah, ku mainkan lidahku menusuk-nusuk lubang vagina Rani.


Tak sampai lima menit, Rani melenguh "Akhhh... sshhhh aku ga kuatttt...."
Rani mencapai orgasme pertamanya, targetku sudah terpenuhi. Untung aku belum keluar, konsentrasiku ku pusatkan untuk membuat Rani orgasme jadi tidak terlalu menikmati servis Rani.


Nafas Rani sudah agak teratur saat ku posisikan diriku berbaring di sebelahnya. Ku peluk dia dari samping, ku mainkan lidahku di atas payudaranya. Rani merespon, tangannya menarik tubuhku agar naik ke atas tubuhnya. Aku pun menindih tubuhnya, ku cumbu dia dibarengi dengan belaian lembut di sekitar leher dan dadanya.


Sementara dibawah sana, penisku yang sudah menuntut pelampiasan ku posisikan agar berada tepat di belahan vagina Rani. Reflek, pinggul Rani pun menggeliat seolah mencari posisi yang pas agar penisku itu bisa mulai menusuk vaginanya.


Aku menggesekkan penisku ke vaginanya, tapi tangan Rani justru menahan pinggulku. Saat aku berhenti, tangannya itu langsung menggenggam penisku dan mengarahkannya ke posisi yang pas. Kedua kakinya sudah mengunci pinggangku kali ini.


Perlahan mulai ku tekan penisku, dan meleset. Rani membantu lagi, ku tekan lagi, dan kali ini sepertinya tepat sasaran. Dahi Rani mengerenyit, tampak keringat membasahi wajahnya. Dia memejamkan mata, bibirnya sedikit terbuka. Dan saat ku tekan masuk penisku lebih dalam,
"Akkhhh... sakit masshhh.. uhhhh.." pekik Rani, "yang pelan"


Penisku belum masuk sepenuhnya, tapi Rani sudah kesakitan dan penisku pun rasanya dicengkeram erat di bawah sana. Ku coba menarik penisku, tangan rani kini memegang lenganku. Perlahan ku tekan lagi, ku tarik lagi, begitu terus sampai vagina Rani mulai menyesuaikan diri. Penisku terasa hangat dan basah di dalam sana, ku rasa sudah cukup penyesuaiannya.


Ku tekan agak kuat penisku, "Aww.. akhhhh.... " pekik Rani
Tangannya mencengkeram lenganku, bibirnya agak memucat, keringat mengucur deras, aku melirik ke bawah sana.


"Aataga! Ternyata gua udah jebol keperawanan Rani" bathinku kaget saat ku lihat di penisku terlihat ada darah segar, darah keperawanan Rani.


Dari bentuk lubang vagina dan cengkeraman eratnya memang terasa kalau dia masih perawan, begitu juga dengan sulitnya penisku masuk sepenuhnya.
Tapi ku kira dengan sikap agresif, respon, serta mahir permainannya dalam mengimbangiku sepertinya Rani sudah cukup berpengalaman. Lalu darimana dia belajar? Aku penasaran dibuatnya, entahlah.


Yang pasti sekarang kami masih sama-sama diam, aku membiarkan penisku terbenam sementara Rani menunggu rasa sakitnya hilang.


Untuk meningkatkan kembali gairah Rani, ku pagut bibirnya. Rani membalasnya dengan lembut, sambil tangannya mengelus punggungku. Pinggul Rani sudah mulai menggeliat, pertanda vaginanya sudah mulai beradaptasi.
Baru saja aku akan mulai menggenjot vagina Rani, kami dikagetkan oleh orang yang mengetuk pintu kamarku.
"Tok tok tok!"


"Mas, dek, bukain dulu sih aku mau masuk diluar banyak nyamuk nih" suara itu begitu jelas, suara yang kami kenal


Aku dan Rani saling pandang dengan ekspresi kaget dan panik. Kami mematung untuk sesaat...


* * *

Sabtu, 17 Oktober 2015

Kembar?? Aduh, jadi nyasar kan?! (Aku, Rana & Rani) 3






PART III

* * *


Kamis Malam, Pukul 23.15

Aku sedang duduk di teras rumah sambil menikmati secangkir kopi, badanku masih terasa lemas. Entah akibat bercinta dengan Rana, atau karena aku memang baru bangun tidur sejak pulang mengantar Rana tadi.


Ku nyalakan sebatang rokok, dalam setiap hisapannya seolah menyegarkan kembali ingatanku tentang pergumulan sore tadi. "Rana... gimana caranya ya biar bisa dapet yang lebih lagi?" bak orang bodoh aku bertanya pada diriku sendiri, sampai akhirnya anganku terusik.


Ku lirik layar hp ku yang ku letakkan di atas meja, ada panggilan masuk, tanpa nama dan sepertinya bukan nomor yang ku kenal. Awalnya ku abaikan, tapi saat panggilan itu masuk untuk kedua kalinya meski malas tapi ku jawab saja.
"Halo.."
"Iya halo.." jawabnya di ujung sana


Suara cewek, "Ini siapa?" tanyaku


"Coba tebak aja, kalo bisa nebak hebat deh" ujarnya dengan nada centil
"Ini kamu Ran?" aku coba menebak


"Hehe.." dia hanya tertawa,
"Berarti bener Rana nih" bathinku

"Kok tumben telfon malem gini?" tanyaku sekedar basa basi, sebenarnya Rana telfon pagi buta pun pasti ku usahakan menjawabnya
"Ya ga tumben lah, baru juga nelfon" jawabnya ketus
"Biasanya kan telfon kalo ada yang penting, ini malah telfon pake nomer baru tengah malem gini. Ada apaan?" tanyaku memastikan


"Yee, aku bukan Rana kali. Kayaknya lagi mikirin Rana ya, yaudah maaf ganggu!" ujarnya sewot sendiri, dan "tuttt..tuttt..tuttt..." telfon pun ditutup

Ternyata yang barusan itu Rani. Sial, aku salah mengira. Tapi memang aku masih belum bisa membedakan antara mereka berdua, apalagi hanya dari suaranya yang hampir sama. Mungkin yang berbeda hanya nada bicaranya, "Eh tapi kok bisa Rani telfon gua, darimana dapet nomer gua tu anak" bathinku penasaran

Langsung ku telfon balik saja, tak perlu menunggu lama Rani pun sudah menjawab telfonku.


"Apa..?" tanya Rani ketus
"Kamu kenapa sih, kok jadi sewot sendiri?"
"Siapa juga yang sewot, biasa aja" kilahnya
"Nah itu, jawabnya gitu, tadi juga telfon tau-tau dimatiin. Kenapa?" tanyaku
"Udah ah ga usah dibahas" jawabnya

Ku turuti saja apa maunya, heran aku, sikapnya itu aneh. Dan lebih anehnya, justru aku yang takut sendiri kalau Rani marah padaku. Entahlah..
"Kamu lagi ngapain kok belum tidur?" tanyaku membuka obrolan
"Lagi di kamar, sendirian, lagi bete" katanya
"Bete kenapa sih?"
"Gara-gara kamu tuh tadi ngajakin Rana ke rumahmu" jawab Rani dengan nada kesal


Aku agak kaget mendengar jawabannya, apa mungkin Rani tau atau malah Rana yang memberitahunya tentang apa yang sudah terjadi.


"Loh kok aku yang disalahin?" tanyaku berlagak polos
"Ya gara-gara ke rumahmu kan, Rana jadi dapet film horor dari kamu, sekarang lagi ditonton tuh barengan mamah. Pake ngerjain aku katanya film romance, bete aku masuk aja ke kamar. Eh malah dia sms nakut-nakutin aku, makannya aku telfon kamu" Rana menjelaskan panjang lebar
"Hahaha.." aku tertawa mendengar penjelasannya, "jadi gara-gara film horor?
"Malah ketawa, gak asik ahh.." kata Rani dengan nada manja

 

Singkat cerita, hampir 2 jam kami ngobrol lewat telfon. Bahkan saat Rana sudah masuk kamar pun Rani seperti tidak peduli, bahkan ucapannya semakin manja padaku. Sampai saat akan kami akhiri obrolan kami, Rani bertanya memastikan 

"Sabtu besok janji ya, anterin aku ke toko buku sama traktir makan"
"Iyaaa.." jawabku 


Rana sepertinya mendengar obrolan kami, dia ikut nyeletuk "Eh awas aja kalo aku ga di ajak" ancam Rana
Aku bingung harus jawab apa, justru Rani yang menjawab "Apaan sih lu, orang gua yang diajak kok yeee..."
"Loh, mas Rizky juga ga bakal keberatan gua ikut. Iya kan mas?" aku dengar Rana setengah berteriak disana


"Lu ih ga ngerti juga dibilangin ya" bentak Rani
"Ya udah, minggu aja gua ajak mas Rizky main" Rana meledek
"Ihh lu mah.." keluh Rani
"Ehh udah STOP!" teriakku lewat telfon, "loudspeaker dong Rani cantik" rayuku
"Udah tuh" kata Rani kesal
"Gini aja, sabtu besok pergi barengan aja biar adil. Aku juga ga enak kalo kalian ribut ga jelas, mending pergi barengan aja kan. Malah rame, aku juga tambah seneng, hehe" aku coba memberi solusi
"Woo maunya" Rani menggerutu, "Rakus emang!" Rana menimpali
"Nah terus?" tanyaku
"Oke deh" jawab Rana, "Yaudah oke" sambung Rani

Ku akhiri telfon dengan ucapan selamat tidur untuk mereka. Aku pun masuk ke dalam kamar, terfikir apa yang akan terjadi sabtu nanti bersama dua bidadari cantik Rana dan Rani....


* *


Jum'at Sore, Pukul 15.30

Aku sedang duduk di sebuah cafe bersama temanku Evan, sekedar ngobrol ngalor-ngidul tak karuan setelah sebelumnya membahas urusan pekerjaan dengan seorang owner distro. Ya, usahaku memang di bidang clothing. Home industri yang ku rintis sejak tahun lalu ini memang sedang berkembang, belum besar memang, tapi hasilnya sudah terbilang cukup untuk hidup mandiri. Gak perlu dijelasin lebih lanjut kan?

Oke kita balik ke cerita.


Sore itu suasana di sekitar cafe tidak terlalu ramai, meski berada di kompleks ruko perkantoran. Mungkin karena ini hari Jum'at, para karyawan kantor sudah banyak yang pulang lebih awal.

Aku dan Evan sudah berniat pulang saat tiba-tiba di tempat parkiran terdengar ribut-ribut, aku tak tau pasti apa masalahnya tapi yang ku lihat disana ada seorang laki-laki yang sepertinya sedang memarahi seorang wanita. Awalnya aku tak terlalu ambil pusing, tapi Evan temanku justru penasaran.
"Eh sob, tu ada orang ribut-ribut kenapa ya?" katanya penasaran
"Ya mana gua tau, lu tanya aja sendiri" jawabku cuek sambil menuju meja kasir


Selesai membayar aku langsung berbalik menuju pintu keluar, ternyata Evan sudah lebih dulu keluar dan terlihat menghampiri wanita tadi yang kini tinggal sendiri. Aku pun bergegas menyusulnya, mencoba untuk mencegah temanku yang konyol itu menambah masalah.
Ku lihat si pria yang tadi sudah ada di dalam mobil dan berlalu pergi. Ku hampiri wanita itu, sementara Evan sedang memunguti lembaran kertas yang berserakan. Mungkin milik wanita itu.
"Maaf tante, tante gak kenapa-kenapa?" tanyaku
"Enggak dik, makasih ya udah nolongin" kata si tante, walaupun yang sebenarnya menolong itu Evan sedangkan aku hanya berbasa-basi.
"Ini tante" Evan menyodorkan kertas yang dipungutinya tadi
Si tante tampak membolak-balik kertas tersebut, tampak raut wajahnya seperti sedang menanggung beban.


Aku dan Evan tau betul bahwa tidak etis rasanya jika kami bertanya permasalahan apa yang sedang dihadapinya.
"Oh iya tasku!" kata si tante seperti baru teringat akan sesuatu, lalu berlari ke arah deretan motor yang terparkir. Ternyata benar, sepertinya dia baru ingat bahwa tasnya tertinggal mungkin karena terburu-buru mengejar pria tadi.
Aku dan Evan masih memperhatikan si tante, saat tetes demi tetes gerimis mulai berjatuhan makin lama semakin deras. Reflek, kami pun berlari untuk berteduh di emperan ruko. Tak berapa lama si tante pun menyusul kami mencoba menghindari hujan, berdiri di sebelah kami sambil melihat lembaran kertas tadi yang sedikit basah terkena tetesan hujan.
Aku coba bertanya, "Itu lembar apa tante?"
"Ini.. laporan kerjaan dik" jawabnya acuh, masih membolak-balik kertas itu
"Basah ya tante?" tanyaku lagi
"Iya nih, tadi kering aja si bos ga mau nerima. Eh malah ketambahan sekarang basah" keluhnya
"Tante yang sabar, biasa orang mah banyak cobaan" kata Evan mencoba menghibur


Aku pun berniat pulang, karena memang sudah sore meski hujan masih belum reda. Tidak jadi masalah, karena aku membawa mobil kakakku kali ini.
"Kita pulang dulu ya tante, udah sore" pamitku
"Oh iya, tante belum mau pulang?" tanya Evan
"Nanti dik, tante biasa naik angkot jurusan w*****" jawabnya
"Kalo tante mau, kita bisa anterin tante kok kebetulan saya bawa mobil" tawarku
"Gak enak ah, baru kenal masa udah ngerepotin" alasan si tante
"Kan searah, jadi ga ngerepotin juga sih" kataku mencoba meyakinkan
"Bener gak ngerepotin dik?" tanya si tante
"Enggak kok tante" jawabku

Aku lalu mengambil mobilku, membawanya ke dekat emperan ruko agar si tante dan Evan tidak basah kuyup menerjang hujan.
"Makasih banget loh dik" ujar si tante yang duduk di jok belakang
"Iya tante, sama-sama" jawabku
"Oiya, nama kalian siapa? Kalo nama tante Ririn" katanya
"Saya Rizky tante" jawabku
"Kalo saya Evan" Evan menimpali

Singkat cerita, selama di perjalanan kami tak banyak bicara. Hanya sedikit curhatan tante Ririn, kalau dia sedang ada masalah dengan pria tadi yang ternyata adalah atasannya. Tante Ririn telat menyetorkan laporan bulanan, dan saat sudah selesai dan di setorkan justru atasannya tidak mau menerimanya.


Mobilku masuk ke sebuah jalan menuju kompleks perkampungan yang tak asing lagi bagiku, karena di jalur ini pula rumah Rana dan Rani bertempat.
"Mereka lagi ngapain ya" bathinku tiba-tiba teringat mereka, "mau mampir gak enak sama ortunya"

"Dik Rizky, berenti di depan situ ya. Kanan jalan yang gerbang merah" kata tante Ririn mengagetkanku yang sedang teringat Rana dan Rani
"I..iya tante" aku pun mengarahkan mobilku tepat sesuai instruksi tante Ririn
"Loh, ini kan..." aku baru sadar yang di tuju tante Ririn adalah rumah Rana dan Rani
"Kenapa dik, kok kayaknya kamu kaget gitu?" tanya tante Ririn
"Rumah tante disini?" aku balik bertanya
"Iya, betul" jawab tante Ririn
"Ini bukannya rumah Rana sama Rani ya, tante siapanya dong?" tanyaku
"Mereka itu anak tante, kamu kenal sama mereka?" sekarang tante Ririn yang balik bertanya


"Hahaha..." tiba-tiba Evan tertawa
Sontak aku dan tante Ririn pun menoleh ke arahnya.
Evan lalu berkata, "Bukan kenal lagi tante kalo si Rizky mah, orang dia kemaren nganter Rani sama Rana gantian pulang ke rumah sini kok"
Sial, aku mati kutu kali ini. Menyesal aku sudah bercerita pada Evan soal kejadian kemarin, tante Ririn pun tak kalah kagetnya. Dia menoleh ke arahku dengan pandangan yang tajam, lalu bertanya "Serius, beneran kamu yang nganter mereka kemarin?"
"Iya tante, nganter dari sekolah pulang ke rumah" jawabku panik
"Oalah, kemaren nganter anaknya, dua-duanya pula. Sekarang tinggal nganter emaknya" kata tante Ririn, "Tante akuin kamu hebat Ky, hahaha" lanjut tante Ririn sambil tertawa


"Tante ga marah?" tanyaku
"Loh buat apa marah, selama tujuannya baik sih gak jadi masalah" ujarnya
"Hehe" aku hanya nyengir saja, tanpa menjawab
"Andai tante Ririn tau apa yang ku lakukan pada anaknya, Rana" bathinku

"Tante turun dulu ya, makasih loh udah mau direpotin" ujar tante Ririn
"Iya tante, sama-sama" jawabku
Sementara Evan hanya tersenyum, lalu berkata "Rizky mah yang penting di restuin pasti rela kalau harus terus direpotin tante"
Tante Ririn tertawa renyah, aku cuma bisa salah tingkah.

Tante Ririn turun dari mobilku, dengan sedikit berlari kecil ke arah gerbang, membukanya, lalu menuju teras rumah.
Aku pun berlalu pergi, masih campur aduk rasanya pikiranku...



* *

Pukul 16.20, di Rumah Rana & Rani
Tante Ririn baru saja masuk ke dalam rumah, saat Rani bertanya "Kok tumben baru pulang mah?"
"Iya tadi ada urusan dulu sama atasan" jawab tante Ririn santai menutupi masalahnya
Rana yang baru keluar kamar lalu bertanya, "Itu mamah dianter naik mobil? Sama siapa mah?"
"Oh itu, mamah pulang bareng Rizky barusan ketemu di deket kantor"
"Rizky siapa?" tanya Rani
"Itu, Rizky yang kemarin nganter kalian pulang" tante Ririn coba menjelaskan
"Serius mah?" Rana kaget
"Kok bisa?" Rani penasaran
"Hahaha..." sementara tante Ririn justru tertawa melihat kedua anaknya kebingungan


* * *

Kembar?? Aduh, jadi nyasar kan?! (Aku, Rana & Rani) 2


Kembar?? Aduh, jadi nyasar kan?! (Aku, Rana & Rani) 2



 PART II
 
* **


Kamis Sore, Pukul 15.40
Pulang mengantar Rani, sebetulnya aku ingin langsung pulang ke rumah. Tapi tak ada salahnya aku mampir dulu ke cafe milik temanku sekedar ngopi untuk menyegarkan pikiran.
Sesampainya di cafe ternyata temanku sedang tidak ada sepertinya, langsung saja ku pesan secangkir kopi. Sambil menunggu pesananku datang, iseng ku rogoh hp dari kantong celanaku mumpung ada wifi gratisan di cafe ini 

Ternyata ada notif chat yang belum terbaca sejak siang tadi, dari Rana rupanya.

Isi chat Rana:
13.22 PM
? Mas, kyknya aku ga usah dijemput deh
? Aku mau latihan band dulu bareng temen sekolah
? Gpp ya??
13.27 PM
? Yah ga dibales :'(
? PING!
14.04 PM
? PING!
? PING!
? Mas ga marah kan?

"Kebiasaan hp di silent jadi gini nih, coba kebaca daritadi" bathinku, "tapi untung juga, jadi bisa kenal Rani"

Iseng ku balas chat Rana:
15.44 PM
� Nyantai aja kali, ini malah chatmu baru kebaca hehe
� Maaf ya
� Oiya, aku lg di cafe deket sekolahmu nih
� Kalo udah mau pulang mau aku jemput sekalian ga? 

Ternyata pesanku langsung terbaca oleh Rana, dan rupanya dia pun sudah akan pulang sekitar 20 menit lagi.
Singkat cerita, kami melanjutkan rencana kami yang gagal tadi siang. Rana setuju ku antar pulang, malah minta diantarkan dulu ke tempat rental DVD dekat rumahku. Tanpa pikir panjang aku pun menyanggupinya.
Tak berapa lama pesananku datang, ku nyalakan sebatang rokok sebagai teman menikmati secangkir kopi... 


Pukul 16.05

 
Ku tinggalkan cafe, setelah membayar kopi tadi tentunya, menuju sekolah Rana.


Sepertinya aku datang tepat waktu, Rana terlihat sedang berjalan keluar gerbang sekolahnya. Dia menoleh kearahku, tersenyum sambil melambaikan tangan. Sementara aku menepikan motorku agak jauh dari gerbang, masih trauma dengan kejadian siang tadi yang pasti. Hehehe..
Rana menghampiriku, "On time banget mas" katanya
"Jemput cewek cantik mah wajib on time dong, daripada keduluan orang" jawabku sekenanya


"Halah gombal, bisa aja nyambunginnya" kata Rana sambil mencubit pundakku
"Hehe, yuk naik ntar kesorean" ajakku
"Yuk mas ojek" ucap Rana dengan nada mengejek yang hanya ku respon dengan tawa.


Rana naik ke motorku, berbeda dengan Rani yang membonceng menghadap samping, Rana justru mengangkangi jok motorku dan menghadap ke depan. Otomatis roknya agak sedikit terangkat, tapi sepertinya dia cuek saja. Aku pun berusaha cuek, dan mulai membuka katup gas menyusuri aspal.
Jujur aku sulit berkonsentrasi, jalan yang bergelombang memaksa rok Rana terus naik. Makin jelas paha mulus itu terlihat setiap kali ku lirik, sampai timbul niat isengku. 


Ku coba mengajaknya bicara, sambil sedikit memutar badanku ke kiri, tangan kiriku yang tak lagi memegang setang itu pun ku posisikan agar bisa menyentuh paha mulusnya.


"Eh Ran, abis latihan ga capek apa?" tanyaku basa-basi
"Lumayan capek sih, kakak kelasnya sok ngatur pula" keluh Rana
"Kalo capek, mau dong aku pijitin?" pancingku
"Emang bisa mijit? Yang ada malah tambah sakit lagi badanku" Rana masih belum paham maksudku


"Bisa dong, gini kan?" kataku sambil memijit, atau lebih tepatnya mengelus lutut sampai paha mulusnya
"Ihh apaan, nakal kamu ya" ujar Rana sambil mencubit tangan kiriku
Aku pun tertawa, dan sepertinya Rana pun tidak tersinggung karena ku dengar dia pun ikut tertawa.
Sepanjang jalan kami terus bercanda, tak terasa kami hampir sampai.
Tempat yang kami tuju sedikit lebih jauh dari rumahku, dan saat melintas di depan rumahku tiba-tiba ku dengar ada yang berteriak memanggil namaku, "Mas Rizky.." reflek aku pun menoleh dan menghentikan motorku
Ternyata mas Salim, "Kenapa mas" tanyaku


Mas salim menghampiri kami, bukan menjawab pertanyaanku malah justru matanya terus tertuju pada paha mulus Rana. 


"Woyy, ada apaan? Malah jelalatan tu mata" bentakku mengagetkannya
"Ehh..itu..anu.." mas Salim salah tingkah, "Tadi temen mas Rizky ada yang titip gadis eks... apa gitu saya lupa" lanjut mas Salim
"Gadis? Serius? Mau nitip di rumah gitu maksudnya, kacau dah. Emang siapa yang nitip?" tanyaku penasaran


"Ya saya ga tau juga mas, nih barangnya" jawab mas salim sambil menyodorkan sesuatu
"Yaelah, gaptek dasar!" kataku kesal, " Ini mah harddisk eksternal. Jauh amat nyambungnya ke gadis"
"Nah itu lah pokoknya, ga paham saya juga" jawab mas Salim tanpa dosa "Ya udah saya lanjut kerja lagi deh"
"Iya, makasih mas" ucapku
Mumpung masih dekat rumah, aku berniat menaruh harddisk ini dulu.
"Eh Ran, mampir rumah bentar yuk naruh ini" ajakku sambil mengacungkan harddisk


"Emang mana rumahnya?" tanya Rana
"Itu yang sebelah toko" jawabku
"Oh deket banget, kirain jauh" kata Rana, "Yaudah ayo"
Ku putar balik motorku ke arah rumah, sengaja motor kuparkir di depan gerbang saja toh cuma sebentar. Ku ajak Rana masuk sekedar basa basi, tapi ternyata dia mau.


"Ini satu rumah atau dua mas?" tanya Rana penasaran
"Satu lah, emang kenapa?" tanyaku agak bingung
"Kok itu pintunya ada dua gitu sih?" ternyata Rana lebih bingung
"Oh itu, yang kiri pintu ruang tamu kalo yang kanan pintu langsung ke kamarku" ku coba menjelaskan
"Enak dong, bisa keluar masuk semaunya ga pake di kepoin orang rumah" kata Rana
"Ya gitu lah, lagian aku juga cuma sendiri tinggal disini" jawabku, "Mau masuk? Kali aja pengen liat dalemnya"
"Boleh, pasti kek kapal pecah" Rana coba menebak


Dan kami pun masuk, bukannya mengejek Rana justru memujiku karena kamarku cukup rapih untuk kamar seorang bujangan. Dia juga cukup tertarik dengan barang-barang yang ada di kamarku.
"Sering mojok sendiri di kamar ya mas?" tanya Rana
"Bukan sering, tapi tiap hari" jawabku


"Pantes, semua ada di kamarmu. Ampe ada home theater juga dimasukin kamar" kata Rana
"Kalo lagi suntuk obatnya itu" kataku menjelaskan, "kadang nonton film tapi lebih sering buat main game sih"
"Ohh, koleksi film kamu banyak mas?" tanya Rana
"Lumayan sih, kalo yang DVD ada di rak itu. Nah yang dapet download juga banyak di harddisk nih" kataku menjelaskan


"Nah mending aku pinjem ke kamu aja deh, yang baru ada mas?" tanya Rana
"Kalo yang baru mah dapet download, yang di DVD itu box office yang udah beredar lama" jelasku, "Bentar, milih sendiri aja nih"
Ku nyalakan PC, lalu ku buka folder movies pada harddisk eksternalku. Ku biarkan Rana memilih sendiri, lagipula aku juga belum tau seleranya seperti apa.


Sementara Rana memilih, aku pergi ke dapur untuk membuatkannya minuman. Ternyata Rana menyusulku ke belakang, "Mas, numpang mandi boleh ya? Gerah nih" tanya Rana mengagetkanku "Sambil nunggu copy-an file tuh masih agak lama"


"Eh kamu ngagetin aja, boleh kok silahkah. Oiya aku ambilin handuk yang bersih dulu bentar" aku memperailahkannya sambil menuju lemari ruang tengah


Ku sodorkan handuk itu padanya, "Makasih mas" ucapnya sambil tersenyum manis
Aku tak berfikiran macam-macam awalnya, tapi saat aku hendak membawa minuman ke kamarku justru Rana berteriak dari kamar mandi.
"Jangan ngintip ya mas, awas loh!" ancamnya
Gara-gara ucapannya itu justru membuatku terbayang, tentang mulusnya tubuh Rana yang ada di dalam sana.
"Apa gua intip aja ya" bathinku bergejolak, "Ah enggak lah, buat apa kalo cuma ngintip doang malah jadi masalah nanti"
Ku alihkan perhatianku dengan membuka folder foto di flashdisk Rana, ada banyak foto Rani juga disana, foto berdua. Dan ada foto bertiga, tapi dengan siapa ya? "Mamahnya mungkin, tapi kok kayaknya masih muda banget" gumamku dalam hati
Belum habis rasa penasaranku, Rana sudah berjalan masuk lewat pintu tembusan kamarku dengan ruang tengah. Lalu bertanya, "Tadi gak ngintip kan mas?" 


"Ngapain ngintip, orang rekaman dari kamera yang ku pasang di kamar mandi aja udah siap tonton" jawabku bercanda sambil seolah-olah hendak memutar suatu video di layar monitorku tanpa menoleh kearahnya
Tiba-tiba Rana merebut mouse dari belakang, reflek ku tangkis tangannya.
Rana belum menyerah, dia tarik tanganku hingga badanku ikut tertarik ke belakang. Aku berusaha berdiri, karena posisiku tadi sedang duduk di karpet. Ketika aku sudah berdiri, Rana terpelanting dan hilang keseimbangan. Tangannya meraih kaosku sebagai pegangan, hingga mau tak mau aku pun ikut terjatuh juga. Beruntung kami terjatuh ke arah spring bed yang ternyata tadi digunakan Rana sebagai pijakan, pantas saja jatuh.
Awalnya aku tak sadar dengan posisiku, tapi ternyata aku menindih tubuh Rana tepat sejajar hingga bisa ku rasakan hangat nafasnya di wajahku.
Matanya terpejam, dahinya mengerenyit tanda menahan sesuatu, mungkin berat badanku yang menindihya.


"Ehh sory Ran" aku meminta maaf dan mencoba bangkit
"Jangan!" Rana justru mencegahku dan merapatkan tubuhnya padaku
"Wah kenapa ni anak" bathinku bingung, dan aku pun baru sadar ternyata Rana hanya memakai handuk saja tadi. Tapi sekarang handuk itu terlepas karena terjatuh tadi, dan Rana merapatkan tubuhku ke tubuhnya agar aku tak melihat tubuh polosnya yang tak terbungkus apapun.
Jujur saja, dengan keadaan kami yang sekarang ini membuat libidoku naik. Wajar karena aku lelaki normal, sementara Rana masih memejamkan matanya, wajahnya memerah dan matanya berair, mungkin dia malu bahkan untuk berbicarapun lidahnya terasa kaku.
"Heii, jangan nangis" kataku mencoba menghibur, "Ekspresimu gitu malah jadi lucu tau"
Perlahan Rana membuka matanya, "Serius ihh, aku malu banget ini" katanya
"Malu kenapa? Orang kamu cantik gitu, bikin gemes tau ga" ku coba meyakinkannya
Rana tak menjawab, hanya menatapku sayu. Aku sudah tak tahan, ku kecup lembut hidungnya.


"Kamu seksi banget Ran" tanpa sadar aku mengucap lirih
Rana tersenyum, merasa tak ada penolakan aku pun bertindak lebih jauh.
Ku pagut bibir tipisnya, hampir tak ada respon. Namun saat tanganku mengusap lembut lehernya dengan ujung jariku, Rana merespon dengan menggeliat dan balas menggigit bibir atasku.
Ku gunakan tangan kiriku sebagai penyangga agar ada ruang diantara tubuh kami. Sementara tangan kananku masih mengusap lembut kulit lehernya, perlahan turun ke dada, dan bersamaan dengan remasan tanganku pada payudaranya, semakin kuat pula kuluman Rana pada bibir atasku.
Perlahan ku turunkan intensitas pagutan bibirku, sambil tetap ku remas payudara Rana dan sesekali ku pilin putingnya, sampai akhirnya ku hentikan aktifitas ciuman kami.


Ku lihat raut wajah tegang di wajahnya, "Senyum dong" kataku mencoba membuatnya rileks.
Rana tersenyum meski masih terlihat kaku.
Aku mencoba bangkit untuk melepaskan kaos yang masih menempel di tubuhku, saat sudah terlepas baru ku sadari ternyata bidadari yang terdiam pasrah di hadapanku in sangat seksi.
Kulitnya putih mulus, tubuh langsing, wajah imut, rambut indah, payudara yang pas di genggam, nyaris sempurna.

Ku lanjutkan melepas celana panjangku, dan kini hanya tersisa boxer saja yang menempel ditubuhku. Aku masih ragu apakah Rana siap dengan semua ini, hingga aku tak mau langsung berbugil ria dihadapannya.
Tak lupa ku putar playlist lagu romantis di PC ku, sebagai penghangat suasana juga sebagai kamuflase dari orang-orang disekitar rumahku.
Kembali ku dekap tubuh Rana, kali ini ciuman disertai permainan lidah namun singkat saja. Karena aku sudah tak sabar melahap payudara indahnya.
Perlahan ku dekatkan wajahku ke payudaranya, awalnya hanya kecupan ringan, lalu dengan lidahku ku buat lingkaran spiral dari sisi terluar melingkar terus sampai ke putingnya. Dan saat ku kulum puting mungilnya, Rana pun melenguh "Uhhh.. hmmmpphh.."
Ku lakukan itu bergantian di kedua bukit kembarnya.
Perlahan, ku turunkan kecupanku ke bagian bawah payudaranya, Rana sedikit menggeliat. Lalu turun lagi ke bagian perut, Rana mulai mendesah lirih hampir tak terdengar. Dan saat ku jilat bagian pusarnya, Rana memekik.
"Aww..jangan disitu.. geli tau" katanya dengan nada manja
Bukannya berhenti malah ku ulangi lagi, dan Rana pun berkata dengan nada jengkel "Ahh udah ah, jahat kamu"
"Yakin nih mau udahan?" tanyaku sambil tersenyum padanya
Rana terlihat salah tingkah, "Ya terserah.." jawabnya singkat sambil membuang muka
"Ciee ngambek ciee.." godaku
"Apaan sih, ga jelas" kata Rana dengan nada kesal
Aku tak menjawab, hanya memandangnya sambil tersenyum. Lama kelamaan Rana pun tak tahan, akhirnya kami tertawa bersama.
Itu adalah kuncinya, trik andalan ku yang paling ampuh. Buat pasanganmu nyaman, terutama saat foreplay. Kalo saya biasa ajak bercanda, kalo pasangan nyaman buat berhubungan itu ibarat kita pegang tiket VIP buat dapet full services dari mereka

Ku cumbu lagi Rana, ku kecup lembut hidungnya. Menatap matanya, tersenyum, lalu bersiap memulai fase berikutnya.
Ku turunkan wajahku tepat di depan selakangannya yang sejak tadi masih terkatup rapat. Perlahan ku usap lembut kedua pahanya, sambil ku arahkan agar perlahan mulai terbuka. Mulai terkuak vagina khas remaja yang masih merekah, entah vagina ke berapa yang ku tatap langsung. Tapi kali ini, tak diragukan lagi, salah satu yang terindah yang pernah ku nikmati.
Belahan yang agak memanjang, bulu yang masih sangat tipis, warna rekahan yang merah muda, clitoris yang sedikit tampak menyembul, dan aroma khas yang menggoda.

Namun ku coba untuk tidak terlalu agresif, ku mulai dari kedua paha mulus Rana. Ku kecup bergantian kedua bagian paha dalam rana, perlahan mendekat ke selakangannya. Ku lirik wajah Rana, tampak tegang sambil menggigit ujung kuku jari telunjuknya.

Saat wajahku tepat di depan selakangannya, Rana terdengar menarik nafas panjang. Tapi aku sengaja tak jadi melahap vaginanya, ciumanku melompat naik ke bagian bawah pusarnya. Pinggul Rana menggeliat, mungkin sudah tak sabar atau merasa dipermainkan.

Ciumanku, perlahan turun, dan terus turun. Mulai terasa bulu halus itu menyentuh bibirku, ku julurkan lidahku dan kubasahi setiap bagian yang ditumbuhi bulu itu.
Terus turun, sampai ke ujung atas belahan vaginanya. Saat hampir menyentuh clitorisnya, ku tarik lidahku.
Ku lakukan sapuan dari bawah keatas dengan lidahku untuk merangsang clitorisnya, tubuh Rana mulai menggeliat.
Mulutnya tak henti mendesis, medesah, memekik, dan menjerit kecil. Beruntung ku putar musik agak keras, hingga ku yakin suara Rana takkan sampai terdengar keluar.

Masih terus ku jilat vagina Rana, kali ini ku fokuskan rangsanganku pada lubang itu. Lubang dimana kenikmatan dunia berasal, ku korek lubang itu dengan ujung lidahku. Ku colok dan ku tusuk, hingga terdengar suara berdecak yang sangat merdu.

Tak tahan melihat vagina yang menggemaskan, kali ini ku lahap penuh hampir seluruh bagian vagina Rana. Ku jilat, ku kulum, ku kecup, semua ku kombinasikan untuk mencapai rangsangan maksimal pada vagina Rana.
Kini tanganku mulai menurunkan sndiri boxerku, dan tepat saat boxerku telah lolos sepenuhnya terdengar lenguhan panjang dari Rana
"Ouuhhhh.. masss... sshhhhh... "

Rana mencapai orgasme pertamanya, matanya terpejam, nafasnya tersengal, dan tampak segaris senyum di bibirnya.
Aku merangkak naik diatas tubuh Rana, memposisikan diriku untuk siap memasuki babak inti permainan ini.

Ku tatap mata Rana, ku berikan kecupan-kecupan kecil, di bibir, hidung, dan kelopak matanya. Kemudian berbisik di dekat telinganya, "Kamu yakin Ran?"
Rana tak menjawab, hanya melingkarkan kedua tangannya ke leherku.

Aku pun siap ambil posisi, ku arahkan penisku yang tegang maksimal ke lubang vagina Rana. Rana sedikit membantu, dengan membuat posisi senyaman mungkin untuk menerima penetrasi
Perlahan tapi pasti, berkat rangsangan yang cukup hingga vaginanya yang basah, sangat membantuku untuk melakukan penetrasi.
Ku dorong perlahan, baru sebatas kepala penisku yang masuk, Rana mendekapku erat.
Sedikit ku dorong lagi, makin erat pula dekapan Rana.
"Ssshhhh, peellaannn masshh" keluh Rana

Ku tahan dulu, ku biarkan vagina Rana menyesuaikan diri dengan masuknya penisku.
Ku kecup bibir Rana, ku belai rambutnya, dan saat dia terlihat mulai terbiasa langsung saja "Blleesss..." ku tekan sepenuhnya
"Akkhhhh..." pekik Rana
Penisku kini sudah dilahap sepenuhnya oleh vagina Rana.

Masih ku diamkan, mungkin sekitar 5 menit kami mematung. Sampai akhirnya ku rasakan pinggul rana mulai menggeliat.
Dengan RPM rendah mulai ku kayuh kenikmatan itu, Rana menggeliat bak cacing kepanasan. Sekujur tubuhnya mulai berkeringat, wajahnya memerah, sungguh menggairahkan...

Saat mulai ku beri variasi tusukan, dengan 4 tusukan setengah dan 1 tusukan penuh pekikan merdu Rana selalu terdengar "Akhh.. uhhh.."
Rana menggigit bibir bawahnya, sepertinya dia akan mencapai orgasme kedua. Dan benar saja, "Ookkhh... stopp dulu masshh... stoopp.."

Rana mengunci pinggangku dngan kakinya, akibatnya penisku yang masih tertanam di dalam sana seperti diremas.
Aku tak tahan lagi, setelah kedutan vaginanya berhenti dan nafas Rana mulai teratur mulai ku genjot lagi vaginanya dengan tempo yang makin menaik.

"Uuhhh.. ngiluuu mas.." keluh Rana
"Tahan bentar.. sshhh.. beentar lagi.." jawabku

Tak butuh waktu lama, karena setelah 3 menit pertahananku sudah jebol.
Dan, "Arrrggghhh..." ku cabut penisku lalu ku arahkan ke atas perutnya
Satu, dua, tiga... tujuh kali tembak spermaku itu keluar di atas perut Rana...

Aku langsung ambruk di samping Rana, mata kami sama-sama terpejam, dan nafas kami masih tersengal.
Ku buka mataku, menoleh ke arah Rana yang sedang memainkan spermaku dengan jarinya.

Saat Rana menatap balik ke arahku, terlontar sebuah pertanyaan konyol dari bidadari imutku itu.
"Kok bisa ya?" tanya Rana sambil tersenyum
Aku tak menjawab, yang ada kami malah merasa lucu lalu tertawa bersama.

Setelah beberapa saat,
"Eh udah gelap, kamu gak mau pulang?" tanyaku
"Enggak" jawab Rana cuek
"Serius nih, ngawur kamu" aku mulai panik
"Hehe" Rana tersenyum, mengecup bibirku lalu berkata "Mandi yuk biar seger, abis itu anter aku pulang"


Tak ada yang istimewa setelah itu, kami mandi berdua. Bukan bermesraan kami malah bercanda tanpa aturan, lagipula waktu sudah tidak memungkinkan.
Selesai mandi dan berpakaian, kami masih sempat ngobrol sebentar sambil meminum ice cappuccino yang tadi ku buat. Hanya obrolan ringan saja.

Yang membuatku salut pada Rana, untuk usia semuda dia dan sepertinya belum fasih dalam hal perlendiran tapi sama sekali tak nampak raut penyesalan. Dia tetap ceria, seolah tak khawatir dengan apa akibatnya, bahkan hubungan kami yang belum ada status pun sepertinya tak mengganggu pikirannya.
"Bandel juga anak ini" bathinku


Kamis Petang, Pukul 17.50
Aku mengantar Rana pulang, sepanjang jalan kami hanya bercanda dan bercerita tentang hal yang menyenangkan.
Tak lupa ku ucapkan terimakasih padanya, "Makasih ya Ran, eemm.. buat semuanya aja deh"
"Sama-sama sayang" jawab Rana sambil memelukku dari belakang

Akhirnya sampai juga di depan rumah Rana, tempat yang sama dimana aku mengantarkan Rani tadi siang. "Kok gua malah jadi inget Rani sih?" kataku dalam hati

"Kenapa mas?" tanya Rana mengagetkanku
"Eh, enggak kok gapapa" jawabku sekenanya
"Yaudah, aku masuk dulu ya. Makasih mas" ucap Rana
"Iya sama-sama, besok lagi ya" jawabku penuh makna tersirat

Rana hanya menjulurkan lidah, beranjak masuk ke halaman dan melambaikan tangan dari balik gerbang. Persis seperti Rani tadi siang, "eh kok Rani lagi yang gua pikirin" kacau bathinku

Ku balas lambaian tangan Rana, menyalakan mesin motor, lalu tancap gas pulang kerumah.
Sekilas ku lihat, Rani sedang berdiri di dekat jendela. Apa mungkin dia melihatku? Ah entahlah...

* *

Pukul 18.15, di Rumah Rana & Rani
"Darimana kak, kok baru pulang?" tante Ririn bertanya pada Rana
"Abis latihan band mah, terus ini minta film buat ngilangin suntuk kalo dirumah" jawab Rana mencoba membuat alibi
"Ohh, kalo beneran sih ga masalah" ujar tante Ririn, lalu lanjut bertanya "Tapi kok bisa, cowok yang tadi siang nganterin adek pulang sekarang tinggal nganterin kamu?"
"Lohhh...???" Rana pun terkejut



 * * *
 

Kembar?? Aduh, jadi nyasar kan?! (Aku, Rana & Rani)


Kembar?? Aduh, jadi nyasar kan?! (Aku, Rana & Rani)



PART I
* * *
Kamis Siang, Pukul 12.45, di Rumahku
 
Siang itu matahari cukup terik sepertinya, terlihat dari terangnya sinar yang masuk melalui jendela kamarku meski terhalang korden yang sengaja tidak ku buka, toh sebentar lagi aku juga pergi. Untung saja aku baru selesai mandi hingga tak merasakan gerah sama sekali.


Setelah berpakaian rapi ku lirik jam tanganku, sudah pukul 13.00 waktunya pergi. Agak tergesa aku memakai jaket lalu ku kenakan helmku, keluar kamar lalu mendorong motor butut 225cc ku dari teras ke arah gerbang. Ku nyalakan sebatang rokok mild, lalu mulai ku genjot kick starter motorku. Satu, dua, tiga kali aku mencoba tapi mesin motorku masih tidak mau menyala. 


"Sial!" umpatku "Pantes ga nyala, orang kuncinya aja masih di kamar" bathinku


Konyol memang, saking semangatnya aku sampai lupa kunci motor dan hampir lupa mengunci pintu rumahku. Setelah ku kunci pintu, kembali ku coba nyalakan lagi mesin motorku, tentu saja kali ini mau menyala.
Melihat kekonyolanku tadi, mas Salim, karyawan toko sebelah rumahku pun berkomentar.


"Mas Rizky tumben, siang-siang gini udah rapi aja. Buru-buru gitu, mau ketemu cewek pasti ya?" tanyanya bak wartawan infotainment
"Wah mas Salim kepo nih, kayak wartawan" jawabku sekenanya sambil menghisap rokokku


"Emang kepo itu apa artinya? Kok anak sekarang sering bilang gitu?" mas Salim penasaran
"Nah kan beneran kepo, haha.." kataku sambil menunjuk kearahnya
Belum sempat mas Salim menjawab, aku sudah pamit dulu padanya "Pergi dulu mas, keburu telat nih"
"Ati-ati abis ngeledek saya biasanya sial loh" katanya menakutiku


Aku hanya membalasnya dengan tertawa sambil nyelonong pergi. Baru 10 meter, aku berhenti lalu menoleh. Setengah berteriak ku katakan " Mas Salim, tolong tutupin gerbang ya, lupa nih. Makasih" kataku sambil jalan lagi
"Woo cah edan pancen.." kata mas Salim dengan nada kesal

Jujur saja, hal apapun yang terjadi hari ini tak lebih penting dari janjiku untuk menjemput seorang bidadari yang mungkin sedang terasat di bumi (lebay dikit). Dia adalah Rana, cewek yang belum lama ini ku kenal di sebuah studio music.
Gadis munggil berparas cantik, berambut hitam sebahu, hidung mungil (bukan pesek loh ya), kulit putih mulus, nyaris sempurna untuk tipe cewek idamanku.. Dan dia masih kelas 1 SMA, daun muda imut gitu lah.

Pukul 13.40
Dari kejauhan mulai terlihat lalu lalang dan kerumunan anak-anak SMA yang baru pulang sekolah. Ku pelankan laju motorku, sambil tengok kanan kiri mencari orang yang ingin ku jemput hari ini. Dari pesan yang Rana kirimkan padaku semalam dia minta dijemput di dekat gerbang sekolahnya, sebuah SMA negeri yang jadi favorit di kotaku karena memang cuma ada 2 SMA negeri disini (maklum cuma kota kecamatan) 


Masih belum juga ku temukan Rana, sampai ke ujung batas sekolah barulah terlihat sosok itu (bukan sosok astral!). Cewek cantik dengan seragam identitas SMA-nya sedang berteduh dibawah pohon di tepi jalan, sambil sesekali melihat jamnya lalu mengusap peluh di dahinya. Ku tepikan motorku, sengaja agak jauh agar aku bisa mengejutkannya dengan berjalan mengendap. 


Saat dia lengah, memandang kosong ke tengah jalan langsung saja ku dekati dan ku tutup matanya dari belakang dengan kedua tanganku. Dia cukup terkejut sepertinya "Siapa sih nih? Rese' banget, lepasin ga kalo enggak aku teriakin nih" ancamnya


"Siapa coba? Ya coba aja teriak kalo mau" jawabku santai, berharap dia sadar bahwa aku yang menutupi matanya


Dia diam saja, hanya masih berusaha melepaskan tanganku yang menutupi matanya. Lalu tanpa ku duga, "TOLONG...! TOLONG...!" dia benar-benar berteriak yang cukup menarik perhatian siapapun disekitar kami.


Jujur saja aku agak kaget dengan reaksinya, apalagi sekarang banyak yang menoleh ke arah kami sementara tanganku masih menutupi wajahnya.


Aku mulai panik saat mata-mata itu mulai menatap curiga ke arahku, seolah aku ini orang jahat. Sialnya, justru hilangnya fokusku membuat tanganku melemah hingga saat dia bisa melepaskan tanganku dan langsung berbalik justru tanganku yang masih mengacung kedepan itu langsung menyentuh payudaranya.


Jujur aku tidak sadar, hanya sedikit kenyal yang tanganku rasakan saat itu. Perhatianku hanya terfokus pada puluhan pasang mata yang memelototiku akibat teriakan cewek itu, sampai akhirnya "PLAKK..." tamparan dengan rasa gurih menyengat mendarat di pipiku.
"Jangan kurang ajar ya!" Bentaknya, lalu berteriak "Tolong..! Ada orang cabul, tolong..!"


Aku yang kaget dan panik cuma bisa membela diri seadanya, "Ehh tunggu dulu, ini cuma salah paham. Bisa dijelasin kok"


Tapi apa hendak dikata, orang-orang di sekitar situ sudah mengerumuniku dengan tampang beringas. Tak jelas berapa orang jumlahnya, yang pasti ada satu yang bertampang sangar langsung meninjuku tepat di perut "Buukk.." nyaris aku terkapar namun ada tangan lain yang memegangiku agar tidak jatuh (mungkin lebih tepatnya agar tidak lari)
Aku beruntung, atau justru mungkin sial, akibat kehebohan itu dua security sekolah menghampiri kami sambil berteriak menenangkan massa. "Hei ada apa ini?" teriak security 1


"Stop dulu, jangan main hakim sendiri" imbuh security 2 sambil berjalan mendekat


Aku agak lega, tapi ternyata "Bukk..!" pukulan kedua mendarat di perutku oleh orang yang sama


Memanfaatkan kelengahan massa tersebut aku coba membalas pukulan itu, dan "Gllookk..!" sebuah pukulan upper cut ku daratkan ke dagunya hingga dia sempoyongan.


"Gini-gini gua sering nonton tinju" gumamku dalam hati
Belum sempat orang itu membalas, kedua security itu sudah keburu memegangi kedua tanganku kemudian menyeretku ke pos security di dekat gerbang.


Singkat cerita, aku coba jelaskan apa yang terjadi dengan sejujurnya (mungkin itu momen terjujur ane seumur hidup) tapi security itu tidak dengan mudah percaya. Berdasarkan pernyataan orang yang mengaku sebagai saksi, dan pengakuan korban aku lah yang salah. Aku mengaku salah, tapi dengan maksud bercanda. 


"Nah kamu juga aneh, becanda kok sama cewek yang ga kamu kenal. Itu juga kalo bener niatmu becanda, kan jadi dituduh cabul kamu!" tuduhan itu ditujukan padaku


"Saya kenal dia kok pak, kita saling kenal" ku coba membela diri
"Dia bohong pak, saya ga kenal dia" kata cewek itu
"Loh Ran, masa kamu lupa sama aku? Kan tadi pagi aja masih chat masa lupa sih" tanyaku bingung


"Kok kamu tau namaku? Tau darimana? Siapa juga yang chat kamu, jangan ngaco" dia balik bertanya dengan tampang kaget
"Yaelah Ran, ini aku Rizky. Masa lupa?" kataku coba meyakinkan
"Salah orang kali, sok akrab banget" jawabnya kesal
"Nah kamu Rana kan? Yang kita kenalan di studio music masa lupa?" pancingku agar dia ingat


"Bukan, aku ini Rani" cewek itu menjawab enteng
Seketika wajahku memucat, leher tercekat, "Ternyata gua yang salah, mampus" kata itu yang terlintas dalam pikiranku
Tapi tiba-tiba cewek itu tersenyum, lalu bertanya padaku "Jadi sebenernya kamu mau ngerjain Rana? Salah sasaran mas, aku ini kembarannya"
"I..i..iyaa, niatnya ngerjain Rana. Aku temennya, beneran kok sumpah ga boong" jawabku salting


"Hahaha.." kedua security malah tertawa, "udah bubar-bubar masalahnya udah ketauan sekarang" ujar security 1 membubarkan masaa
Aku yang masih bingung cuma bisa pasang tampang blo'on, lalu bertanya "Kembar beneran? Kok bisa mirip banget ya?" sebuah pertanyaan konyol
"Namanya kembar ya mirip lah, gimana sih. Hehe" jawab cewek yang ternyata bernama Rani sambil tertawa renyah
Aku cuma bisa nyengir tanpa makna.



"Udah clear kan masalahnya dik Rani, sama kamu Rizky ini buat pelajaran biar ga asal jahilin orang ya" ujar security 1
"Iya pak, gapapa udah ga perlu dilanjut" jawab Rani sambil tersenyum manis
"Oke pak, pasti saya inget kok pesan bapak. Makasih udah bantu saya" jawabku sambil mengulurkan tangan menyalami kedua security itu

Singkat cerita, aku dan Rani keluar pos security setelah hampir 30 menit diinterogasi lalu berjalan keluar gerbang. Sedikit ku coba cairkan suasana, aku ajak Rani ngobrol.
"Eh Rani, maaf ya soal yang tadi beneran ga sengaja. Kirain kamu Rana" ucapku


"Iya gapapa, udah lupain aja. Biasa kok banyak yang salah ngira, ketuker tuh siapa yang Rana siapa yang Rani" jawabnya menenangkanku sambil tersenyum manis


Aku jadi lega mendengar jawabannya, apalagi melihat senyum manisnya itu. Beuhh, ga nahann..


"Makasih ya Ran, oiya kalo aku mau nebus salahku kamu mau nerima ga?" aku coba tawarkan sesuatu padanya
"Nebus? Tergantung nebusnya gimana dulu, kalo ditraktir makan siang mau deh" jawabnya "becanda ding, hehe" katanya lagi


"Traktir mah beres deh, mau makan dimana emang?" tanyaku pada Rani
"Becanda mas, ini aja mamah udah sms suruh pulang. Ga biasanya aku pulang telat kalo ga ada kegiatan" jawab Rani dengan raut wajah serius


"Yah maaf deh, gara-gara aku kamu telat pulang" kataku "Gimana kalo aku anter kamu pulang? Itung-itung buat permintaan maafku ke kamu"
Rani belum menjawab, dia menatapku ragu tapi tetap mencoba tersenyum. Sungguh ramah cewek ini.


"Tenang aja Ran, aku ga bakal macem-macem cuma mau nganter kamu pulang kok. Please" ku coba meyakinkannya
"Ya udah deh ayo kalo mau nganter aku" jawab Rani "Eh, trus Rana gimana?" tanya Rani
Sial aku hampir lupa tujuan awalku, harusnya Rana yang ku antar pulang bukan Rani.
"Oiya, nah Rananya juga ga keliatan sih" ku coba beralasan
"Emang belum pulang, lagi ada latihan band sekolah sampe sore katanya sih" Rani menjelaskan
"Nah kalo gitu biar aku anter kamu dulu yuk, biar nanti sore giliran Rana yang aku jemput" ajakku pada Rani


"Ciyee pake giliran" ucap Rani dengan nada centil
"Hahaha.." aku hanya tertawa salah tingkah
Ku ajak Rani membonceng motorku untuk ku antar pulang.



Singkat cerita, sepanjang perjalanan kami banyak bercerita. Dari obrolan kami akhirnya aku tau kalau Rana lahir 9 menit lebih dulu daripada Rani. Dari cara bicaranya pun aku jadi tau, Rani lebih feminim daripada Rana yang cenderung selebor dan tomboy. Tapi keduanya sama-sama easygoing sih menurutku, dan yang paling menyenangkan adalah mereka sama-sama cantik dan menggemaskan. Rana lebih sering main keluar, sementara Rani lebih banyak menghabiskan waktu dirumah.


Akhirnya sampai juga di rumah Rani, sekitar 15 menit dari sekolah. Ku hentikan motorku di depan gerbang.
Setelah turun, Rani berkata padaku, "Mamah pasti kepo nih ke aku, soalnya baru kali ini aku pulang dianter cowok"
"Masa sih ga pernah ada cowok yang nganter kamu pulang?" tanyaku heran
"Ihh beneran, baru kali ini. Malah sama cowok yang baru kenal pula, hehe.." kata Rani sambil tertawa
"Itu emang ga ada cowok yang pengen nganter, atau pada ga berani nganter?" ku coba meyakinkan


"Ga penting deh" jawabnya santai, " yang jelas, kamu masuk dalam sejarah hidupku jadi cowok pertama yang nganter aku pulang"
"Weiiss, keren dong ya masuk dalam sejarah" kataku melanjutkan ucapannya
"Ahaha, aku masuk dulu ya mas. Makasih loh udah mau direpotin" kata Rani
"Sama-sama Ran, makasih juga udah mau nemenin ngobrol selama perjalanan" ujarku balas mengucap terimakasih
Dan yang tidak kusangka, "Tawaran mampirnya besok-besok lagi ya mas" kata Rani sambil tersenyum


"Serius Ran? Berarti boleh dong aku nganter kamu lagi besok-besok?" tanyaku setengah tak percaya
"Ya tergantung nanti.." jawab Rani, masih sambil tersenyum lalu melangkah masuk halaman rumah "Dahh mas Rizky.." Rani melambaikan tangannya dari balik gerbang
Ku balas lambaian tangannya, menyalakan mesin motorku, dan berlalu pergi.
Masih dengan perasaan yang sulit digambarkan. Kembar? sama cantiknya, sama menyenangkannya, cuma pembawaan mereka saja yang berbeda. Yang satu tomboy, yang satu lagi feminim. Entahlah, aku lebih memilih menjalaninya daripada harus pusing memikirkannya....


* *


 Kamis sore, Pukul 15.30, di Rumah Rana & Rani
 
Tante Ririn bertanya pada Rani, "Yang barusan nganterin kamu siapa dek? Pacar kamu?"
"Ihh mamah kepo deh, au ahh aku mau ganti baju dulu capek" jawab Rani cuek
"Ditanya kok jawabnya gitu, padahal mama cuma mau minta buat dikenalin. Biar tau anaknya gimana, keliatannya sih lumayan juga" kata tante Ririn agak memancing Rani
"Serius mah?" tanya Rani penasaran
"Kena juga anak mamah, hahaha.." ledek tante Ririn
"Iihhh mamahhhh...." keluh Rani manja


* * *