Senin, 28 September 2015

Liburan Berbonus 2 Cewe Berhijab

Cerita Seks Dewasa 2015 - Ini adalah cerita tentang ngentot dengan 2 cewe ABG nakal tertutup jilbab. Di suatu waktu, aku akan melakukan perjalanan ke sebuah pulau yang indah di tengah indonesia. Aku pergi kesana bersama dua rekanku yang juga gila petualangan dan punya selera yang sama sepertiku tentang gadis berjilbab. Mereka adalah Rudi dan Henri. Tentu saja, selain piknik, kami juga berharap bisa mendapatkan memek keset gadis-gadis berjilbab itu dipulau tempat kami berwisata.


Sejuk sekali kepulauan ini. Hawanya yang sangat �laut� membuat segalanya terasa santai dan waktu berjalan pelan. Aku dan rekan2ku yang juga mupeng dengan gadis berjilbab bersantai dan menikmati liburan ini. Di hari yang kedua, ketika kami sedang makan siang di sebuah warung makan, mata kami langsung melotot ketika muncul dua gadis cantik yang terlihat lugu masuk warung itu, lalu memesan makanan.
Segera aku mengerling ke kedua rekanku, yang langsung tersenyum penuh arti. Ya, karena aku bosnya dan yang paling ganteng, memang biasanya aku yang maju dan melakukan PDKT pada calon2 korban kami.
Segera aku mendekati dan menyapa, lalu berkenalan. Ternyata mereka berdua juga turis yangs edang bertamasya di pulau itu. Wah kebetulan sekali. Segera aku mengenalkan teman2ku dan beberapa menit saja kami sudah akrab. Dua gadis itu bernama Hesti dan Lusi, mahasiswi semester 4 universitas islam di semarang yang sedang bertamasya. Jilbab mereka lebar dengan baju kurung dan rok lebar, semakin membuat kami bertiga susah menahan nafsu birahi.
Sorenya, aku dan dua temanku berjanjian dengan mereka lagi untuk berjalan-jalan di tepi pantai dihalaman hotel yang kami tinggali. Segera aku dan temanku berbagi peran. Aku yang memang sudah ngebet sama Hesti, yang air mukanya lugu semakin cantik dengan jilbabnya segera memilihnya. Dua temanku segera kusuruh untuk mendekati Lusi yang wajahnya cantik namun nampak sedikit nakal.
Akhirnya sore itu aku berjalan berdua dengan Hesti, sementara Lusi yang sebenarnya agak sungkan, terpaksa mau berjalan bersama Rudi dan Hendri. Hatiku berharap semoga dua orang bejat itu kuat menahan napsu dan tidak main perkosa di pinggir pantai itu, walaupun tempat itu lumayan sepi.
Akus egera berjalan bersama Hesti, bercakap-cakap. Pelan2 setelah semua lancar, aku mulai bbisa melancarkan serangan2 rayuanku. Dan ternyata rayuan gombalku berhasil. Gadis cantik berjilbab itu tersipu malu setiap kali kurayu. Bahkan dia membiarkan tanganku menggandeng tangannya. Beberapa juras kemudian aku berhasil memelukkan tanganku ke pinggulnya yang singset,, tersembunyi baju longgar dan jilbab lebarnya. Gadis cantik sekal itu agak menghindar dan berontak ketika aku mencoba mendaratkan ciuman lembut ke pipinya yang mulus untuk pertama kali, namun setelah beberapa kali mencoba akhirnya gadis manis berjilbab lebar itu menyerah. Ia hanya bisa pasrah dan menutup matanya ketika ciuman-ciumanku mendarat di pipi mulusnya. Bahkan setelah beberapa kali ciuman mesraku, dia mendesah penuh kenikmatan, rupanya birahi jalang sudah mulai tersulut dari gadis lugu berjilbab itu.
Melihat kesempatan itu, aku segera memeluknya penuh perasaan dan menuntunnya menjauih pantai yang anginnya mulai dingin karena matahari sudah terbenam separuh. Gadis cantik berjilbab lebar berkulit mulus itu pasrah ketika kutuntun dia menuju hotel tempat aku dan dua temanku menginap. Dengan isyarat anggukan kepala, aku mengajak kedua temanku yang sepertinya juga sudah berhasil membangkitkan nafsu birahi Lusi. Terlihat dari posisi mereka ketika kulihat sedang duduk di pasir tepi pantai, dimana Rudi duduk dibelakang Lusi dengan tangan terlihat menyusup dibawah ketiak Lusi dan memeluknya, dan Hendri duduk didepan Lusi menghadap ke wajah gadis cantik berjilbab itu. Tangan Rudi bergerak2 seirama dengan geliatan2 Lusi. Aku berani bertaruh Rudi sedang merangsang buah dada sekal milik mahasiswi berjilbab cantik itu. Melihat aku sudah beranjak masuk hotel, mereka segera mengikuti sambil menuntun Lusi.
Hotel yang kami tempati bukanlah hotel yang berupa satu bangunan, namun merupakan bagian dari bungalow bungalow kecil berhalaman dan berkamar dua. Akus egera memasuki halaman bungalow kami yang ada di sudut tersembunyi dari area hotel, dan menuntun Hesti yang sudah pasrah masuk.
Didalam bungalow, aku mendudukkan Hesti di sofa panjang di ruang tamu. Tanganku lalu merangkulnya dan kutarik kepalanya mendekat lalu kembali kucium pipinya. Gadis cantik berjilbab itu kembali mendesah. Matanya kebali terpejam pasrah, emmbuat akus emakin nafsu. aku mencium kepala Hesti lalu turun ke kuping kirinya yang masih tertutup jilbab. Hesti mendongakkan kepalanya sehingga aku bisa bebas mencium dagunya yang putih. Kemudian Hesti kutolehkan kearahku lalu kucium bibirnya dengan ganas.
�Ummhh� jangan maass..� kata Hesti. Merasakan deru nafasnya yang menggebu, aku tahu itu hanya sekedar basa-basi dari seorang gadis alim berjilbab yang malu jika ketahuan dia menikmati permainan ini.
Sambil tetap merangkul Hesti, kutarik tubuh sekal gadis alim berjilbab berkulit mulus itu berdiri. Tangan aku mulai menjelajahi seluruh pantat Hesti yang padat dari balik rok panjang cremnya, kemudian meraba-raba dadanya yang sekal dari balik baju longgarnya. Tak henti-hentinya Hesti melenguh. Rintihannya mendesahkan penolakan, namun tubuhnya menggelinjang penuh kenikmatan. Segera kuraih tangan mahasiswi cantik yang alim itu lalu kutuntun untuk meremas kontolku dari balik celana. Lalu karena sudag tidak tahan, kembali kudorong gadis alim itu ke sofa. Kembali kuciumi dia dengan ganas.
Aku segera membuka kemeja dan celana panjangku lalu dengan sdikit paksaan kutarik bagian depan bajunya kekiri dan kekanan sehingga membuat seluruh kancingnya tanggal, menampakkan payudara putih sekal terbungkus BH pink. Kurenggut lepas Bhnya, lalu kusibakkan rok panjangnya diatas pinggang dan kutarik lepas celana dalamnya. Gadis alim yang manis bertubuh putih mulus itu mendesah dan mengerang ketika kuperlakukan agak kasar, namun tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jilbabnya kubiarkan terpakai, menambah gejolak birahiku. Tubuh Hesti yang putih ddengan pakaian yang sudah awut2an membuat nafsuku membara. Dengan gemas aku meremas payudaranya yang berukuran 32B sambil menghisap putingnya. Nafas Hesti memburu dengan cepat apalagi saat aku mulai beralih ke vaginanya. Hesti bagaikan kuda liar saat klitorisnya aku jilat. Tak henti-hentinya aku menjilat seluruh vagina dan selangkangannya. Aku membalikkan tubuh Hesti untuk bergaya 69. Sementara itu aku melihat Hendri dan Lusi masuk bungalow diikuti Rudi. Lusi sudah mendesah-desah sambil merintih, semnentara tangan Hendri sudah tidak terlihat, karena masuk kebalik jilbab lebar Lusi dan meremas-remas buah dada gadis alim itu. Segera mereka berdua masuk kamar, sementara Rudi mendekati kami berdua yangs edang bermain cinta sambil menyeringai lebar..
Aku tersenyum merasakan tangan halus gadis cantik yang alim itu pelan2 mengelus kontolku yang sudah tegang. Sambil terus mendesah merasakan jilatanku di memeknya, gadis berjilbab lebar itu menggenggam kontolku dan mulai menghisapnya. Aku pun membalas dengan menjilat semakin intens anus dan vaginanya. Goyangan pantat Hesti terasa semakin keras saat dijilat vaginanya sehingga harus aku tahan pantatnya dengan kedua tangan aku. Tiba-tiba Hesti melepaskan genggaman tangannya dari kontol aku dan melenguh dengan keras, rupanya ia mengalami orgasme. Vaginanya yang sudah basah menjadi tambah basah dari cairan orgasmenya.
Kemudian Hesti kubalik dan kutunggingkan bersandar dipinggir sofa. Aku dengan tidak sabar segera merenggangkan kakinya dan mengarahkan kontolku ke vaginanya. Dengan penuh gairah aku setubuhi Hesti mahasiswi cantik yang alim dan seksi. Rudi rupanya tidak diam saja saat melihat kami berdua mercumbu. Tangannya membuka risletingnya kemudian menurunkan celananya. Rudi mengeluarkan kontolnya dari balik celana dalam lalu meraih tangan Hesti dan menuntunnya agar meremas2 kontol Rudi.
Aku memperhatikan Hesti dipaksa mengulum kontol Rudi. Tak henti-hentinya payudara Hesti aku remas dan pencet putingnya. Tak berapa lama kemudian, Hesti kembali mengalami orgasme. Aku mengganti gaya ke gaya missionary. Kaki Hesti aku rentangkan dan kembali kontolku mengisi vaginanya yang sudah becek. Suara clipak-clipuk terdengar dengan keras tiap kali kontol aku keluar masuk vagina gadis berjilbab lebar yang sudah dimabuk birahi itu. Jilbabnya sudah basah karena keringat kenikmatan kami berdua. Desahan birahi memenuhi seisi ruang tamu bungalow kami sore itu.
Tujuh menit menggenjot Hesti, aku merasakan akan ejakulasi. Aku percepat gerakanku dan tak lama kontolku memuntahkan peju didalam vagina Hesti. Dengan terengah-engah aku mengeluarkan kontolku lalu menindih Hesti dan mencium bibirnya. Kami berciuman beberapa menit. Setelah itu, aku memberikan gadis alim yang sudah pasrah itu ke Rudi, lalu aku beristirahat sebentar.
Dengan kasar Rudi menarik Hesti berdiri, lalu menggendong gadis alim itu sambil menciumnya. Kemudian Hesti dibaringkan ditempat tidur dalam posisi doggy style dan Rudi langsung menyetubuhi Hesti dengan kasar. Sambil menggenjot vagina Hesti, tak henti-hentinya Rudi menampar pantat Hesti.
�aaahhh�yeaahhh� enak banget memek cewek berjilbaabb.. auuhh�!!�
Sekali-sekali jilbab Hesti ditarik sehingga kepala Hesti sampai menoleh kebelakang lalu Rudi mencium bibirnya. Hesti yang awalnya terlihat mengernyit kesakitan, kelihatannya justru semakin liar mendapat perlakukan kasar dari Rudi. Aku kemudian berlutut didepan Hesti lalu menyodorkan kontolku. Hesti menyambut kontolku lalu mulai mengulumnya. Setiap kali Rudi menyodokkan kontolnya dalam vagina Hesti dengan keras, kontol aku otomatis ikut tersodok ke mulut Hesti. Tapi beberapa kali kuluman Hesti terlepas karena Rudi suka menarik rambutnya.
Rudi kemudian menarik punggung Hesti sehingga punggung Hesti tegak. Aku menjilat dan menghisap seluruh payudara Hesti. Tapi itu tidak bertahan lama karena tangan Rudi menjalar keseluruh tubuh Hesti. Akhirnya aku mengambil bir di mini bar lalu duduk dikursi menikmati adegan seksual yang liar itu. Beberapa kali Hesti melenguh pertanda ia mengalami orgasme tapi Rudi tidak berhenti sedikit pun.
Hesti kemudian melepaskan dirinya dan mendorong Rudi untuk duduk ditempat tidur. Hesti duduk dipangkuan Rudi dan mulai menggoyang pinggulnya. Pinggul dan pantat Hesti terlihat merah karena ditampar Rudi. Tak henti-hentinya Hesti berceracau disetubuhi Rudi. Akhirnya tidak lama kemudian Rudi ejakulasi. Rudi memegang pinggul Hesti dan meremasnya dengan keras. Hesti pun kembali orgasme lalu mereka berdua berebahan di sofa dengan lemas.
Tiba-tiba dari kamar, Hendri muncul telanjang bulat sambil menggandeng Lusi. Lusi sudah tidak memakai apa2 sama sekali, kecuali jilbab merah dan kaus kaki putihnya, ternyata Henri baru selesai menyetubuhi Lusi.
�Wah, kalian abis pesta pora nih� kata Henri sambil tertawa melihat kami bertiga yang telanjang.
�Kamu juga nih abis pesta dengan Lusi� kata aku. Lusi diam saja. Mata Lusi terus tertuju pada kontolku yang sudah berdiri.
�Tukeran ya wan..� pinta Henri sambil mendorong Lusi jatuh ke sofa, tepat disampingku.
�Boleh aja. Aku juga pingin ngerasain cewek jilbab yang ini� jawabku. Lusi diam saja. Sorot matanya campur aduk, dari marah, bingung, namun juga birahi jadi satu.
Henri segera menarik Hesti bangun dari pelukan Rudi, dan menariknya kembali ke kamar. Beberapa saat kemudian terdengar pekikan tertahan Hesti, sang gadis cantik berjilbab. �aiihh..pelannn..ahhh� sakiit..�
�Kelihatannya mereka sudah mulai� kata aku kepada Lusi.
Aku segera menerkam Lusi yang bingung haru bagaimana ku cium bibrnya. Awalnya dia hendak memberontak, namun setelah beberapa saat, rontaannya lenyap, diganti balasan ciuman yang panas. kita saling berpagutan. Tanganku mulai menggenggam payudara gadis montok berjilbab yang ini sambil terkagum2. Payudaranya besar sekali, ukuran 36C. Tubuhnya yang ramping terlihat indah dan bulu kemaluannya hanya disisakan sedikit didaerah vaginanya. Sudah jelas walaupun Lusi berpenampilan anggun dengan jilbab dan baju serba tertutup, namun hastrat birahinya sangatlah tinggi.
Dengan gemas, aku menghisap payudaranya sambil jongkok didepan Lusi. Lusi meremas kepalaku menahan gairah. Lalu ciumanku turun ke perut Lusi dan ke vaginanya. Lusi mengangkat satu kakinya sehingga dengan mudah aku menjilat vaginanya. Tercium bau sabun di daerah vagina Lusi. Ternyata gadis montok alim berjilbab ini masih sempat membersihkan dirinya setelah bersetubuh dengan Henri. Aku membuka bibir vagina Lusi dan menyedot vaginanya. Lusi mengerang dengan penuh nikmat.
Puas melahap vaginanya, aku mengangkat tubuh Lusi. Kaki Lusi melingkar dipinggangku dan aku memasukkan kontolku ke vaginanya. Dalam posisi menggendong, aku menyandarkan punggung Lusi ke dinding lalu aku mulai menggenjot Lusi. Payudara Lusi yang besar meliuk ke kiri dan kanan mengikuti irama goyangan. Tak henti-hentinya aku mencium bibirnya yang merah dan mungil. Gadis montok berjilbab yang ber buah dada besar ini merintih2 penuh birahi, Benar-benar membuatku gemas.
Dari dalam kamar, terdengar suara Hesti yang melenguh. Lusi pun ikut melenguh tiap kali kontol aku menghunjam ke vaginanya. Posisi ini hanya bertahan beberapa menit karena cukup berat menggendong Lusi sambil menyetubuhinya. Aku duduk di kursi dan Lusi duduk dipangkuanku menghadap aku. Vagina Lusi terasa mendenyut-denyut di ujung kepala kontolku. Jilbab merahnya kulil;itkan ke lehernya agar tidak mengganggu aktifitasku menikmati ubuah dada besarnya.
Dengan enerjik, Lusi menggoyang pinggulnya naik turun sambil merangkul kepalaku. Aku menghisap payudaranya yang besar sambil menggigit putingnya. Tangan kananku meraih ke anusnya dan aku memasukkan jari telunjukku ke anusnya. Tampaknya ini membuat Lusi semakin liar. Lusi terus menerus menghujamkan kontolku sampai ia mencapai orgasme. Di saat yang sama aku pun ejakulasi. Lusi duduk terkulai lemas dipangkuanku. Aku menggendong Lusi masuk ke kamar tidur untuk tidur, dimana Hesti, gadis alim berkulit mulus itu sedang merintih2 dipompa memeknya oleh Hendri di lantai beralas karpet sambil nungging. Namun ternyata Rudi minta bagiannya. Karena lemas, kubiarkan saja Rudi bermain berdua bersama Lusi disampingku, sementara aku tidur, beristirahat. Sayup-sayup kudengar rintihan dan erangan dua gadis berjilbab cantik dan sekal, disetubuhi dengan ganas oleh dua temanku, mengantarku ke alam mimpi.

Dugaan Selingkuh Terhadap Istriku



Sejak berkeluarga dan tinggal di Bogor aku selalu sempatkan pulang mudik menengok orang tua dan mertuaku di Yogyakarta setiap hari raya Idul Fitri. Biasanya kami mudik seminggu sebelum hari rayanya, agar kami bisa puas merayakan lebaran di sana. Aku mudik seringnya dengan mobil sendiri. Cerita ini terjadi berawal Saat anak-anakku masih kecil aku sendiri yang menyetir hingga sampai ke rumah orang tua kami. Saat anakku beranjak besar dan remaja, gantian merekalah yang bawa mobil.

Kalau pulang mudik aku paling senang lewat jalur selatan yang tidak begitu ramai dan jarang ada kemacetan. Hal yang paling kusukai adalah saat aku melewati desa Redjo Legi menjelang masuk ke kota Purworejo. Di situ tinggal pamanku, biasa kupanggil dengan Pak Lik. Dia adalah adik sepupu bapakku. Aku sangat akrab dengannya karena anak Pak Lik yang paling tua, pernah kuliah di kotaku dan tinggal di rumah orang tuaku.

Kalau hari libur semesteran, aku sering diajaknya pulang ke Redjo Legi untuk mencari belut. Depan halaman rumahnya yang hingga kini merupakan sawah yang terbentang luas, menyediakan banyak belut untuk kami tangkap dan kami goreng. Nostalgia macam itulah yang membuatku selalu menyempatkan diri, mampir ke rumah Pak Lik setiap kali aku pulang mudik.

Tidak ada yang begitu berubah di rumah Pak Lik sejak dulu. Rumahnya yang berdinding gedek kulit bambu itu terasa sangat nyaman. Bagusnya dinding gedek macam itu adalah fungsi sirkulasi udaranya yang sangat bagus, disebabkan gedeknya bercelah-celah, karena jalinan bambunya yang tidak mungkin bisa rapat benar. Kemudian di pagi hari, sinar matahari akan menembus celah-celah gedek itu, sehingga panasnya cukup untuk membangunkan kami, yang tentunya masih bermalas-malasan di amben. Suatu istilah setempat untuk balai-balai tempat tidur, yang terbuat dari bambu. Hanya saja rumah itu sekarang terasa lebih lega disebabkan renovasi yang dilakukan Pak Lik beserta istri.

Pak Lik sendiri walaupun saat ini usianya sudah lebih dari 50 tahun, tepatnya 54 tahun, 10 tahun di atas umurku dan 18 tahun di atas umur istriku, sosoknya masih gagah dan sehat. Tubuhnya yang 180 senti itu tampak tegap, kekar dan berisi. Khas tubuh seorang petani dan guru bela diri.

Empat tahun yang lalu Bu Lik meninggal dunia karena sakit sehingga kini Pak Lik menjadi duda. Untuk menopang kegiatannya sehari-hari, Pak Lik dibantu pelayan kecil dari kampungnya untuk mencuci pakaiannya dan masak ala kadarnya. Apabila sudah tidak ada lagi yang dikerjakannya, dia pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari rumah Pak Lik. Kedua anaknya sendiri sudah bekerja di lain kota, dan mereka baru pulang kalau lebaran tiba. Sama seperti tradisi di keluargaku umumnya. Akhirnya Pak Lik menjadi terbiasa hidup sendirian.

Sanak saudaranya yang lain termasuk aku, sering menyarankannya untuk kawin lagi. Agar ada perempuan yang membuatkannya kopi di pagi hari atau menjadi pasangannya saat bertandang ke acara keluarga. Namun sampai saat ini Pak Lik masih belum juga menemukan jodohnya yang sesuai. Walaupun pendidikannya cukup tinggi, waktu itu sudah menyandang titel BA atau sarjana muda, kegiatannya sehari-hari adalah bertani dan mengajari seni bela diri kepada anak-anak tetangganya. Dalam hal bertani, dia menggarap sendiri sawahnya yang cukup luas ini.

Tahun ini aku dan istriku terpaksa pulang mudik berdua saja. Anak-anakku punya acara sendiri bersama teman-temannya yang susah aku pengaruhi untuk ikut menemani kami. Ya, sudah. Aku tidak suka memaksa mereka. Ketiganya sedang beranjak dewasa dan harus bisa belajar mengambil keputusan sendiri.

Menjelang masuk kota Kroya jam menunjukkan pukul 2 siang saat aku merasa agak demam. Tubuhku melemah dan kepalaku mulai terasa pusing. Sambil berpesan agar menyupirnya tidak usah buru-buru, istriku memberi obat berupa puyer anti masuk angin yang selalu dia bawa saat bepergian jauh. Sesudah aku meminumnya, rasa tubuhku agak lumayan dan pusingku sedikit berkurang. Tetapi tetap saja tidak senyaman kalau tubuh sedang benar-benar sehat. Menjelang masuk gerbang desa Redjo Legi menuju rumahnya Pak Lik, aku merasakan sakitku tak tertahankan lagi. Kupaksakan terus jalan pelan-pelan hingga tepat jam 5 sore, mobilku memasuki halaman rumah Pak Lik yang seperti biasanya, menyambut kami dengan sepenuh kehangatan.

Ketika dia tahu aku sakit, dia panggil embok-embok di kampungnya yang biasa mijit dan kerokan. Suatu kebiasaan orang Jawa kalau sakit, tubuhnya dikerok dengan mata uang logam untuk mengeluarkan anginnya. Ketika sakitku tidak juga berkurang, dengan ditemani istriku, Pak Lik mengantarkanku pergi ke dokter yang tidak jauh dari rumahnya. Dalam perjalanan ke sana, tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Tak urung tubuh kami bertiga pun menjadi basah. Untungnya jarak kami dengan klinik dokter itu sudah dekat, sehingga kami bisa cepat berteduh di sana. Tanpa khawatir pakaian kami menjadi basah kuyup karenanya.

Dari dokter itu, aku diberi obat dan disuruh banyak istirahat. Selesai berobat, ternyata hujan masih tetap deras di luar sana. Agak lama menunggu, Pak Lik menjadi tak sabar. Dia berinisiatif untuk pulang duluan, bermaksud menjemput kami dengan mobilku. Aku dan istriku kompak keberatan dengan rencananya itu. Meskipun klinik sang dokter tidak begitu jauh dari rumah Pak Lik, sekitar 5 kiloan, kami merasa sangat tidak enak hati. Kami merasa telah banyak merepotkannya sejak kedatangan kami tadi. Pak Lik yang baik hati itu tetap bersikeras, hingga akhirnya kami mengalah.

Aku memperhatikan kepergiannya dengan perasaan khawatir bercampur kagum. Perasaan khawatir muncul karena aku tidak ingin paman kesayanganku itu jatuh sakit karena hujan-hujanan. Sedangkan kekagumanku timbul melihat sosoknya saat ini. Kemeja kausnya yang basah kuyup oleh air hujan, membuat tubuhnya yang atletis itu tercetak jelas. Ketika pandanganku menoleh ke samping, aku bisa melihat pancaran kekaguman yang sama tersiar dari wajah istriku. Dik Ningsih segera mengubah arah pandangannya begitu tahu aku memperhatikannya.

Dalam perjalanan pulang, tak sengaja aku melirik ke arah istriku. Kuperhatikan wanita itu tak lepas-lepasnya mengagumi Pak Lik secara diam-diam. Apalagi saat menjemput kami, Pak Lik hanya mengenakan kaus singlet tipis dan celana jeans biru ketat. Seakan-akan dia ingin memamerkan ketiaknya yang berbulu lebat, dan tubuhnya yang terpahat sempurna. Seketika itu juga aku merasa cemburu dan tidak nyaman dengan tingkah istriku itu....

Sepulangnya dari dokter, lagi-lagi Pak Lik membuatku takjub atas kebaikan hatinya. Dibantu istriku, Pak Lik merepotkan dirinya dengan menyediakan makan malam untuk kami bertiga. Waktu makan malam itu kami pakai untuk mengobrol dan bersenda gurau penuh keakraban, melepas kerinduan. Ketika kami menanyakan di mana anak-anaknya, dengan senyuman ramahnya yang khas, Pak Lik menjawab bahwa keduanya masih memiliki kesibukan di kotanya masing-masing. Kesibukan itulah yang membuat mereka tidak bisa pulang mudik tahun ini. Seusai makan malam, istriku menyuruhku meminum obat. Tak lama aku langsung diserang kantuk yang luar biasa. Rupanya dokter telah memberikan obat tidur padaku bersamaan dengan obat demamnya. Akupun langsung tertidur pulas.

Sekitar pukul 10 atau 11 malam, aku tidak begitu pasti, aku dibangunkan oleh suara berisik amben bambu, disertai suara desahan dan lenguhan halus dari kamar sebelah. Kantukku masih sangat terasa. Aku meraba-raba istriku tetapi tak kutemukan dia berbaring di sampingku. Aku menduga mungkin perempuan itu sedang buang hajat di kamar mandi belakang. Di rumah Pak Lik, kamar-kamarnya memang tidak dilengkapi lampu. Cahaya dalam kamar cukup didapat dari imbas lampu besar di ruang tamu. Ruangan yang berbatasan dengan ruang keluarga itu, membuat cahayanya dapat tembus ke ruangan-ruangan lain di dalam rumahnya. Suara amben yang terus mengganggu telingaku, ditambah suara desahan dan lenguhan yang semakin keras, memaksaku mengintip ke celah dinding di samping kananku.

Apa yang kemudian kulihat di sana langsung memukul diriku. Akupun menjadi terpana dan limbung. Kepalaku yang pusing karena sakit langsung kambuh seketika. Aku kembali terkapar dengan jantungku yang berdegup cepat. Benarkah sepasang manusia yang sedang asyik bergumul setengah bugil itu Pak Lik dan Dik Ningsih? Benarkah istriku telah tega mengkhianatiku? Benarkah Pak Lik yang kebaikan hatinya selalu membuatku takjub kepadanya, orang yang selalu menghiburku jika sedang sedih, orang yang baru saja mengantarkanku ke dokter, sedang menggauli istriku saat ini? Perempuan yang seharusnya dianggap sama dengan keponakannya juga?

Apakah kekuranganku Dik Ningsih? Karena kesibukan kerja yang selalu merampas waktuku, membuatmu merasa berhak untuk menerima kenikmatan seksual dari orang lain? Termasuk dari pamanku sendiri? Apakah memang karena itu, sebagaimana yang sering kamu keluhkan padaku? Ataukah Pak Lik yang sudah 4 tahun menduda yang memulainya terlebih dahulu? Dia merayumu dan kamupun tak mampu menolaknya? Lelaki tua yang macho seperti diakah lelaki idamanmu?

Ah, sejuta pertanyaan yang aku tidak mampu menjawabnya karena semakin menambah pusing kepalaku. Sementara suara berisik dari amben itu menjadi semakin tak terkendali. Rintihan halus Dik Ningsih dan desahan berat Pak Lik juga terdengar semakin jelas di telingaku. Aku tak mampu bangun karena obat yang kuminum tadi dapat membuatku limbung kalau tidak ada yang menolongku. Aku hanya mampu mengintip dari celah dinding itu, tak mampu lebih jauh mencegah tindakan tak senonoh dari pasangan laknat tersebut.

Di sana kulihat Pak Lik sedang asyik mengayun-ayunkan kontolnya, yang ukurannya membuatku takjub, ke lubang memek istriku. Dia melakukannya sambil menciumi bibir Dik Ningsih penuh nafsu. Sialan! Kenapa bisa-bisanya saat ini aku merasa takjub pada kontol pamanku sendiri? Kepada lelaki tua yang jelas-jelas telah mengkhianati diriku dengan menggauli istriku? Tetapi memang kuakui, kontol pamanku itu pasti akan membuat lelaki mana saja yang melihatnya, iri....!

Selain gede, panjang dan kelihatan keras, kontol itu dihiasi dengan urat-uratnya yang bersembulan di sekujur batangnya. Kepalanya yang bagaikan topi helm para tentara dan bentuk batangnya yang melengkung ke atas, membuat kontol cokelat muda itu terlihat sempurna di mataku.

Sementara itu sambil tetap berpelukan, tangan Dik Ningsih terus memeluk kepala Pak Lik. Perempuan binal itu tampaknya berusaha memastikan agar bibir-bibir mereka tetap saling berpagutan. Saling melumat dan menghisap. Suara kecupan saat bibir yang satu terlepas dari bibir yang lain terdengar terus beruntun. Di bawah sana, ayunan kontol Pak Lik yang semakin dalam menghujam memek istriku, membuat ambennya terdengar semakin berisik.

�Pak Lik, Pak Lik, enaakk Pak Lik.. teruss Pak Lik.. oocchh.. hhmm.. Pak Lik..�

Duh, rintihan Dik Ningsih yang begitu menikmati derita birahinya, membuat kepalaku seakan terpukul-pukul palu. Darah yang naik ke kepalaku, membuat pusingku semakin menghebat. Sementara di kamar sana, desahan Pak Lik sendiri tidak kalah hebatnya. Sebagai lelaki sehat yang telah menduda selama 4 tahun, tentu kandungan libidonya sangat menumpuk. Bukan tidak mungkin dialah pelakunya. Dia merayu istriku karena dia tahu aku tidak akan mudah terbangun karena obat demam yang kutelan ini.

�Ssshhh... oohhh... oohh... enakkee, memekmu Dikkhh...� ujar Pak Lik.
�Aahh... sshhh... yaahh... terusshh... Pak Likkk !! lagihhh... ooohh.. oohhh� lebihh� keraasshhh�.� balas istriku.

Kulihat buah dada istriku yang besar dan ranum, dengan pentilnya yang tegak mengacung, sudah terbongkar dari balik kausnya. Itu pasti ulah nakal Pak Lik sebelumnya. Dia membetotnya keluar untuk dilumati, dihisap, dan diremas-remas. Kedua pentil susu istriku itu pastilah sudah basah kuyup oleh lumuran ludah pamanku. Ketiak-ketiak istriku tampak sangat sensual saat dia memegang erat kepala Pak Lik dan meremasi rambutnya. Ketiak-ketiak itu pastilah sudah merasakan jilatan lidah pamanku, yang sejak tadi aktif bergentayangan menebar nikmat. Kembali aku ambruk ke ambenku.

Rasa pusing di kepalaku sangat menyakitkan. Tanganku berusaha memijit-mijit kepalaku sendiri untuk mengurangi rasa sakitnya. Tetapi setiap kali aku mendengar suara erotis dari pasangan mesum itu, akupun tergoda untuk kembali mengintip lubang dinding di sampingku.

Kulihat kontol Pak Lik terasa semakin sesak saja menembus memek Dik Ningsih. Dia tarik keluar pelan dengan dibarengi desahan beratnya dan rintihan nikmat Dik Ningsih, kemudian mendorongnya masuk kembali dengan desahan yang berulang. Dia lakukan itu berulang-ulang, desahan nikmat dari keduanya juga terdengar berulang. Kemudian kulihat tusukan kontol Pak Lik semakin dipercepat. Mungkin kegatalan birahi mereka terasa semakin menjadi-jadi.

Tak lama kulihat Pak Lik tidak lagi melumati bibir Dik Ningsih. Dia turun dari amben dan menarik pelan pinggul istriku ke pinggiran ambennya. Lalu dia mengangkat salah satu tungkai kaki istriku sehingga menyentuh bahunya yang bidang. Dengan cara itu rupanya Pak Lik ingin bisa lebih dalam menusukkan kontolnya ke memek Dik Ningsih. Akibatnya kenikmatan yang tak berperi melanda istriku. Dia meremas-remas sendiri susu-susunya. Kepalanya dengan rambut telah acak-acakan, terus bergoyang ke kanan dan ke kiri, menahan siksa nikmat yang tak terhingga.

Melihat itu hatiku menjadi semakin panas. Mereka benar-benar biadab. Mereka sudah tidak lagi memperhitungkan aku, suami sahnya dan keponakannya yang kini berada di kamar sebelah, tengah tergeletak karena sakit yang membuatku merasa hampir mati....

Tiba-tiba selintas pikiran hinggap di kepalaku. Oh begitu rupanya�..

Aku jadi paham sekarang penyebab peristiwa terkutuk ini. Sebelum kami makan malam bersama tadi, kami sempat bersalin pakaian terlebih dahulu. Berbeda denganku yang langsung menggantikan pakaianku yang basah dengan pakaian cadangan, istriku menyempatkan diri untuk mandi sejenak. Nah di rumah Pak Lik, letak kamar mandi dekat dengan dapur, hanya dibatasi satu ruangan kosong multi fungsi. Saat istriku pergi mandi, Pak Lik memang sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan malam. Aku pikir mungkin inilah awal dari peristiwa itu. Istriku yang memang suka dengan Pak Lik, sengaja mandi tanpa mengunci pintunya rapat-rapat. Tentu saja bagi lelaki yang lama menduda seperti Pak Lik, pancingan Dik Ningsih itu bagaikan rejeki nomplok. Pamanku mungkin memakai kesempatan itu untuk mengintip istriku mandi secara leluasa.

Ketika aku kembali mengintip, tahu-tahu keduanya sudah berganti posisi. Kali ini pamanku sudah berbaring di atas amben kembali, sementara istriku berada di atas tubuhnya, asyik menungganginya. Pak Lik tampak asyik meremasi pantat Dik Ningsih, sementara istriku asyik bergerak naik-turun sambil meremasi payudaranya sendiri.

Tak lama gerakan mereka mulai berubah lagi. Keduanya bergerak semakin liar. Masih dengan istriku menunggangi tubuhnya, pamanku bangkit dan langsung membenamkan wajahnya di gunung kembar istriku. Di sana dia sibuk menyusu di payudara istriku bergantian, yang kanan dan yang kiri. Mendapat serangan yang menggila itu, istriku tampak semakin histeris. Desahan birahinya terdengar semakin keras, membuat siapapun yang mendengarnya, menjadi sangat terangsang. Sementara di bawah sana, kontol pamanku tampak semakin mengkilat saja. Berhiaskan lendir birahi istriku, kontol itu keluar-masuk memek Dik Ningsih dengan cepatnya, membuat suara ambennya semakin keras terdengar.

Keduanya pun sudah bugil kini. Tiada lagi kaus putih yang membungkus tubuh pamanku, menyajikan pemandangan yang mengagumkan dari tubuh kekar berotot lelaki berusia setengah abad, yang mengkilat oleh keringatnya. Begitu juga kaus tank-top hijau dan celana dalam Dik Ningsih yang tadi masih tersampir di salah satu kakinya, sudah hilang entah ke mana. Membuat lekak-lekuk di tubuh sintalnya terlihat semakin jelas. Sekarang keduanya tampak sangat seksi dan... sangat serasi! Sesuatu yang aku benci sekali mengakuinya!!!

Pompaan kontol pamanku di memek istriku, suara beradunya paha dengan paha, desahan berat Pak Lik dan rintihan nikmat tak berkeputusan Dik Ningsih, membuat simfoni erotis yang terdengar sangat indah di malam yang dingin dan sunyi ini. Kalau tadi pompaan kontol Pak Lik tampak cepat, sekarang kulihat gerakan mengayunnya semakin diperlambat. Rupanya pamanku sedang mempraktekkan teknik bercintanya yang baru. Sekitar tiga atau empat kali pompaan biasa, dia membuat satu hentakan keras dan bertenaga. Tampaknya dia berusaha membuat kontolnya lebih dalam lagi menembus memek istriku. Begitu dia lakukan berkali-kali. Tentu saja istriku semakin histeris dibuatnya.

Istriku seakan tidak mau kalah dengan Pak Lik. Sambil memeluk leher pamanku yang kokoh, dia putar-putar pinggulnya secara liar, memainkan kontol lelaki tua yang sejak tadi aktif memompa memeknya. Desahan berat pamanku terdengar semakin keras dan tak berkeputusan merasakan nakalnya pantat dan pinggul Dik Ningsih saat memainkan �tongkat saktinya�. Jeleknya Dik Ningsih, teknik seperti itu tak pernah dia praktekkan kepadaku saat kami bercinta. Benar-benar setan wanita itu!!!

Kusaksikan saat ini, mereka sudah sangat lupa diri. Kenikmatan nafsu birahi telah menghempaskan mereka ke sifat-sifat hewaniah yang tak mengenal lagi rasa malu, sungkan, iba, hormat dan harga diri. Mereka sudah hangus terbakar oleh nafsu birahi yang menggelora. Menjadi budak nafsu setan yang bergentayangan di dalam diri mereka sendiri. Aku terbatuk-batuk dan mual. Pusing kepalaku langsung menghebat. Sementara racauan penuh nikmat yang dari mulut keduanya, terdengar tak berkeputusan dan semakin keras.

Dengan suara yang sengaja kukeraskan aku mengeluarkan dahakku ke ember yang telah disediakan, disusul dengan muntah-muntah benaran. Aku berharap dengan tindakanku itu segalanya pasti berhenti. Mereka akan bergegas menolong diriku. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Suara amben itu justru terdengar semakin berisik. Sehingga kini ada dua sumber suara berisik di dalam rumah ini. Suara manusia yang sedang tergeletak kepayahan di kamar ini dan suara erotis sepasang manusia, berkejar-kejaran dalam nafsu setan di kamar itu.

Aku tahu mereka dalam keadaan tanggung. Puncak nikmat sudah dekat dan nafsu birahi untuk memuntahkan segalanya sudah di ubun-ubun. Mereka pasti berpikir, biarkan saja aku menunggu di sini. Membiarkan aku sendiri dengan gelisah, pusing, campur sakit hati akibat dikhianati. Edannya, tak lama aku justru terpengaruh oleh mereka.

Kontolku yang ukuran panjang dan diameternya hanya setengah dari kontol Pak Lik telah terbangun dari tidurnya. Walaupun pusing di kepalaku masih tetap menghebat, kontolku berdiri dengan tegangnya, terangsang oleh desahan erotis yang sangat memukau dari kamar sebelah. Aku berusaha mati-matian untuk meredam kontolku yang terus menegang gara-gara suara erotis itu, sebelum akhirnya aku kembali tergoda untuk mengintip kembali. Aku ingin tahu sejauh mana pamanku itu bisa memuaskan Dik Ningsih, perempuan yang kuat sekali syahwat hewaniahnya.

Saat kembali aku mengintip, keduanya sedang berancang-ancang untuk berubah posisi lagi. Rupanya gairah seksual yang menggebu-gebu membuat stamina mereka seakan tiada batasnya. Masih dengan pamanku berbaring di atas amben, istriku segera memutar tubuhnya. Kepalanya mengarah ke selangkangan Pak Lik, sedangkan selangkangannya dia arahkan ke kepala pamanku. Oooo... rupanya mereka ingin saling menjilati kemaluan lawan mainnya, posisi 69...

Kembali desahan berat dan rintihan nikmat terdengar saling bersahutan. Wajah Dik Ningsih tampak timbul tenggelam di antara selangkangan pamanku, begitu pula sebaliknya. Dalam posisi ini mereka terlihat saling berlomba memberikan kepuasan dalam menikmati kemaluan pasangannya. Hisapan, jilatan dan kocokan tangan istriku di kontol pamanku beradu cepat dengan jilatan, hisapan, dan tusukan jari-jari kekar Pak Lik di memek Dik Ningsih....

Posisi cabul yang baru itu sontak membuat hatiku tambah panas saja. Dik Ningsih selalu menolak perintahku untuk mengulum kontolku dengan berbagai alasan. Sebaliknya terhadap pamanku, dia melakukannya dengan senang hati. Lihatlah itu... betapa intensnya dia menjalari batangan kaku dan kekar milik pamanku dengan lidahnya... Betapa semangatnya dia menyedot-nyedot �helm tentara�nya... Betapa tekunnya dia menghisap-hisap �kantung menyan� Pak Lik... Betapa wajahnya sangat menikmati kegiatan cabulnya itu...

Sebaliknya Pak Lik seakan tidak mau kalah. Dia tak hanya menjilat, menghisap dan menusukkan jari-jarinya ke lubang memek istriku saja. Pak Lik juga turut menjilati lubang anus istriku sambil sesekali jari-jarinya yang kasar menusuk lubangnya. Membuat erangan nikmat keduanya, terdengar semakin keras bersahut-sahutan. Sekali lagi aku hanya bisa merutuk dan merutuk melihat kenyataan itu. Sungguh bangsat pasangan laknat itu!!!

Adegan seru itu tidak berlangsung lama. Begitu dirasanya puas, mereka berganti posisi lagi. Masih di atas amben, keduanya segera memposisikan diri. Tak lama mereka sudah kembali bergoyang-goyang. Mereka bercinta dalam gaya anjing di kamar itu. Hanya saja bukan lubang memek istriku lagi yang menjadi sasaran keganasan kontol Pak Lik, melainkan lubang anus Dik Ningsih...

Kulihat Dik Ningsih tampak termehek-mehek. Merasakan betapa nikmatnya lubang anusnya, dijejali kontol sebesar itu. Memang ada sedikit bayangan rasa pedih di wajah cantiknya, tetapi perempuan binal itu justru menyemangati Pak Lik agar lebih liar lagi dalam memompa anusnya...

�Aaahhhsss... aahhhsss.... aaahhhsss... Teeerrruussshhh... Paakkk Liiik... Eennnaaakkkhhhh...�
��Hhhoohhhh... hhhooohhhh... Diiikkksss.... Diikkksss... apaanyaahhh... yaanngghh... hhhooohhh... ooohhh... Ennaaakkkhhh...?� pancing pamanku.
�Ittuuhhh... ooohhh.... aaahhhsss... kooonnntttooolll... Paakkkhhh... Liiikkkhhhsss... Eennnaaakkhhh...� sahut Dik Ningsih.
�Mmaassaaahhh sssiiihhh caannnttiikkkhhh... Ennnaaakkkhhh... aahhh... betuuulllsss... ennnaaakkkhhh... kontoolllsshhhkkuuu... iiinnniiihhhh?� ujar Pak Lik dengan terus menyodok anus istriku tanpa ampun.
�Aaahhhsss... ooohhh... aaahhhsss... bbbeeennnaaarrrkkkhhh... aaakkkhhh... aaahhh...Eennnaaakkkhhh.... sssuumpppaaahhh...� balas istriku dengan matanya yang merem melek keenakan.

Kuakui lubang anusnya masih perawan, karena Dik Ningsih selalu menolak kalau anusnya dientot olehku. Bangsat!!! Hanya itulah ungkapan yang pantas mewakili kekesalan hatiku saat ini kepada Dik Ningsih....

Gerak dan ayun pasangan laknat itupun sampai di puncaknya dalam posisi ini. Begitupun ekspresi di wajah mereka. Ketampanan wajah Pak Lik dan kecantikan wajah Dik Ningsih menjadi jelas terlihat. Desahan berat pamanku bersahut-sahutan dengan erangan histeris istriku, merasakan nikmatnya anal seks itu. Rambut Dik Ningsih yang indah dijadikan tali kekang oleh tangan kanan Pak Lik. Sementara tangan kirinya, memegangi pinggul istriku sambil aktif mengocok lubang memeknya dengan jari-jemarinya. Sedangkan kedua tangan istriku mencengkram pinggiran amben itu dengan erat.

�Pppaakkk� Liiikkkhhh� ooohhh� terusshhh� Paakkk� eennnaaakkk� Paaakkkk��
�Ooohhh� Dddiiikkk� Ooohhh� ooohhhh� aaannnuuusss� mmmuuhhh� eeennnaaakkk� banggeeetttt� �
�Ooohhh� terussshhh� aaahhh� terussshhh� Paaakkk� Leebiiihhh� Keraassshhh� Aaahhhh� Aaahhh� Laaggiiihhhh�. �

Ketika ejakulasi mereka akhirnya hadir, suara-suara di rumah ini benar-benar gaduh. Aku yang muntah-muntah tanpa henti dengan suaraku seperti seekor babi yang sedang disembelih bercampur dengan suara histeris Pak Lik bersama Dik Ningsih, meraih orgasme mereka secara beruntun, diakhiri ejakulasi yang datang hampir bersamaan. Untuk sesaat suara amben masih terdengar berisik untuk kemudian reda dan sunyi, berganti dengan suara-suara kecupan bibir, suara pujian saling memuja, dan suara nafas yang tersengal-sengal. Sementara di sebelah sini aku masih mengeluarkan suara dari batukku disertai dengan rasa mau muntah yang keluar dari tenggorokanku.

Tak lama istriku muncul di pintu. Dipegangnya kepalaku.
�Ah, kok semakin panas mas, obatnya diminum lagi ya?� katanya.

Kemudian dengan kuat tangannya meringkus kepalaku dan memaksakan obat cair itu masuk ke mulutku. Aku terlampau lemah untuk menolaknya. Saat jari-jarinya memencet hidungku, aku yang mengalami kesulitan nafas, terpaksa menelan habis seluruh obat yang disuapkannya ke dalam rongga mulutku. Kemudian disuruhnya aku minum air hangat. Sebelum air itu habis kuteguk aku sudah kembali jatuh tertidur pulas. Praktis aku tidak punya alibi sedikitpun atas apa yang selanjutnya terjadi di rumah ini hingga 6 jam kemudian saat aku terbangun.

Jam 9 pagi esoknya aku terbangun lemah. Pertama-tama yang kulihat adalah dinding di mana aku mengintai selingkuh istriku dengan Pak Lik. Aku marah pada dinding itu. Kenapa begitu banyak lubangnya sehingga aku bisa mengintip. Aku juga marah pada diriku sendiri, kenapa aku yang sakit ini masih-masihnya tergoda untuk mengintip ke dinding itu. Menyaksikan istriku yang sedang asyik menanggung nikmat, digojlok secara brutal oleh pamanku. Tapi saat aku ingin teriak karena teringat peristiwa semalam, Dik Ningsih muncul di pintu kamar. Pandangan matanya terasa sangat lembut dan perhatian. Dia mendekat dan duduk di ambenku. Dia ganti kompres di kepalaku dengan elusan tangannya yang lembut sambil berkata,

�Mas Wahyu (begitu dia memanggilku) semalaman mengigau terus. Panas tubuhnya tinggi. Aku jadi takut dan khawatir. Pak Lik bilang supaya aku ambil air dan kain untuk mengompres kepala Mas Wahyu�

Mendengar mulutnya menyebut �Pak Lik� yang aku ingat betul sama persis nada dan pengucapannya saat dia asyik bergelut dengan pamanku semalam, seketika itu darahku mendidih. Tanganku seketika mencekal blusnya. Aku ingin sekali menampar wajahnya yang cantik itu. Tetapi senyum teduhnya kembali hadir di bibirnya.

�Hah, apa lagi mas, apa lagi yang dirasakan, sayang?� ucapnya lembut tanpa prasangka apapun atas perlakuan kasarku barusan, menatapku dengan air mukanya yang anehnya tampak tetap suci bersih.

Langsung didih darahku surut. Aku tak mampu melawan kelembutan sikap dan senyumnya yang menawan itu. Kutanyakan padanya di mana Pak Lik sekarang, dengan bola mata berbinar Dik Ningsih menjawab pamanku sedang berada di sawahnya. Hari ini giliran dia untuk membuka pematang agar air sungai mengalir ke sawahnya. Dia juga bilang agar aku banyak istirahat saja dulu. Dia sudah menelepon orang tua di Yogya dari HPku, mengabarkan bahwa aku sakit dan akan istirahat dulu di Redjo Legi selama 3 hari ke depan. Rupanya demamku sangat parah sehingga aku harus dirawat di Redjo Legi selama 3 hari penuh. Kemudian dia beranjak dan kembali dengan sepiring bubur sum-sum, aku disuapinya.

Aku jadi berpikir apa yang sesungguhnya terjadi tadi malam. Apakah panas tubuhku yang sangat hebat, telah membawaku ke alam mimpi? Sampai-sampai aku menggigau sepanjang malam sebagaimana kata istriku, ataukah perselingkuhan Pak Lik dengan istriku itu memang benar-benar sebuah kenyataan? Kembali kepalaku berputar-putar rasanya. Istriku kembali mencekokiku dengan obat yang dibawanya. Akupun kembali tertidur.

Sebelum aku terlelap benar, istriku dengan penuh kasih memeluk kepalaku. Dia mengelus-elus kepalaku sambil mendekatkannya ke dadanya. Pada saat itu aku merasakan semburat aroma yang lembut menerjang ke hidungku. Aroma yang sangat kukenal, aroma ludah dan sperma lelaki yang telah mengering. Aroma itu keluar dari payudaranya dan bagian lain tubuhnya. Obat tidurku tak memberi kesempatan padaku untuk melek lebih lama. Aku kembali pulas tertidur.

Selanjutnya selama 3 hari ke depan, setiap malam aku selalu benar-benar terlelap, sehingga tak lagi tahu apa yang sedang terjadi di antara mereka, Pak Lik dan Dik Ningsih, selama sisa hari-hari itu. Saat berpamitanpun, aku tidak melihat tanda-tanda mencurigakan itu dari wajah keduanya saat mereka sedang berpamitan. Keduanya berpisah secara sewajarnya.

Sampai kini, 6 bulan sesudah peristiwa itu, aku tetap tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Apakah peristiwa mesum itu hanyalah khayalanku belaka atau memang benar-benar terjadi? Aku tidak mempunyai alibi apapun untuk mempertanyakan keinginan tahuku pada istriku. Juga tidak punya keberanian untuk itu. Aku sangat khawatir akan kehilangan dirinya. Yang mungkin bisa dan perlu aku lakukan adalah memilih jalur utara yang padat saat pulang mudik yang akan datang. Juga seterusnya.

Namun yang pasti, jika dugaanku benar istriku dan Pak Lik berselingkuh, aku yakin keduanya tak akan berhenti sampai di situ saja. Perselingkuhan itu pasti akan terus berlangsung, entah sampai kapan....- Cerita Seks Terbaru, Cerita Dewasa Hot, Cerita Mesum Seru -

Uhuk!! (Jangan diliat gan)

SILAHKAN DI NIKMATIN GAN!!








Kenapa coba tangan di angkat2....kan toketnya jadi keliatan kecil.

Dikirimin temen ane yang lagi di BO.

tapi ga tau gayanya kok tangan di keatasin semua.




Dapat dari hp kakak

Dapat dari hp kakak



70507197_3.jpg 70507198_4.jpg 70507199_5.jpg 70507200_0000150.jpg 70507201_0000150.jpg 70507202_img00574_20120402_23.jpg 70507203_img00575_20120402_23.jpg 70507204_img01005_20120427_09.jpg 70507205_img01014_20120427_09.jpg

Intip ABG cakep mandi

Intip ABG cakep mandi





Kamis, 10 September 2015

Penjaga Kosanku


Penjaga Kosanku



Jarum jam di tangan santi menunjukkan pukul 11.00 malam, saat ia membuka gerbang kosan yang telah ditutup sejak 2 jam yang lalu. Ia berjalan kelelahan setelah seharian mengerjakan tugas kelompok bersama 3 temannya.
Santi adalah mahasiswi Ilmu Komunikasi di salah satu PTN di wilayah Bandung. Saat ini ia tengah menempuh semester 6. Santi termasuk mahasiswi yang rajin dengan IPK di atas 3,5. Tetapi lain halnya untuk urusan asmara.
Santi merogoh tas mencari kunci kamar kosannya. Saat itu penjaga kosan bernama Pak Damar menyapanya.
�Neng Santi. Baru pulang malam-malam begini?�
�Eh, Pak Damar.�, Ujar Santi dengan sedikit terkejut sambil menoleh, �Iya, Pak. Baru selesai ngerjain tugas di kosan teman.�
Pak Damar tidak lagi menjawab, Ia hanya menganggung sambil berjalan menuju pos jaga.
Akhirnya Santi berhasil menemukan kunci di dalam tasnya. Ketika Ia membuka pintu, kamarnya terlihat gelap gulita, Ia baru teringat lampu kamar mati sejak pagi tadi sebelum Ia pergi.
�Pak Damar!� teriak Santi.
�Iya, Neng.� jawab Pak Damar sambil berdiri di depan pintu pos jaga.
Santi berjalan mendekat. �Pak, bisa minta tolong? Lampu kamar saya mati, tadi lupa beli.�
�Oh, bisa Neng. Warung di depan masih buka. Sini saya belikan.�
Santi mengeluarkan selembar uang 20rb. �Beli yang bagus ya Pak. Kembaliannya ambil saja.�
�Sip, Neng.�, Ujar Pak Damar sambil mengambil uang dan berjalan pergi.
�Oia, Pak. Tolong sekalian dipasang ya Pak. Langit-langitnya tinggi. Saya mau mandi, nanti langsung masuk saja. Pintunya ga dikunci.�
Pak Damar mengangguk sambil terus berjalan.
Pak Damar berusia sekitar 50 tahun. Pipinya yang tirus membuatnya terlihat tua. Selain menjadi penjaga kosan, Ia juga bertani di sawah belakang kosan. Itu sebabnya warna kulitnya terlihat sangat gelap kecoklatan.
Santi memasuki kamar, menutup pintu, dan mulai membuka pakaiannya satu persatu. Ia membuka kaos dan jins yang dipakainya sejak pagi hari. Melemparkannya ke tumpukan pakaian kotor. Dengan BH dan celana dalam Santi berjalan ke kamar mandi kemudian menyalakan keran air. Pintu kamar mandi ditutup. Santi melepas BH dan celana dalam, meletakkannya di ember yang khusus disediakan untuk pakaian dalam.
Ia mulai mengguyurkan air dari ujung kepala. Segar sekali rasanya ketika tetesan-tetesan air membasuh rambut, wajah, leher, pundak, dan payudaranya. Beberapa tetesan kecil menyentuh puting santi yang berwarna merah muda. Ia kembali mengguyur tubuhnya, kali ini air membasuh perut, paha, dan bongkahan pantat Santi yang begitu mulus berwarna putih bersih. Sedikit tetesan air dengan genitnya menjalar ke selangkangan Santi, menyapu kulit vagina yang tembam, merangsek ke sela-sela vagina seperti sebuah lidah yang ingin menjilat klitoris.
Santi mulai membersihkan tubuhnya dengan sabun cair. Dioleskan sabun cair di dada dan payudaranya. Ia menggosok perlahan sambil mengelus-elus payudaranya. Tiba-tiba darahnya mengalir lebih cepat. Ada gelombang nafsu yang mulai menguak dari dalam diri Santi. Tidak biasanya Ia menjadi nafsu karena sentuhan tangannya sendiri, mungkin karena sudah 1 bulan lebih tidak ada yang merambah tubuh indahnya. Elusan tangan kanan ke payudaranya mulai berubah menjadi remasan, sementara tangan kirinya bergerak menyentuh vagina yang sudah tidak sabar ingin dimanja. �Mmpphhhh�� eluh santi keluar dari mulutnya.
Sudah lebih dari 1 bulan yang lalu Santi putus dengan Jaka. Laki-laki kedua yang pernah bersetubuh dengan Santi. Santi mengakui bahwa Jaka lebih pintar dalam urusan sex ketimbang pacar pertamanya. Dan itu yang membuat santi selalu ingin bersama Jaka, hingga suatu hari Santi mengetahui ternyata jaka berselingkuh. Mengingat kejadian perselingkuhan Jaka, seketika itu emosi santi muncul. Nafsu yang melanda sebelumnya hilang begitu saja. Santi bersegera menyelesaikan mandinya. Ia membasuh sabun-sabun di tubuhnya.
Saat ingin mengeringkan tubuh dengan handuk, santi baru tersadar handuknya tidak ada. Ia biasa melakukan hal seperti ini � tidak membawa handuk ke kamar mandi. Santi membuka pintu kamar mandi. Dengan sangat terkejut, santi melihat sosok seorang pria tua, berwajah tirus, berkulit coklat tua, sedang duduk di ranjang sambil melihat tubuh santi yang tanpa busana. Tubuh santi kaku tak bergerak akibat syok, wajahnya memerah karena malu. Sementara Pak Damar masih terus menatap santi. Tubuh santi yang masih basah terlihat kemilau akibat pantulan cahaya. Payudaranya membusung, meneteskan air tepat dari puting merah mudanya. Dari vaginanya yang seolah mengintip Pak Damar terlihat mengucurkan air sisa pembersihan tubuh santi. santi berusaha menguasai kembali tubuhnya. Setelah kesadarannya pulih, dengan cepat santi kembali masuk ke kamar mandi. Menutup rapat pintu kamar mandinya.
�Ma� maaf Pak. Saya lupa handuknya. Bisa tolong ambilkan di meja?� minta santi dengan suara gemetar. Klek.. santi seperti mendengar suara pintu terkunci. Suaranya begitu samar hingga ia tidak yakin betul.
�Ini, Neng.� Ujar Pak Damar dari balik pintu kamar mandi.
Santi membuka sedikit celah kamar mandi, menjulurkan tangannya mengambil handuk dari tangan Pak Damar. Ia segera mengeringkan tubuhnya.
Santi keluar berbalut handuk � yang sialnya adalah handuk kecil. Handuk yang ia kenakan tidak mampu melilit seluruh tubuhnya. Ujung handuk ia pegang dengan tangan kiri, sementara sedikit celah memperlihatkan pinggul dan paha santi. Dada santi pun tidak tertutup dengan baik, belahan indah payudara dan sedikit tepian puting berwarna merah muda mencuat begitu menggoda. Handuk bagian bawah hanya menutupi sekitar 5 cm ke bawah dari vagina santi. Santi berjalan perlahan, mata Pak Damar tidak sedetik pun lepas dari tubuh santi.
�Ee.. Neng, itu lampunya sudah saya pasang.� Ujar Pak Damar sambil berdiri memecah kebisuan.
�Iya, pakk..� jawab santi pelan, �Maaf Pak, saya mau pakai baju.� Lanjut santi, berharap Pak Damar sadar untuk meninggalkan kamarnya.
�Oh, iya Neng. Tapi saya boleh pinjam kamar mandi? Mau buang air kecil.� Pinta Pak Damar.
�Bukannya di luar ada pak yang biasa dipakai.� Sergah santi sedikit kesal.
�Kebelet Neng. Sebentar kok.� Dengan cepat Pak Damar masuk kamar mandi tanpa menunggu persetujuan santi.
Santi mendengar kucuran air seni Pak Damar begitu deras. Segera ia mananggalkan handuk menggantinya dengan daster favoritnya.
Tak lama Pak Damar keluar. Bejalan menghampiri santi.
�Neng Santi, ada yang bisa dibantu lagi?� Tanya Pak Damar. Sekarang ia telah berdiri tepat di depan santi. Belum sempat santi menjawab pertanyaan tersebut, Pak Damar mengelus rambut santi.
�Bapakkk�� ujar santi sambil berjalan mundur menghindari tangan kasar Pak Damar.
Pak Damar terus mendekati santi, sementara santi terus mundur menghindar hingga tubuhnya terbentur tembok. Pak Damar merapatkan tubuhnya ke santi yang sudah terpojok.
�Pak, jangan pak.� Lirih santi. Sementara tangan Pak Damar kembali mengelus rambut santi yang wangi itu.
�Tenang aja neng. Itu neng Sasha juga lagi asik sama pacarnya. Kita jangan kalah dong.� Kata Pak Damar dengan tenang penuh keyakinan.
�Pak, tolong pak. Jangan. Saya teriak kalau bapak bagini terus.� Papar santi penuh ketegaran di tengah posisinya yang tidak baik itu.
�Neng mau teriak? Lalu orang-orang datang. Saya diusir. Tapi besoknya saya ke sini sama temen-temen lho. Khusus buat Neng Santi.� Ancam Pak Damar penuh kemenangan.
Santi terteguh mendengar ancaman itu. Membayangkan dirinya dikroyok orang-orang sekelas Pak Damar. Mengerikan. Santi bukan termasuk wanita hipersex. Ketika ketakutan melanda pikiran santi, Pak Damar melanjutkan kata-katanya. �Sudah lah neng. Biasanya juga sama pacarnya kan. Kalau tidak salah udah lebih dari 1 bulan ga diservis ya neng? Sini sama bapak aja.� Pak Damar terus meraba santi, kali ini lengan santi menjadi sasaran. Bulu kuduk santi merinding ketika kulit putih mulusnya bersentuhan dengan tangan Pak Damar. Ditambah lagi kata-kata Pak Damar tentang aktivitas sexnya benar-benar membuat santi malu. Wajahnya merah padam.
�Pak sudah pak. Jangan pak. Tolong.� Dengan wajah nanar santi memohon.
Pak Damar menekan tubuh santi ke bawah. �Isepin kontol bapak ya neng.� Pinta Pak Damar. Dalam posisi berjongkok, santi kebingungan harus bagaimana. Tentu ia pernah menghisap penis tetapi bukan dalam keterpaksaan seperti ini. �Ayo neng. Turunin dulu celana bapak. Trus isep. Ga perlu saya kasarin kan supaya neng mau. Ato ga harus saya panggil temen-temen saya kan.� Pak Damar kembali mengancam dengan sikap begitu tenang.
Santi mulai menurunkan celana pendek Pak Damar. Tangannya gemetar, keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitnya. Santi terus menarik hingga kaki Pak Damar, ia menatap celana yang telah terlepas tanpa melirik ke atas.
�Ayo neng, liat ke atas dong.� Perintah Pak Damar sambil tertawa pelan.
Santi mengangkat wajahnya. Terkejut melihat sebuah penis yang sudah keras tidak lagi ditutupi celana dalam mengacung tepat mengarah ke wajahnya. �Baa� pak ga pake celana dalam?� pertanyaan polos keluar dari mulut santi. �Itu ada di kamar mandi. Sama baju dalam kamu yang lain.� Jawab Pak Damar sambil terkekeh.
Pak Damar memajukan penisnya. Kepala penisnya menyentuh bibir santi yang manis. �Dibuka neng bibirnya.� Pinta Pak Damar. Santi membuka mulutnya dengan penuh keraguan. Penis Pak Damar mulai masuk dengan perlahan ke mulut santi.
Pak Damar mulai menggoyang-goyangkan penisnya menyodok mulut santi, dengan kedua tangannya yang menggenggam kepala santi. Sementara itu kedua tangan santi memegang kaki Pak Damar sambil berusaha melepaskan diri. Mphhh�.. mpphhhh� penolakan santi hanya terdengar seperti lenguhan.
�Ahhh�. Achhh� bibirnya enak banget neng. Ahhh.. terus neng.� Rancau Pak Damar sambil terus menggoyangkan pantatnya.
Berselang 2 menit kemudian. Pak Damar berhenti mengocok penisnya, tetapi ia membiarkan penis hitamnya tetap di dalam mulut santi. Nafas santi mulai terengah-engah. �Neng, lidahnya mainin dong di dalam.� Pinta pa damar, �Achh� iyaaahhh.. gitu neng� pinter bangettt.. achhhh�.� Lidah santi bergoyang-goyang mengelus-elus penis di dalam mulutnya dengan lembut. Kepala penis Pak Damar selalu tersentuh lidah santi. Sesekali ada hisapan yang santi lakukan. Pak Damar semakir merancau menikmati penisnya dalam mulut santi.
�Sudah Neng Santi. Saya ga kuat sama lidah neng. Ahhh�.� Pak Damar mengangkat tubuh santi. �Pacar neng untung banget dapetin neng. Cantik, mulus, jago ngisep kontol.� Pak Damar mulai kembali mengelus lengan santi yang tidak tertutupi.
�Pak sudah pa. haahhh� jangan dilanjutkan pak.� Keluh santi dengan wajah memelas meminta menyudahi permainan Pak Damar dengan nafas terengah-engah. Pak Damar menyibakkan rambut santi kebelakang, lehernya yang jenjang terbuka lebar. Dengan sigap Pak Damar mulai mencium lembut dan menjilat leher santi. Sementara tangannya meraba perut santi.
�Mpphhhh� pak, sudaahh.. ahh.. mpphhh..� Gejolak nafsu mulai melanda santi, namun ia tetap berusaha menahannya sekuat tenaga. Pak Damar membalikkan tubuh santi, ia menyibak rambut yang menutupi leher dan tungkuk. Pak Damar kembali menciumi sambil menjilat bagian sensitif santi tersebut. �ahhh� pak hentikannn.. mmppphhhh.�
Pak Damar mendekatkan bibirnya ke kuping santi. �Neng Santi ini seksi sekali. Tadi saya intip dari etalase waktu neng mandi. Enak ya neng ngeremes tetek sendiri. Saya bantu ya sekarang.� Bisik lebut Pak Damar ke telinga santi. Mendengar bisikan itu santi seperti kehilangan harapan. Dilihat tanpa busana, ketahuan ML, dan sekarang ia tahu Pak Damar melihat saat ia akan masturbasi.
�Saya remes ya neng teteknya.� Jemari Pak Damar merambat menuju 2 payudara santi. Saat jemari menyentuh payudara. �Lho, ga pake BH, neng?!� Tanya Pak Damar dengan sedikit terkejut. �Jangan-jangan?!� dengan cepat tangannya menyibak daster membuka bongkahan pantat santi. �Wah, si Neng bisa aja. Bilang ga mau tapi udah siap-siap gini.� Ledek Pak Damar. �Kan, mau tidur pak.� Ujar santi membela diri dengan percuma sambil membalikan wajah sementara jarinya tergigit di mulutnya. Pak Damar sibuk meremas pantat, sementara tangan kirinya meremas payudara santi. Posisi berdiri santi yang sedikit menungging semakin membuat seksi tubuhnya. �Paakkkk��, �Iya santi�, �Sudah ya mpphhh.. pakkk..�, �Yakin neng?� jemari Pak Damar menyentuh bibir vigina santi. �Achhh� paa..�. tangan Pak Damar menjulur ke wajah santi, memperlihatkan jemarinya yang tadi menyentuh bibir vagina santi.
�Neng Santi, ko basah ya?� canda Pak Damar. Santi menatap Pak Damar sambil tersenyum malu. �Bapak jahat ih.� suara manja terlontar dari mulut santi yang sebelumnya diisi penis Pak Damar. Tangan Pak Damar kembali mengelus pinggul santi. Sambil menciumi leher, Pak Damar berbisik, �Neng Santi, mau dilanjutin ga ni?�, �Mmmpphhh.. lanjutin apa pakkk?�, �n.g.e.n.t.o.t�, �ih, acchhh.. bapakkk..� tangan Pak Damar mulai meremas payudara santi. �Iya pakkk.. lanjutinnnn paak.. aahhh..�
�Pakkk.. aku mau ciuman yah.� Pak Damar mendekatkan wajah. �Mmpphhh.. pak, kontolnya aku pegang yah.. aku suka banget sama kontol bapak.� Bujuk santi. Pak Damar dan santi mulai saling berciuman. Lidah mereka saling melipat, bergesekan dengan lembut. Meningkatkan birahi keduanya. Mmpphhh�. Mmpphhhh� �Pak gendong aku ke kasur ya.� Pak Damar langsung mengangkat santi, merebahkannya ke atas kasur.
Santi menapat Pak Damar. �Pak, aku malu. Kayak cewe murahan.�, �Ngga ko neng. Nikmatin aja.�, Pak Damar kembali melibas bibir santi. Mmpphhhh� desah santi yang mulai tidak ditahan lagi. �Pak Damar. Mmphhh.. telanjangi aku. Mphh..�
Pak Damar mulai mengangkat daster santi. Vagina santi yang tembam ditutupi rambut-rambut tipis tercukur rapih. Pak Damar tak henti menatap tubuh santi yang terbuka perlahan, memperlihatkan keindahannya.
Santi mengangkat tangannya. Membiarkan daster favoritnya terlepas dari tubuh yang sekarang tidak tertutupi sehelai kain pun. Payudara santi yang tidak terlalu besar membusung dengan puting menegang, seakan meminta dijamah. Pak Damar memulai kembali dengan menciumi dan menjilati leher santi. Lenguhan terlepas dari mulut santi. Darah mendesir lebih cepat.
Pak Damar menurunkan ciumannya ke payudara santi. Menjilat turun di sisi payudara, berputar mengelilingi payudara santi. �eeuhhh.. pak, aku nafsu bangettt�� rancu santi memohon Pak Damar meningkatkan agresivitas.
Pak Damar menjilat kecil puting santi yang sudah sangat keras. Ia memberi kecupan kecil. �Neng Santi, putingnya keras banget.� Ujar Pak Damar sambil menatap santi yang sedang memejamkan mata. �mmpphhh.. iya pak. Emut puting aku pakkk.. remesss�� pinta santi.
Pak Damar mengemut puting santi sambil memainkan lidahnya, sementara tangan kanannya merepas payudara santi yang lain. �aahhh� eemmmppp� enaakkk pakk..� santi meremas rambut Pak Damar, menekan kepala Pak Damar ke payudaranya. �uughhh� pakk, mau ngentottt. Mauu kontolll.. aahhh..� rancu santi tak terkendali. Ia melepas cengkraman dari kepala Pak Damar. Pak Damar mengangkat tubuhnya melepaskan mulutnya dari puting santi. Ia mendekatkan diri ke wajah santi. Penisnya yang keras mengacung tepat di wajah santi.
�Tadi neng ga mau, bukan?� pancing Pak Damar. Santi mendekatkan hidungnya ke ujung penis Pak Damar. Menyentuh tepat di lubang kecil penis Pak Damar. Ia menghirup perlahan aroma penis yang khas sambil memejamkan mata. Ujung hidungnya merambat ke pangkal penis, pipi santi pun menempel ke batang penis Pak Damar.
�Sekarang aku mau pak. Sampe masuk kontol bapak ke memek aku juga aku mau.� Nafas santi mulai memelan, �aku emut lagi ya pak.� Pak Damar merubah posisinya, ia menyandarkan punggungnya ke tembok dengan posisi terduduk. Santi menundukkan wajahnya mendekati penis dengan posisi menungging di atas kasur. Jari jemarinya yang manis mulai menyentuh lembut kulit penis Pak Damar. Digenggamnya penis dengan satu tangan. Santi mulai menggerak-gerakkan tangannya ke atas-bawah.
�aacc..chhh� eehhh.. aahhh nenggg��
�Enak ya pakk..� ucap santi sambil menatap genit ke arah Pak Damar.
�eemmmhhhh�� sinta menjulurkan lidahnya. Menjilat ujung kepala penis yang semakin mengeras.
Tak lama jilatan sinta berubah menjadi emutan dan hisapan di kepala penis dengan tangannya yang masih terus mengocok. Pak Damar terus mendesah semakin keras. Lidah sinta bermain-main di dalam mulutnya, mengelus-elus kepala penis. Tiba-tiba Pak Damar bergetar kuat. �aachhhhh�.� Sebuah erangan panjang keluar dari mulutnya. Cairan sperma meleleh dari dalam penis.
�mmpphhhh..� santi masih mengocok penis dengan tangan kanannya, mulutnya masih diisi kepala penis Pak Damar menanti tetesan terakhir sperma. Ia melepaskan penis dari mulutnya, mengangkat kepalanya menghadap Pak Damar dengan wajah penuh senyum. �Liatin sperma bapak dong, neng.� Pinta Pak Damar. Sinta membuka mulutnya, menjulurkan lidahnya yang dipenuhi cairan berwarna putih susu.
Santi kembali menutup mulutnya. Tidak segera menelan sperma, ia justru memainkan sperma itu di dalam mulutnya. Menikmati aroma dan rasa sekaligus sensasi tersebut. Glek� sperma Pak Damar menuju perut santi. Santi menyeringai dengan wajah penuh kegembiraan. Ia mendekat ke Pak Damar, melupat bibir penjaga kosannya.
�Seneng banget sih, neng?� Tanya Pak Damar sambil mengelus payudara yang tidak tertutupi apapun.
�Sperma bapak enak.� Ucap santi dengan sedikit malu-malu sambil merebahkan tubuhnya di atas dada Pak Damar.
�Istirahat dulu ya neng. Nanti lanjutin.�
�Lanjutin apa pak?� Tanya santi sambil melihat Pak Damar.
Tidak langsung menjawab, Pak Damar menggerakkan tangannya. Menyentuh bibir vagina santi, kemudian menyelusupkan jari tengahnya ke sela bibir vagina. �lanjutin ini. Ngeringin memek kamu. Nih, basah.�
�ahhhh� mpphhhh�� eluh santi sambil menggigit bibir bawahnya, �ga ah, pak. Malu aku ngentot sama penjaga kosan.� Ucap santi sambil memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut di vaginanya.
�Supaya neng mau harus gimana?� Tanya Pak Damar.
Perlahan paha santi menjepit tangan Pak Damar, sementara tangannya mencengkram pergelangan tangan Pak Damar. Tubuhnya tidak ingin jejari Pak Damar lepas dari vaginanya.
�Katanya tadi ga mau dilanjutin.� Protes Pak Damar.
�Aku binal ya pak?� Tanya santi dengan wajah sayu.
�Neng Santi itu bispak. Bisa bapak entot kapan aja bapak mau.�
�aahhhh.. bapak jahat.. mmpphhh.. masukin jarinya pakk��
�Lanjutin nanti ya neng. Istirahat dulu.�
�Bapak bilang yang mesum-mesum dulu dong.� Pinta santi.
�Memek Neng Santi mau dijilatin nanti?� santi mengangguk, �Dimasukin kontol bapak? Kita ngentot.�
�Mau banget, pak� jawab santi dengan berbisik.
�Sampai puas!� ucap Pak Damar ikut berbisik. Mereka kembali berciuman. Kemudian tertidur bersama.

Pukul 03.00, santi masih tidur dengan nyenyak. Dalam mimpinya, santi merasakan kenikmatan yang menjalar di seluruh tubuhnya. Entah ia sedang �mimpi basah� atau tidak, tetapi ada eluhan-eluhan yang keluar dari mulutnya. Mmpphhhh� mmpphh�

Santi mulai sadar di tengah tidurnya. Matanya masih terpejam, tetapi Ia semakin menyadari kenikmatan di sekujur tubuhnya. Membiarkan tubuhnya menggelinjang kenikmatan. Santi tidak ingin membuka matanya, kemudian terbangun dari tidurnya. Ia ingin menikmati tidurnya yang penuh kenikmatan.

Lambat laun kesadarannya semakin menguat saat mendengar suara-suara kecupan. Santi mulai teringat bahwa Ia sedang tidur dengan Pak Damar tanpa busana yang menjanjikan kelanjutan permainan mereka. Santi membuka matanya untuk meyakinkan diri tentang apa yang dari tadi Ia rasakan. �Pakkk� mmpphhhh.. curannggg..� ucap Santi sambil menggigit bibir bawahnya menatap Pak Damar yang sedang menjilat vagina Santi.

Pak Damar mengangkat wajahnya. �Neng tidurnya nyenyak banget. Bapak ga enak banguninnya.� Tangan Pak Damar mengelus-elus paha Santi. �Jadi bapak mulai aja duluan.� Ucapnya sambil tersenyum. Santi membalas dengan senyum manis, kedua tangannya menjulur ke arah Pak Damar. Pak Damar mendekat, mendekap dalam pelukan Santi.

�Enak ya, neng. Kayak mimpi melayang-layang.�

�Mmm..� Jawab Santi dengan suara menggoda.

Mereka mulai bercumbu, dengan tangan saling meraba tubuh lawannya. Mmpphhh� hhmmmm�. Eluh masing-masing. Pak Damar mulai menurunkan kecupannya ke leher, dada, payudara, puting, perut, hingga ia kembali berkonsentrasi ke vagina Sinta. Diawali dengan kecupan kecil. �mmpphhh.. pakkk�� kemudian jilatan panjang, menjilat seluruh bagian luar vagina Sinta. Sinta mendesah semakin keras. Akhirnya Pak Damar memulai emutan di vagina Sinta, lidahnya menjulur masuk menjilat-jilat bagian dalam.

�aaacchhh� ennakkk pakk.. eehhhmmpphhh��

Slurrppp� slurrppp.. jilatan, hisapan, dan emutan Pak Damar bersuara semakin keras. Tubuh Santi tidak sanggup menahan kenikmatan dari vaginanya. Ia mengangkat pantatnya, mendorong vaginanya ke mulut Pak Damar yang sedari tadi menempel, seakan menginginkan lebih. Pak Damar paham betul, Ia mengangkat wajahnya, kemudian meletakkan jari jemarinya di bibir vagina Santi.

�Haahhh� aahhh..� nafas Santi memburu, �Iya begitu pakk.. eemmppphhh�� Santi menengadahkan wajahnya sambil mendesah saat jari tengah Pak Damar menekan dan mengelus klitorisnya. Pak Damar mendekatkan wajahnya ke Santi, Santi menyambut dengan ciuman begitu ganas. Nafsu telah menguasai tubuhnya.

Tangan Pak Damar sudah terjepit kuat paha Santi. Hanya jari jemarinya yang masih bisa bermain-main di vagina Santi. Santi terus menggelinjang kuat dengan suara desahan yang tertahan akibat berciuman dengan Pak Damar, merapatkan tangannya di punggung Pak Damar.

�Acchhhh� Pakkk, enakkk.. mmpphhhh..� lenguh Santi melepaskan ciumannya. Pak Damar semakin bersemangat ketika melihat ekspresi wajah Santi dipenuhi nafsu. Membayangkan seorang wanita yang usianya belum mencapai setengah usia Pak Damar, dipenuhi nasfu ingin bersetubuh. Pak Damar mempercepat gesekan jarinya di vagina Santi.

�Aaaaccchhhhh�.� Desahan panjang Santi disertai tubuhnya yang tiba-tiba menjadi kaku. Pahanya mencengkram kuat tangan Pak Damar hingga tidak bisa bergerak. Cairan bening keluar dari vagina Santi. Wajahnya meringis. Ia melonggarkan pahanya, melepaskan tangan Pak Damar. Sesekali tubuhnya masih mengejang, sementara dari vaginanya masih mengeluarkan cairan kenikmatan. Wajahnya masih dipenuhi ketegangan, hingga akhirnya senyum kepuasan menghiasi wajahnya.

�Enak banget, pak.� Ucap Santi dengan vagina yang masih menetesnya cairannya.

�Iya, bapak suka liat kamu lagi nafsu begitu.� Pak Damar mendiamkan Santi untuk beristirahat sejenak.
5 menit berlalu, mereka berbincang-bincang tertutama mengenai pengalaman Santi bersetubuh dengan lelaki lain. Santi merasa malu membicarakan hal tersebut, tetapi karena nafsunya masih tinggi membuatnya tidak lagi peduli.

�Pak Damar ga nikah?� Tanya Santi sambil mengelus-elus penis Pak Damar.

�Ada yang muda-muda kayak Neng Santi buat apa nikah.� Jawab Pak Damar membiarkan penisnya tetap mengeras. Mendengar jawaban tersebut, Santi teringat Mbak Wulan dan 3 mahasiswi lainnya yang dulu menempati kosan ini.

�Mmm.. Pantesan Mbak Wulan sama yang lain dulu betah banget ya ngekos disini. Jadi gara-gara ini.� Ucap Santi sambil mengocok penis Pak Damar, �Enak ya pak. Bisa ngentotin mahasiswi cantik terus.� Ketus Santi. Selain dirinya masih ada 2 mahasiswi yang saat ini menempati kosan tersebut. Apa Sasha dan Nadya pernah begini juga ya? Tanya Santi dalam pikirannya.

Pak Damar merubah posisinya, jari tangannya menyentuh bibir vagina Santi yang masih basah. �Udah ga sabar ya neng dimasukin kontol bapak?� Santi hanya mengangguk pelan, wajahnya tidak mampu menutupi kegembiraan atas pertanyaan Pak Damar. Santi mengambil kondom di laci meja belajarnya. Dengan penuh kasih sayang, ia mengelus-elus penis Pak Damar kemudian mengulum, memastikan penis itu telah mengeras kuat. Kondom tipis dengan perlahan disarungkan ke penis Pak Damar. Santi tersenyum tipis, membayangkan kenikmatan yang akan didapatnya.

Pak Damar memposisikan diri di atas tubuh Santi. Dengan paha terbuka, Santi tidak sabar menanti penis memasuki liang vaginanya. Kepala penis Pak Damar menempel dan menggesek-gesek bibir vagina Santi. �Neng, ga mau masuk nih. Mesti dibujuk dulu.� Ucap Pak Damar menahan jegolak nafsunya menyetubuhi Santi. Santi paham maksud Pak Damar, Ia menggenggam pinggul Pak Damar. Tetapi bukannya langsung menarik pinggul tersebut agar penis Pak Damar masuk, Santi mengawalinya dengan raut wajah penuh nafsu. �Pakkk� Masukin kontolnya ke memek aku yah.� Ucap Santi dengan nada memohon, �Aku udah ga kuat. Pengen ngentot, pakk.� Santi mulai menarik pinggul Pak Damar. Nafsu Pak Damar meningkat mendengar permintaan Santi, Ia pun mulai mendorong penisnya.

Penis Pak Damar mulai menjelajahi liang vagina Santi. �Uughhh.. Neng, enak banget memeknya. Mmpphhh..�

�Dorong terus pak. Masukin semuanya. Kontol bapakk kerr..ass bangett.. mmpphhhh..� Ucap Santi diakhiri desahan.

Perlahan seluruh penis Pak Damar masuk ke dalam vagina Santi. Mereka berdua bercium seperti sepasang kekasih. �Ayo, pak. Kocokin ke dalem. Aku suka kontol bapak.� Rajuk Santi. Pak Damar tersenyum senang, kemudian mulai menarik penisnya. Mmpphhhh� keduanya berdesah.

Pak Damar memulai persetubuhannya dengan tempo perlahan. Ia menarik dan mendorong penisnya perlahan untuk menikmati betul vagina Santi yang masih sempit. Sesekali Pak Damar mendorong dalam penisnya, hingga Santi mendesah panjang. Perlahan Pak Damar meningkatkan kecepatannya menggesek vagina Santi.

�Accchhhh� iya pak. Terus pak.. enakkk.. eeuuhhhh.. mmpphhhh.. kontol bapak ennaaakkk�� Santi mulai merancau saat gesekan penis Pak Damar semakin cepat. Nafas keduanya semakin menggebu.

�Memek neng sempit banget.. aaccchhhh� mmppphhhh��

�Iya pakkk� teruss.. uugghhhh� kocok terus pakkk..� Pak Damar semakin cepat mengeluar-masukkan penisnya.

�Tengkurep neng. Aahhhh��

�Iyah pakkk� accchhh� jangan dilepas pak kontolnya.. enak bangettt�� Santi membalik tubuhnya tanpa melepas penis dari vaginanya. Pak Damar memandangi bongkahan pantat putih bersih dengan penisnya yang keluar-masuk vagina santi. Nafsunya menggila. Ia mengocok semakin cepat.

�Accchhhh, enakan pakee jari ato kontol, nenggg?� Tanya Pak Damar dengan nafas menggebu.

�Kontol� Santi suka pakkeee konn.. toll bapak.. aaaahhhh.. terus pak..�

Pak Damar mengangkat pinggul Santi, ingin Santi menungging. Pak Damar terus mengocok vagina Santi yang semakin basah hingga terdengar suara kecipak air.

�Uuughhhh� ga kuat pakkk� aacccchhhhh.. oooghhhh�� Tubuh Santi bergetar, ada lelehan cairan keluar dari vaginanya. Pak Damar menahan penisnya di dalam tanpa gerakan. Menidurkan Santi dalam posisi terkelungkup. Pak Damar menindih tubuh Santi, sambil menggoyang-goyangkan penisnya perlahan.

�hhaaahhhh� enak banget pak.� Pak Damar mengecup pipi Santi.

�Mau lagi neng?�

�Sampe bapak puas. Memek aku buat kontol bapak.� Ucap Santi sambil mencium bibir Pak Damar.

Pak Damar mulai kembali mengocok vagina Santi dengan penisnya. Tangannya menyelusup ke payudara Santi. Meremas kuat tetapi lembut. Nafas Santi kembali meningkat. Ia melirik kebelakang, melihat pantat Pak Damar yang hitam bergoyang naik-turun. Sementara pantatnya sendiri tertindih Pak Damar. Santi menjulurkan tangannya, mengelus pantat Pak Damar. �Uuughhhh.. mmppphhh.. terusss pakk. Entotin akuuu..� rancau Santi sambil memejamkan matanya menikmati hujaman penis Pak Damar.

Pak Damar kembali mengangkat pinggul Santi. Menginginkan posisi itu kembali. �aacchhh� pakkk udah mau keluuarr?� Tanya Santi dengan nafsu terus menggebu. �Iya neng.. accchhh� sebentar lagii�� Pak Damar mempercepat kocokannya.

Santi menggigit bantal di depan wajahnya. Menahan kenikmatan di sekujur tubuhnya. Sementara tangannya meremas-remas kain sprei hingga sangat berantakan. �Ooohhhh,,, ooogghhh�. Pakkk ga kuaattt. Mau keluar lagiii.. oouugghhhh�� lenguh Santi tidak mampu menahan diri. �Iya, nengg. Bareng sama bapak.. aacchhhh��

Pak Damar menekan dalam penisnya ke vagina Santi. Spermanya keluar tertahan kondom yang dikenakan. Sementara vagina Santi kembali mengeluarkan cairan bening. Keduanya melenguh bersamaan. Panjang. Terdengar penuh kenikmatan.

Santi kembali tertidur dengan posisi terkelungkup, sementara Pak Damar menindih di atasnya. Penisnya tetap berada di dalam vagina Santi yang masih berkedut. Tubuh keduanya dibasahi keringat yang keluar dari pori-pori.

�Enak, neng?�

�Enak banget pak. Makasih ya.� Jawab Santi sambil mencium bibir Pak Damar.

�Bapak ke kamar ya neng.� Ucap Pak Damar sambil mencabut penisnya. Melepaskan kondomnya kemudian membuangnya di tempat sampah.

�Iya pak. Aku mau langsung mandi. Ada kuliah pagi.� Jawab Sinta. Pak Damar segera mengenakan pakaiannya kemudian kembali ke kamarnya setelah sebelumnya mencium Santi.

Santi mengambil handuknya di atas rak. Menuju kamar mandi, menutup rapat pintunya. Ia melihat tumpukan pakaian dalam yang kotor. Celana dalam Pak Damar ada di sana. Santi meremas celana dalam itu. Ia memikirkan apa yang baru saja selesai Ia dan Pak Damar lakukan. Memalukan, tetapi dirinya sendiri tidak mampu menahan gejolak nafsu. Santi mendekatkan celana dalam itu ke hidungnya, teringat saat-saat hidungnya menyentuh ujung kepala penis Pak Damar. Santi tersenyum.

End 

Selasa, 08 September 2015

Nagita Slavina


Dubai, Dubai, oh Dubai. Sejak pertama kali gue datang kemari gue udah terperangah dengan sistem manajemen kota ini. Tata letak, arsitektur, lalu lintasnya serba tertata membuat gue serasa berada di simulasi komputer aja. Di sini membangun skycrapper kayak menaruh rumah-rumahan monopoli. Seperti ada tangan raksasa yang menaruh mereka sehingga bisa apik kalau dilihat dari kejauhan. Udah gitu bentuknya aneh-aneh lagi. Bentuk-bentuk yang loe bayangkan hanya bisa dipahat atau diukir pada benda seukuran lemari bisa lo temuin ukuran Godzilla-nya di gedung perkantoran sini.

Jadi selain faktor suhu udara yang kayak neraka, gue betah. Gue akan menetap cukup lama. Apalagi sepertinya bisnis di sini tidak sesimpel yang gue bayangin awalnya. Pertama, banyak saingan. Kedua, gue rada nggak ngerti logika dagangnya orang Arab. Mereka kalau markup anggaran itu norak senorak-noraknya. Bisa sampai tiga kali lipat! Gile nggak tuh. Perlu kejelian lebih menghadapi orang-orang ini.

Dan...dan...dan...gue yakin ini akan mengagetkan loe. Gue punya pacar (lagi) sekarang. Hehehe. Lebih tepatnya calon istri sih. Soalnya gue belum ngapa-ngapain sama dia. Gue menganggap dia adalah faktor untuk membuat status sosial gue tampak normal. Gue jadi anak baik-baik di depannya. Walau gimanapun gue tetap berasal dari keluarga Indonesia. Menginjak usia 30 �walau dengan tampang 6 tahun lebih muda (ini fakta, Bung)- dan masih melajang sudah pasti membuat orang tua kelenjotan. Ortu gue nggak frontal sih nyuruh gue cepet nikah. Paling cuma ngenalin ama si ini si itu doang. Nah, waktu itu ketika gue ke Jakarta setelah dari Bali gue dikenalin nih sama satu orang.

Namanya Nina. Awalnya gue underestimate. Apaan nih orang? Tapi lama-lama gue tertarik juga. Dia dokter freshgraduate. Manis. Sementara alasan dia mau sama gue tentu selain gue nggak jelek-jelek amat, karena dia rasional aja, butuh duit buat melanjutkan studi spesialisnya. Kalau begitu kenapa gue mau? Ya udahlah...semua orang kan butuh duit, gue suka dia, lagipula kan ini untuk studi, bukan buat ke salon. Alasan utamanya sih karena gue mau dianggap normal aja. Cerita selengkapnya tentang dia dan pertemuan kami ntar menyusul sambil cerita deh...

Kami belum menetapkan tanggal pernikahan. Gue sih nggak mau buru-buru, kita kenal juga belum lama. Mungkin setahun lagi lah. Dia juga kayaknya setuju-setuju aja. Cuma masalah selalu ada di orang tua. Maunya cepet-cepet mulu. Gue sih bisa handle orang tua gue, cuma ada masalah dengan bokap nyokap mereka. Harus gue akui gue belum terlalu sering ketemu mereka. Orang tua gue yang lebih sering. Dari cerita yang gue denger dari Nina, sepertinya orang tuanya itu terus-menerus menanyakan rencana gue. Tepatnya kapan gue ngelamar dia. Terakhir Nina telepon nanyain gue kok nggak pulang-pulang, soalnya papa-mamanya pengen nanya langsung ke gua gitu.

�Ya udahlah, Nin. Kamu kan bisa jawab, kita nggak buru-buru, tapi rencana tetap pasti ada.�

�Aku udah ngomong, tapi mereka nggak sreg kalau nggak denger kamu sendiri yang ngomong ke mereka. Mereka belum yakin.�

Hhhh...okelah, akhirnya gue memutuskan untuk balik ke Indonesia sebentar. Gue atur schedule gue. Mungkin gue akan di sana selama dua minggu. Gue berangkat besok sore.

Keesokan harinya sebelum berangkat gue ada meeting terlebih dahulu. Nah di situ itu gue disamperin sama seseorang yang memperkenalkan dirinya sebagai konsul dagang Mesir. Dan dia sangat pengen gue bertemu dengannya empat mata untuk membahas kemungkinan investasi di Kairo. Wah, gue bilang, harus ditunda dulu, karena gue sudah akan terbang ke Jakarta, nanti sore....Dia kecewa, tapi bilang untuk segera menghubunginya begitu ada kesempatan. Gua okein aja.

Gue pulang, membawa koper yang udah gue persiapkan, dan berangkat menuju airport. Sore hari itu gue kembali ke tanah air...
***

Yang jemput gue, udah bisa gue tebak. Adik gue. Dia terlambat lama banget. HP-nya ga bisa dihubungi. Gue telpon rumah katanya dia udah berangkat. Nah, setelah hampir dua jam lebih menunggu, dia datang tergopoh-gopoh...

�Sori Bang, macet...banjir...�
�Ya udah. Kita jalan sekarang, bantuin bawa barang gue.�

Kami meninggalkan airport.

Di rumah gue disambut sama bokap-nyokap gue. Setelah ritual kasih oleh-oleh gue ngomong rencana gue di sini sebenarnya mau ngapain.

�Aku mau ketemu Papa-Mamanya Nina.�

�Kapan, Fer?�

�Belum tahu, lebih cepat lebih bagus...�

Malamnya gue telpon Nina. Ternyata di rumah cuma ada nyokapnya, sementara bokapnya sedang ada tugas di luar kota. Tiga hari lagi baru balik. Dan gue harus menunggu.

Akhirnya gue menghabiskan waktu dengan laptop gue. Online. Email. Semua berhubungan dengan pekerjaan yang harus diselesaikan. Gue tetep tidur larut walau berada di rumah sendiri.

Semua berjalan normal sampai suatu saat gue merasa ada yang asing di rumah ini. Bokap-nyokap gue tetep seperti itu adanya. Amat jarang di rumah. Tapi ada satu orang lagi yang beberapa kali memberikan kejanggalan di hati gue.
Adik gue. Satu-satunya adik gue. Si Rizki.

Gue baru nyadar udah jarang banget ngomong-ngomong sama dia sejak SMA (atau SMP), singkatnya sejak dia remaja. Seinget gue terakhir main sama dia ya waktu dia masih suka main gimbot or mobil-mobil RC itu. Setelah itu hampir tidak pernah kecuali basa-basi yang garing. Gimana dia sejak jadi ABG gue nggak tahu. Dan gue tentu sudah loss masa-masa itu karena adik gue sekarang sudah kuliah. Gue ngerasa nggak kenal ama adik gue sendiri.

Gue menghela nafas. Mungkin ini saatnya gue mencoba deket sama adik gue. Nggak asyik juga rasanya. Gue mencoba melihat dari sisinya, ditinggal ortu terus, sepi banget di rumah. Cuma ada pembantu yang selalu menghindar kalau diajak ngobrol, sungkan. Coba kalau gue nggak ada. Lebih kayak kuburan ni rumah.

Gue mulai berusaha makan bareng dia, nonton TV, dan tentu saja ngobrol-ngobrol. Dia anak teknik, jadi gue berusaha nyambungin omongan gue ama hal-hal yang berhubungan sama teknologi gitu. Gue adalah bisnismen yang jago mempersuasi klien, jadi jangan tanya gimana progress gue untuk lebih deket sama adik gue ini. Dua hari kemudian kita udah ngakak bareng nonton DVD. Gue masuk ke kamarnya, gue membayangkan isinya masih mobil-mobilan ketika ternyata dugaan gue langsung mentah melihat lemarinya penuh buku-buku tebal, poster band luar negeri menutupi tembok kamar, dan satu bass gitar tergeletak. Gue tanya, �Lho main bass ya?�. Dia mengangguk dan menunjukkan kebolehannya sedikit. Wew, gue memang melewatkan banyak hal.

Setelah tiga hari gue jalani dengan adik gue, gue menelepon Nina. Berita yang gue denger darinya kurang begitu bagus, karena kepulangan Papanya ditunda tiga hari lagi, yang berarti gue harus menunggu lebih lama. Gue menutup gagang telepon dan langsung menuju kamar, tidur. Tidak ada lembur malam ini. Laptop tetap tertutup rapat.

Esoknya saat sarapan gue melihat adik gue melintas. Gue menegurnya, �Oi, gak sarapan dulu lo?�

�Udah telat, Bang.� Dia ngacir keluar.

Bahkan gue yakin dia nggak mandi tadi. Rambut dan raut mukanya semrawut gitu.

Siangnya gue jalan-jalan ke mall bawa laptop. Ganti suasana. Gue beraktivitas di salah satu cafe di mall yang memang didesain khusus untuk orang-orang yang ingin bekerja dengan laptopnya. Seharian gue di sana.

Gue pulang ketika matahari udah tergelincir ke Barat. Di rumah gue melihat ada pembantu gue (yang ngurusin masakan), sudah menata meja. Gue tanya

�Bi, kan baru jam segini kok udah dihidangkan?�

�Iya, Mas Rizki minta disiapin sekarang, katanya mau makan sedikit.�

Tepat setelah itu gue melihat Rizki datang dari kamarnya dan langsung mengambil posisi di meja makan. Dandanannya rapi banget, gue melihat rambutnya dan mukanya bersih. Bajunya sih cuma kaos biasa doang.

�Mau ngapain lo?�

�Mo fitnes, Bang.�

�Buset ye, lo fitnes lebih ganteng daripada lo kuliah.�

Dia cuma nyengir ke gue, mengambil beberapa lauk, menyantapnya, dan kemudian pergi keluar rumah..

Gue bengong. Ah..nggak jelas, malemnya gue nelpon Nina lagi. Sempat ngobrol sama Mamanya. Mamanya seneng banget denger gue mau bertemu sama mereka. Dikira gue mau langsung ngelamar kali ya? Waduh...padahal kan gue cuma mau kasih keterangan doang...

Besoknya gue jalan sama Nina. Makan terus nonton. Yah biasalah orang pacaran..Kita jalan sampai jam tiga sore gitu. Waktu gue nganter dia ke rumahnya ada sms, dari adik gue.

�Bang, ada tawaran trial gratis di tempat aku fitnes nih, bisa dipake sminggu. Mo ikut ga?�

Gue bales, �Napa lo ajak gw?�

Gak lama kemudian ada pesen lagi, �ditawarinnya ke aku. Kan abang masih seminggu di sini kan?�

Si Nina nanyain �Ada apa, sih?�. Gue kasih tahu isi sms ke dia. Dia justru mendorong gue untuk ikut..

�Ya udah sana ikut. Kamu juga nggak pernah olahraga kan. Kerjaannya ngurusin bisniiiiiss mulu.�

Gue menyerah, oke..oke...Gua sms lagi adik gue, �Kapan mule?�

Jawabannya kemudian, �Nanti juga bisa.�

Sorenya gue ketemu adik gue di rumah, dia bilang siap-siapnya sekitar jam enam. Gue iyain aja. Pas jam segitunya gue udah siap pakai kaos oblong sama celana training. Seperti hari sebelumnya, adik gue dandan, wanginya tercium sejak dia masih di kamar dan gue di ruang tamu. Beberapa saat kemudian, kami berangkat naik mobil.

�Nggak macet ni Riz?� Gue inget Jakarta jam segini tu najis senajis-najisnya.

�Ga pa pa. Deket, kok.�

Beneran, kita kena macet, untung omongan adik gue juga nggak salah. Tempatnya lumayan deket sama rumah. Kami parkir di suatu bangunan di tengah-tengah pusat perbelanjaan. Kami masuk ke dalam naik tangga..
Gue rada nggak pede. �Riz, gue udah setua ini, nggak papa nih? Gue seumur-umur nggak pernah fitnes.�

�Ga papa. Ga keliatan ini. Tempatnya asyik, kok. Banyak artis lho yang fitnes di sini.

Gue teriak..�WHAT?!�

Dia kaget melihat reaksi gue. Biasanya gue selalu tenang tapi sekarang gue terkejut dan kelihatan sangat gelisah.

�Halah, Bang...nyantai aja lah...nggak usah keliatan banget gitu jarang lihat artisnya.�

Gue mendengus. Anak-anak tangga itu mendadak terasa begitu berat untuk gue langkahin...

Jarang ketemu artis kata lo?

Hmm...tau ape lu?

I�ve already raped four.
Kami telah sampai di lantai atas. Adik gue dengan santainya melintasi pintu masuk yang seluruhnya terdiri dari kaca tembus pandang. Gue cemas. Gue memperhatikan kondisi sekitar. Yah, loe pasti tahu apa yang gue risaukan.

Gimana kalau salah satu dari mereka bertiga atau dia yang gue temui di Bali dulu ada di sini sekarang?

�Ayolah, Bang. Masuk..� Adik gue berseru dari dalam.

Gue hati-hati melangkah masuk. Gue memeriksa siapa yang ada di dalam dengan teliti. Gue berjalan nggak jauh-jauh dari tepi ruangan, seperti mencari tempat bersembunyi jika saja gue kurang beruntung malam ini.

Hmmm...Nggak ada.....

Nggak ada.....

Setidaknya sekarang di ruangan yang ini mereka nggak ada.

Gue sedikit tenang..

Adik gue menghampiri gue ditemenin seorang cowok yang badannya keker abis. Gue dikenalin, ternyata dia instrukturnya. Gue dianter ke tempat penitipan barang gitu (loker-loker). Gue ketemu sama penjaganya. Gue memperhatikan cukup lama si penjaga penitipan ini. Orangnya kurus (sangat nggak matching sama fitnes center), rambutnya belah tengah (so oldies), dengan kemeja yang nggak disetrika. Si penjaga ini senyum-senyum aneh ke gua. Gue bengong.

Gue kok merasa agak aneh ya ada penitipan barang di fitnes center. Bukannya lebih mudah kalau disediakan loker aja terus kita masing-masing yang pegang kuncinya? Well, entahlah...

Abis itu gue diperkenalkan sama alat-alat. Terus disuruh pemanasan. Selanjutnya gue dituntun untuk latihan, dikasi tau urutan-urutannya. Gue ngerasa cengok banget..Ga papa lah. Pengalaman baru.

Tapi ya, kalau loe pertama kali fitnes maka loe akan merasa tubuh loe mau copot. Gile, itu otot gue rasanya ngilu semua. Gue kayak mau tepar. Adik gue ketawa-ketawa.

Penderitaan gue akhirnya berakhir. Sudah saatnya pulang. Gue mandi, balik ke penitipan barang. Ganti baju. Dan bergegas ke parkiran mobil. Ternyata adik gue belum ada. Ke mana dia?

Gue menunggu beberapa menit. Lah itu dia baru nongol dari atas. Tapi dia ternyata nggak sendirian.

Dia jalan sama cewek.

Gue nggak kenal itu siapa. Tapi dia manis. Gue menebak dia seumuran sama adik gue atau bahkan lebih muda. Mengenakan shirt dan jeans seperti layaknya remaja perempuan pada umumnya di Jakarta gue bisa menilai tubuh cewek ini cukup berisi....cukup montok...


Mereka berpisah sebelum bertemu gue. Gue sedikit kecewa. Gue penasaran aja sama dia. Adik gue datang menghampiri. Dan kami meluncur pulang ke rumah.

Di tengah perjalanan iseng aja gua nanya, �Siapa tuh tadi cewek?�

�Masa ga kenal, Bang? Nagita Slavina. Terkenal tuh, Bang.�

�O ya? Sinetron?� Gue menebak.

�Nyanyi juga sekarang.� Adik gue menjelaskan.

�Terus hubungan dia ama lo apaan?�

�Ah, Abang mo tau aja.� Dia senyum-senyum gak jelas.

�Jadi dia alasan kenapa loe jadi centil kalau fitnes padahal dekil kalau berangkat kuliah.�

Adik gue ga jawab, senyumnya makin lebar.

�Udah lo pacarin?�

Adik gue menggeleng.

�Kenapa?�

Dia jawab �Malu, Bang.�

Gue ngeplak dahi.
***

Besoknya gue meringis-meringis ngilu. Gara-gara nggak pernah olahraga, sepertinya seluruh otot di badan gue pada memberontak. Sakit. Gue nitip absen fitnes dulu sama adik gue. Si Nina datang ke rumah. Nemenin gue. Semaleman gue tepar.

Hari berikutnya badan gue mendingan. Adik gue meyakinkan bahwa fitnes lagi bisa memperkuat otot gue sehingga nggak lembek kalau dipakai kerja keras. Gue kepengaruh dan ikut dia lagi malamnya. Beneran juga, badan gue jadi lumayan enak waktu work out.

Malam itu lah gue baru nyadar omongan adik gue bahwa memang banyak artis yang fitnes di sini. Gue mendapati beberapa yang gue kenal, dan beberapa yang gue nggak kenal tapi gue yakin dia terkenal karena tampanganya kamera face banget.

Satu orang paling menarik perhatian gue. Cewek yang digebet sama adik gue sendiri. Kebetulan waktu gue lagi tread mill, dia ada di sebelah gue memainkan alat yang sama. Gue sok-sok nggak perhatiin dia. Padahal diem-diem gue ngelirik. Kaus abu-abunya ada bercak gelap basah terkena keringat. Gue memberanikan diri untuk lebih lama menatap wajahnya. Manis...peluh meluncur melintasi pipinya menuju dagunya. Ada tahi lalat kecil di deket dagunya. Kemudian gue menatap lehernya pun basah. Satu butir keringat menetes masuk ke bawah, masuk ke baju. Pandangan gue tertuju pada apa yang menonjol di kaus itu. Payudaranya luar biasa... Kedua tangan gue meremas pegangan treadmill lebih kencang. Ah seandainya gue bisa meremas yang itu..Ahhh...

Dia menoleh ke arah gue. Gue salah tingkah dan pura-pura menunduk...Hening...

Gue capek, ngasih kode ke adik gue kalau gue pengen pulang. Adik gue ngangguk. Gue mandi dan pergi ke penitipan. Di sana gue menemukan adik gue sedang bersama cewek yang membuat gue sedikit bangkit nafsu waktu treadmill tadi..

Adik gue ngelihat gue datang...langsung ngenalin gue ke dia...

�Gi..ini Abang gue, namanya Feri.�

Dia senyum menyalami gue, tangan lembut itu menyentuh telapak tangan gue..


"Gigi.." katanya lembut..

�Gigi?� Tanya gue sambil senyum lebar menunjukkan gigi-gigi gue.

Adik gue ketawa nggak ikhlas, �Abang gue garing, Gi.�

Hmmm, thanks...

Mereka turun duluan soalnya sudah mengambil titipan lebih dulu. Gue masih membereskan tas gue. Si penjaga penitipan tiba-tiba berbisik ke gue...

�Montok tenan yo Mas?�

Gue bingung, �Siapa?�

�Yo yang tadi itu..�

Gue pasang senyum sopan, menyingkir..

Selanjutnya gue kembali bersama adik gue menyusuri jalan Jakarta pulang ke rumah..

Gue membuka obrolan...�Yang njaga penitipan tadi orangnya serem banget yak?�

Adik gue jawab, �Wah dia udah kasus dari dulu, Bang. Orangnya gatel gitu kan? Dia dulu pernah ketahuan ngintipin cewek-cewek yang fitnes di situ. Si Gigi juga pernah hampir aja diintipin. Abang lihat aja dia kalo ngeliat si Gigi gimana. Norak banget. Jelalatan. Mupeng-mupeng ga jelas. Kayak mau nerkam gitu.�

�Parah juga tuh.� Gue berkomentar.

�Udah komplain sih kita ke bosnya. Gue denger dia cuma dipertahankan sampai bulan ini aja.�

�Hmmm....Ati-ati aja sih. Orang maniak seperti itu memang bisa ngapain aja kalau ada kesempatan. Gue juga kenal satu orang� Gue bergumam.

�Siapa? Abang, ya?� Adik gue tertawa.

Gue juga ketawa.

Emang iya. Gue.
Pagi hari berikutnya, gue melakukan rutinitas seperti biasa. Sekarang kalau matahari mulai terbenam, ada aktivitas yang gue tunggu. Fitnes! Setidaknya itu dalam pikiran gue. Tapi sore ini ternyata gue mendapati adik gue malah duduk selonjoran di ruang tengah nonton TV.

�Lhah, nggak fitnes?�

�Nggak ah, Bang kalo hari ini. Abang aja kalo mau sendiri.�

Gue heran, �Ada apa dengan hari ini?�

�Kalo hari ini si Gigi nggak fitnes, dia ada kuliah malam.�

�Hmmm.....� gue menggeram datar.

�Jadi, lo fitnes cuma gara-gara dia doang?�

�Ya nggak lah, Bang. Cuma kan yah kayak Abang nggak tau aja sih. Pokoknya nggak semangat.�

Gue merebahkan diri gue di sofa, duduk di sebelahnya.

Gue menghela nafas,..�hhh... cakep ya dia..�

Adik gue ngeliatin gue, �Iya, udah gitu pinter lagi..�

�Pinter?�

�Iya, Bang.�

Dan lo tau, setelah itu adik gue nyerocos panjaaaaaaang banget soal gebetannya ini. Lengkap bo�. Dari sinetron yang ia mainin, sekarang kuliah di mana (satu universitas sama adik gue), dan pertemuan tidak sengaja mereka di fitnes center. Jadi menurut cerita adik gue, keikutsertaan Gigi di fitnes awalnya cuma iseng. Eh, akhirnya keterusan. Adik gue cerita gimana dia bisa melihat perubahan drastis dari Gigi yang dulu sedikit gendut sekarang menjadi lebih langsing, berisi.

Gue ngebayangin yang nggak-nggak. Ya, tubuhnya yang sekarang memang terbentuk indah. Tidak kurus, namun berisi. Montok. Implikasi yang paling terlihat tentu adalah ...susunya, yang selalu mengencerkan imajinasi kotor gue tatkala berpapasan dengannya di fitnes center.

Malamnya gue sibuk dengan laptop gue di ruang tengah. Sekalian nemenin adik gue nonton MTV. Malam semakin larut. Adik gue ngantuk, pamit tidur. Dia masuk kamar. Gue memandang arah kamarnya. Gue teringat sesuatu. Gue buka browser internet, buka search engine, dan mengetikkan satu nama:

Nagita Slavina...

enter....

ada beberapa entry yang muncul...
***

Hari berikutnya giliran adik gue yang bersemangat ngajakin fitnes. Ini gue artikan si Gigi juga fitnes malem ini. Gue ikut. Kami kembali meluncur.

Di fitnes center segalanya berjalan wajar. Gue menjalani latihan seperti sebelumnya. Sesekali gue melongok sekitar, mencari Gigi. Kok nggak ada ya?
Oh itu dia, di seberang sana. Pas sekali sudut pemandangannya, pikir gue. Latihan gue menjadi semakin menyenangkan...

Gue mendapatkan banyak informasi tentang dia tadi malam di internet. Dia akting, dia menyanyi, dia juga sesekali menjadi co-producer, hal yang paling diinget darinya adalah imej kekanak-kanakan atau lemot, yang kabarnya memang tidak berbeda jauh denghan watak aslinya. Gue bisa merasakan itu sih, walau gue nggak pernah ngobrol langsung sama dia. Gue memperhatikan itu saat dia ngobrol sama temen-temennya atau sama adik gue. Kadang-kadang memang ia terlihat childish. Itu juga ditunjang dengan tampangnya yang imut..


Gue mulai merasakan sesuatu yang aneh...

Sepertinya gue bernafsu...

Ah, tapi gue sudah cek di internet kemarin malam...dia bukanlah korban yang layak buat gue. Gue tidak menemukan track record yang buruk. Dia gadis baik-baik...Lagipula adik gue sayang sama dia..Jadi...ahh...sudahlah, gue lupain aja..

Gue mengenyahkan pikiran-pikiran jahat gue ke dia..

Gue nggak boleh melakukan kesenangan gue itu terhadapnya.
Begitulah...

Selesai latihan, bersiap-siap pulang. Gue turun ke bawah, ke parkiran mobil. Surprise buat gue: sudah ada adik gue menunggu di sana! Wei, tumben! Biasanya kan gue yang harus nungguin dia. Dia masuk ke mobil, gue menyusul.

Di dalem mobil baru gue menyadari ada yang nggak beres sama adik gue. Wajahnya ditekuk, masam. Sama sekali nggak bersahabat.

�Kenapa lo?� gue tanya. Dia diem.

Kebingungan gue nggak bertahan lama, karena tepat di depan mobil kami lewat si Gigi..

.......dengan cowok lain...

Gue perhatiin tampang cowoknya. Dia tinggi.. Cukup good-looking. Dan sepertinya anak orang berada. Well, gue beasumsi sepert itu saat si cowok memencet alarm mobil, dan sebuah Benz menyalak di seberang mobil kami. Si cowok membukakan pintu untuk Gigi, dan cewek itu melenggang duduk manis di kursi depan samping sopir, tepat menghadap kami. Si cowok masuk dalam bangku sopir. Menatap kami....

Menatap Rizki, adik gue...

Lampu sedan itu menyala, suara mesin menderu, ban bergulir bergesekan dengan aspal. Mobil itu meninggalkan pelataran parkiran.

Gue nelen ludah, menoleh ke arah Rizki.

�Riz, gue aja yang nyetir ya?�
**






Keesokan harinya.......

Pagi-pagi gue jogging keliling kompleks rumah. Udah begaya aja gua, mentang-mentang ikut fitnes gue jadi gila olahraga. Pagi itu juga si Nina nelpon dan dia nggak percaya aja kalau gue beneran jogging. Sampai-sampai gue sodorin HP gue ke penjual bubur di pinggir jalan.

�Iye, Non. Ini Abangnye lagi lari pagi.�

Terdengar suara ngakak Nina di seberang telpon.

Adik gue nggak keluar kamar sejak tadi malem. Sebabnya sudah jelas bo�. Deeply broken heart. Hmmm...gue nggak tahu harus ngomong apa. Soalnya lo udah tahu kan apa prinsip gue soal �cinta�. Heh? Sangat nonsense. Gombal. Pengennya sih kemaren malem gue langsung ngomong aja sama Rizki, �Oke Riz, dia udah ngancurin hati lo..pedih..perih..Jadi yang harus lo lakukan sekarang adalah satronin rumahnya, congkel jendela, masuk ke kamarnya, dan perkosa dia di rumahnya sendiri....Perlu bantuan gua nggak?�

Tapi....gue belum terlalu gendheng untuk ngomong frontal kayak gitu...

Jam sepuluh pagi, di rumah..Si Bibi�, pembantu gue ngeluh ke gue...�Mas, Mas Rizki belum sarapan. Bibi� ketok-ketok, panggil-panggil, tapi dia nggak mau keluar kamar.�

�Oh..� jawab gue. Gua bergegas ke kamarnya. Ketok-ketok pintu..Bingung juga gue. Gimana cara menghadapi cowok di saat-saat cengengnya?

Tok..tok..tok..�Riz.Oi..makan dulu lo.�

�Ntar aja, Bang.�

Gue bujuk dia lagi, sampai akhirnya gue capek. Gue diem mematung di depan kamarnya. Tiba-tiba aja ada kalimat spontan terlempar dari mulut gua, �Lo belum hidup kalau belum ngerasain sadisnya kenyataan, Riz.�

Gue mendengar suara kursi berderit di dalam kamar. Gue melanjutkan, �Itu juga yang membuat gue sampai sekarang survive, tetap hidup.�

Telepon genggam gue tiba-tiba berdering. Gue melihat nomernya bukan nomer Indonesia. Gue mengangkatnya, �Halo...�

Telepon dari staf gue di Dubai. Ada masalah yang nggak terduga. Lumayan gawat. Orang-orang gue kebingungan di sana. Pertama masalahnya dengan otoritas setempat yang seenaknya naikin pajak. Kedua ada problem sama beberapa developer yang protes proyek yang sedang kita kerjakan menghalangi akses transportasi mereka..Gue langsung pening. Kesimpulannya cuma satu: Gue harus segera balik ke sana...

Gue udah lupa sama perkaranya adik gue...Gue langsung nelepon Nina. Ngasih tahu kalau bisa secepatnya gue harus balik ke Dubai. Nina bilang kebetulan Papanya Nina sudah akan balik hari ini. Jadi kita akhirnya menjadwalkan ketemuan langsung malam ini di salah satu restoran yang buka sampai pagi. Papanya baru pulang menjelang tengah malam, dan dia tidak keberatan kami ketemu malam-malam memaklumi kondisi gue yang sibuk. Gue menyetujui. Setelah itu gue menelepon orang gue untuk mengurus keberangkatan gue lagi ke Dubai, besok..

Gue merebahkan diri gue ke sofa di ruang tengah. Yah, apa boleh buat, ini konsekuensi dari ambisi.

Perhatian gue terpecah ketika pintu kamar adik gue terbuka. Dia keluar berjalan menuju dapur. Dia menghindari bertatap mata dengan gue..

HP gue berdering lagi, kabar dari orang gue, katanya tiketnya sudah didapatkan. Gue berjalan ke kamar, membereskan barang bawaan gue. Gue menelepon bokap-nyokap yang hampir nggak pernah gue temuin selama di sini, dan mengabarkan kondisi gue. Mereka terdengar kecewa.

Selesai gue selonjoran lagi di ruang tengah. Sudah sore banget, sebentar lagi gelap. Ketemu sama Nina dan keluarganya masih lama. Gue melihat ke arah kamarnya Rizki. Biasanya gue jam-jam segini siap-siap fitnes sama dia. Tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di kamarnya. Ia mengurung diri lagi sejak keluar sebentar tadi siang.

Gue berpikir....Hei..sebelum ketemu Nina dan papa-mamanya, dan sebelum gue kembali berjibaku dengan jerat problem yang menanti gue di Dubai, kenapa gua nggak fitnes aja? Terus terang gue mulai menikmati aktivitas ini. Gue beranjak dari sofa..ganti baju...oke...saatnya membangun gaya hidup sehat..hehe..

Tak lama kemudian gue sudah di belakang kemudi. Sialnya gue nggak apal jalan, jadi gue nyasar. Gue sampai itu tau-tau di seberang jalan fitnes centernya, dan nggak ada puteran. Gue bingung gimana caranya muter, akhirnya gue parkir aja di hotel di seberangnya. Terus gue jalan kaki nyeberang...

Gue bawa tas ransel agak gedhe sekarang. Soalnya gue juga bawa kemeja dan celana rapi, kan nanti mau ketemu sama papa-mamanya Nina.
Sampai di tempat fitnes gue menjalankan latihan seperti biasa. Waktu di treadmill, kembali cewek manis itu berada di samping gue. Dia masih mengenali gue..

�Hai, Rizki mana?�

Gue jawab ngasal, �Sakit.�

�Oh..�

Gara-gara lo..

Dia meninggalkan gue. Gue pun melanjutkan ke alat yang lain. Di sela latihan, gue kebelet, mampir ke toilet. Cukup bersih juga toiletnya. Cuma yang gebleg, waktu gue mau keluar, ternyata susah buka pintunya...Instruktur gue yang keker, yang gue ceritain dulu, membantu ngebukain pintu dari luar. Dia bilang, �Pintunya agak susah kalau dibuka dari dalam.�

Serem amat, pikir gue...

Malam itu gue bertahan di sana lebih lama. Pengen lebih lama aja malem terakhir. Ketika orang-orang mulai pulang, gue pun akhirnya beres-beres. Gue ganti baju rapi. Masih agak lama sih ketemuan sama Nina dan ortunya. Tapi sekalian aja. Malem ini jalanan macetnya lebih menggila, takutnya kalau pulang dulu nggak keburu. Mungkin gue samperin aja rumahnya Nina.

Gue berjalan keluar fitnes center, kembali menyeberang jalan menuju hotel tempat gue parkir mobil tadi. Sesampainya di mobil gue nyadar sesuatu yang buruk. Yah, kunci mobilnya ilang! Gue kebingungan. Rogoh-rogoh kantong, bongkar tas ransel. Gue inget tadi berangkatnya pakai celana training, tapi di saku celana training itu juga nggak ada. Gue coba inget-inget di fitnes center tadi. Kapan gue ngelepas celana ya?

Oh, ya...gue tadi sempat ke toilet. Gue berjalan cepat kembali menyeberangi jalan. Kembali ke fitnes center. Aduh, mampus aja gua kalau fitnes centernya sudah tutup.

Eh, ternyata belum...tapi ada yang aneh..Kosong..nggak ada orang. Tapi juga nggak tutup. Perasaan gue nggak enak. Gue masuk ke toiletnya. Harus cepet ketemu kuncinya biar gue bisa cepet pergi dari sini.

Gue periksa di toilet. Harapan gue mulai menipis ketika bermenit-menit gue nggak juga menemukannya. Kemudian...ah...itu dia...nyempil di pojokan...

Untunglah....

Gue meraihnya, dan berlari ke arah pintu toilet.

Gue putar kenopnya....

Clk...clk...clk...

Nggak bisa kebuka....

Gue kekunci...

Gue panik, menarik paksa pintu itu, tapi sia-sia.. Gue gedor-gedor pintunya. Masih ada orangkah di luar sana..?

Tiba-tiba gue mendengar sesuatu yang sangat mengejutkan gue. Bulu kuduk gue berdiri...

Teriakan wanita...

Minta tolong...

Malem-malem gini?

Gue mencoba mencermati suara itu...semakin dekat....Suara itu mendekati ruangan fitnes di sebelah toilet ini..Gue memeriksa sekeliling, di toilet ini ada jendela-jendela ventilasi yang diletakkan di atas berhubungan langsung dengan ruangan di luarnya. Jendela itu dilapisi oleh kain kassa. Sementara satu meter dari gue ada teronggok kursi dari plastik. Gue ambil kursi itu dan gue taro bersandar pada tembok di bawah jendela ventilasi. Gue lalu naik di atasnya. Sekarang gue bisa melihat apa yang sedang terjadi di ruang sebelah.

Dua sosok manusia masuk ke dalam ruangan fitnes itu.

Gue terperangah...Itu si penjaga penitipan barang. Pria kurus yang gue notice sebagai orang aneh sedari awal pertemuan gue dengannya. Dan dia tidak sendiri. Ia sedang menyeret seorang cewek dengan paksa. Gue lebih kaget lagi saat mengenali wajah manis itu sebagai si Gigi, Nagita Slavina..

�Tooloooong....tolooooooong... �

�Diem kamu! Mau ta�bunuh sekarang?! Diem!� Pria kurus itu menghunuskan pisau dapur yang tadi diselipkan di sabuknya...

No fucking way!

Pria kurus itu mengeluarkan tali tambang. Merebut kendali atas tangan Gigi, menyimpul pergelangan tangannya dan mengaitkan simpul itu ke pipa besi tempat biasanya orang melatih otot siku dan lengan. Dengan cekatan pria itu mengulanginya pada tangan yang satu lagi. Gue takjub dengan kecekatan tangannya. Gimana bisa secepat itu? Gue perhatikan dengan seksama dan mengetahui bahwa simpul itu sudah dibikin dulu sebelumnya. Ia pasti sudah merencanakan aksi ini masak-masak.

�Tolooooonggg...� Gigi berteriak. Gue memandang ke arah pintu keluar. Tidak adakah yang mendengar suaranya? Apa di bawah sana tidak ada orang sama sekali? Gue inget waktu ngambil barang di penitipan tadi, si pria kurus ini tidak ada di sana. Apa waktu itu ia sedang sibuk merencanakan ini? That bastard..

�Diem!� Pria itu membentak, mengeluarkan lagi seutas tali cukup panjang, membaginya dua, itu dipakai untuk menjerat kaki artis remaja itu ke tiang-tiang penyangga pipa-besi tadi. Ah, sudah...habislah sudah...Dia sudah berhasil mengakhiri perlawanan mangsanya...

Setelah itu si pria kurus penjaga penitipan tertawa, �Hehehe, diem kamu. Malem ini kamu cuantik banget.� Tangannya yang ceking dengan kurang ajar membelai pipi Gigi. Gigi memandangnya penuh rasa jijik.

�Kamu mau ya kimpoi sama Mas?�

Gigi menggeleng keras.

�Kalau nggak mau yo nggak papa. Mas cuma pengen pinjem tubuhmu buat Mas nikmatin malem ini..�

�Jangaann!!!....Tolooooooong!! �

Jari-jari pria itu mulai menggerayangi tubuh Gigi.

�Tolooooong!!�

Gue mendengar Gigi memanggil nama seorang cowok di sela jeritan minta tolongnya. Pria kurus itu pun mendengarnya.
�Hehe, percuma kamu panggil-panggil. Pacarmu udah ta�ringkus tadi.�

Gue memandang ke arah turunan tangga. Membayangkan nasib cowok yang dimaskud. Shit! Pria ini nekad banget ya?

Gue kembali melihat ke arah mereka berdua. Si pria mendekap Gigi dan meremas-remas tubuhnya gemas. �Duh, udah lama banget aku pengen tahu gimana rasanya ngenthu kamu. Pasti uenak. Montok gini..� Tangannya sudah mendarat di buah dada Gigi. Meremasnya dengan penuh nafsu. Gigi menjerit. Gue tanpa sadar mengepalkan tangan..Itu dada yang juga ingin gue rasakan kenyalnya dengan tangan ini..Telapak tangan gue berkeringat..

Adegan berikutnya yang dilakukan pria itu cukup bikin gue shock. Pisau yang digenggamnya melayang ke sana kemari mencabik-cabik pakaian yang melekat di tubuh Gigi. Gerakannya membabi-buta, gue ngilu membayangkan bisa saja benda tajam itu meleset dan melukai Gigi..

Gue mungkin harus meralat asumsi gue tadi. Gue sekarang nggak beranggapan pria itu berpikir dengan matang. Bahkan bisa jadi dia idiot. Dia hampir tidak bermodal apa-apa. Dia sudah menyerang saksi di bawah sana. Dia tidak menutupi identitasnya. Dia juga sudah merobek-robek baju korban. Di tempat umum! Dia sama sekali nggak melakukan apapun untuk menutupi perbuatannya. Maksud gue, siapapun yang datang ke sini setelah kejadian, pasti 100% langsung sadar telah terjadi tindak perkosaan.

Oh, this guy is sick!
Ketika Gigi sudah setengah bugil, hanya berbalut beha dan CD, pria itu tidak berhenti. Ia menarik paksa beha itu hingga tampaklah sesuatu yang membuat air liur gue mengumpul banyak di mulut. Akhirnya gue bisa melihat langsung dadanya yang montok kencang, yang membuat gue penasaran sejak pertama kali berjumpa dengannya...

�Wiiihh...ini baru maknyus.� Pria itu tertawa meremas-remas payudara Gigi. Cewek itu meronta, susunya bergoyang-goyang..Tanpa sadar tangan kanan gue memegangi selangkangan gue sendiri. Gue yang mengintipnya pun ikut terangsang. Gue melihat jari-jari kurus milik si penjaga penitipan tidak bosan-bosannya merempon gunung kembar yang luar biasa itu...Terus menyedotnya, penuh nafsu...

�Akhirnya aku bisa megang beneran susumu. Dari pertama kamu dateng ke sini, aku udah ngiler liat punyamu ini..Kamu makannya apa tho?� Pria itu belum bosan terus menyantap payudara Gigi.

�Tolooong...tolooonggg..� Gigi terisak.

Sekarang gue melihat tangan pria itu semakin berani menjelajahi bagian tubuh Gigi yang lain...

�Bodimu muantep tenan..wiih...� Pria itu menjilat bibirnya sendiri. Tubuh yang sedang digerayanginya memang menggiurkan. Seksi berisi, dibalut kulit putih mulus yang dengan mudah membangkitkan birahi lelaki.

Puas menjamah tubuh bagian atas, tangan lelaki itu mulai menyusuri ke bawah. Ke pahanya...kemudian tangannya disusupkan ke CD yang masih melekat di selangkangan Gigi..

�Ah, jembutmu gembel juga...Sini biar ta�liat sendiri.� Pria itu dengan brutal merobak celana dalam Gigi.

�Hmm...gembel..� pria itu berkomentar.

Ia lalu memreteli bajunya sendiri. Badannya kering kerontang. Lalu ia melepas celana dan sempaknya. Gue melihat pemandangan jijik, penis pria itu kecil tapi tegak ke atas..

Pria itu kemudian menciumi hutan kemaluan Gigi. Mulut dan hidungnya beradu dengan rambut-rambut di selangkangan cewek itu.. Lalu tangan pria itu ikut menyusuri, mencari liang kewanitaannya. Ketemu.

�Sempit pol!! Belum pernah dikenthu ya kamu..� Pria itu tertawa mengejek.

�To...tolong...

Selanjutnya pria itu berlutut melahap kemaluan Gigi dengan mulutnya, mungkin lidahnya ikut bekerja, gue nggak bisa lihat pasti. Yang jelas pria itu sedang mengalirkan arus-arus rangsangan luar biasa hebat yang terbaca jelas pada reaksi Gigi.

�Toloong....auh....ehh...�

Gue bisa mendengar suara mulut menyedot, dan diiringi oleh bunyi lidah yang sedang membentur lorong-lorong di vagina cewek malang itu. Pria itu sangat rakus...

Cukup lama pria itu mengerjai memek Gigi dengan oralnya. Ia berhenti ketika melihat lendir membajiri liang vagina Gigi...Ia mengambil cairan itu dan berdiri, mengoleskannya pada alat vitalnya sendiri...

Gigi menangis sejadi-jadinya. Wajahnya mewek. Melihat ini pria itu kurang senang,

"Jangan nangis! Jelek!"

Gigi tetep mengucurkan air mata sampai kelopak matanya mulai membengkak.

Pria itu kesal, mengguncang-ngguncangkan kepala Gigi. Kemudian dia seperti mencari-cari sesuatu dari sisa-sisa pakaian Gigi yang terkoyak-koyak di lantai. Dia mengambil satu potong yang lumayan panjang. Kemudian mengikat kain itu di kepala Gigi, menutup matanya...

"Aku nggak suka liat cewek nangis. Mending matamu ta'tutup aja. Yang penting lubang yang ini masih kebuka, hehe." Pria itu tertawa memasukkan jarinya ke vagina Gigi...

"Aaaaa..."

�Aku dah lama nunggu-nunggu hari ini. Sejak kamu dateng ke sini. Kamu wis bikin aku ngaceng. Salahmu dhewe punya bodi bikin lanang ngaceng. Aku baru dipecat bos. Sekarang aku wis gak peduli opo-opo.�

Pria itu membuka paha Gigi, menahannya terus terbuka, lalu memegang penisnya sendiri, menuju liang senggama Gigi..

Kepala kontolnya bergesekan dengan jembut Gigi sebelum akhirnya bertemu dengan bibir vaginanya.

Jantung gue berdetak kencang...Inilah saatnya...

Hape gue mendadak bergetar mengejutkan gue. Tadi gue silent karena memang gitu aturannya di fitnes center ini. Celakanya HP gue itu posisinya di saku sedang menempel tembok, sehingga getarannya yang membentur dinding menimbulkan bunyi. Anjing!.

Gue melompat dari kursi. Gue yakin si penjaga penitipan itu mendengarnya, dan sedang menuju ke sini, memeriksa. Gue inget dia bersenjata. Mampuslah gua. Pintu itu bisa dibuka dengan mudah dari luar.

Gue panik, ada psikopat yang beberapa saat lagi akan menemukan dan membunuh gue. Gue memandang sekeliling dalam kepanikan luar biasa. Saat itulah gue menemukan barbel berukuran tidak terlalu besar tergeletak di lantai toilet. Seseorang meninggalkannya di sini. Gue ambil. Mungkin gue masih ada kesempatan untuk selamat. Gue bersembunyi di sudut pintu.

Gue bisa merasakan penjaga penitipan itu sekarang tepat berada di depan pintu. Kenop berputar pintu terdorong masuk. Langkah kaki pria itu masuk ke dalam toilet. Ia memeriksa tempat yang menimbulkan suara tadi, tempat di mana ia menemukan kursi nangkring di bawah ventilasi. Gue mendapat kesempatan. Gue mengendap mendekatinya dan langsung memukulkan barbel tadi ke tengkuknya.

Buuuggg!!

Hanya dengan satu hantaman ia terkapar.

Gue harus berterima kasih pada Chelsea Olivia yang mengajari gua trik ini. Bedanya tentu pukulan gue lebih bertenaga, dan pria yang gue gebuk ini sebaliknya, ceking. Gue yakin dia membutuhkan waktu nggak sebentar untuk mendapatkan kembali kesadarannya.

Gue keluar toilet.

Gue menghampiri Gigi, memeriksa simpul yang mengikat pergelangan tangannya dengan pipa besi. Simpulnya sulit diurai. Gue beralih ke yang mengikat kakinya. Di situ ikatannya tidak begitu kuat, gue bisa melepasnya. Kelar melepas tali di kaki kiri, gue melakukan hal yang sama dengan ikatan di kaki kanannya. Kakinya langsung menyerang gua. Dia mengira gue adalah orang yang sama dengan yang hendak memperkosanya tadi. Matanya masih tertutup kain bajunya tadi.

Gue mundur menghindar. Gue men

Saat hendak menyelimuti itu tangan gue tanpa sengaja menyentuh kulitnya yang mulus. Dia mendesah...�aaahhh....� Darah gue berdesir. Gerakan gue berhenti...Gue menarik kembali kemeja gue, menatap Gigi...Telanjang. Tangannya masih terikat...

Gue melongok ke arah toilet, gue hanya melihat sebagian dari kaki si pria penjaga penitipan. Dia masih pingsan terkena pukulan tadi. Gue kembali melihat Gigi.

Gue menelan ludah. Gue merasakan sesuatu menjalar dalam diri gue. �Burung� gue di bawah mengeras.. Testoteron bekerja hebat. Dada gue berdegup beberapa kali lipat lebih kencang dari normal...

Kemeja gue jatuh dari genggaman. Bukannya lantas mengambilnya kembali, kedua tangan gue justru membuka kaos yang masih gue kenakan...

Dan mulai melucuti celana gue sendiri...

Pada malam saat gue dan Rizki memergoki Gigi dijemput seorang cowok. Gue inget gimana dalam perjalanan pulang itu kami nggak saling bercakap-cakap...

Dia menolak ketus waktu gue nawarin gantiin dia nyetir. Gue diem aja. Waktu dia hampir menerobos lampu merah dan kemudian mengerem mendadak membanting badan gue ke depan, gue juga diem aja. Gue perhatiin tampangnya...Kacau...

Gue diem, berharap semoga kami bisa sampai di rumah utuh.

Apa kejadian di parkiran sebelumnya sebegitunya meluluhlantakkannya? Waktu itu gue heran aja, mikir..hei, Coy! Udah berapa kali lo naksir cewek dan bertepuk sebelah tangan?...

Atau jangan-jangan memang baru sekali ini lo jatuh cinta?

Apakah cewek yang satu ini begitu spesial di hati elu?
***

Fitnes center, saat di mana tempat itu seharusnya sudah tutup....

Gadis itu bergidik ngeri ketika sepasang tangan merengkuh lengannya. Matanya masih tertutup. Sadarkah dia kalau tangan yang menggerayanginya kini lebih kekar dari yang tadi. Tahukah dia kalau ancaman baginya bukan lagi pria kerontang penjaga penitipan? Tapi gue...Feri alias Dodot, yang sudah pernah empat kali melakukan ini.

Nagita Slavina terpampang di dalam jangkauan gue, tanpa busana...
Maka mendaratlah gue di tempat yang gue idam-idamkan. Dadanya jauh lebih mengesankan daripada yang gua bayangkan. Menonjol begitu kencang. Meremponnya mencuatkan berjuta-juta kenikmatan. Gue melumat susunya...Sscpp..saahh...�

Menggemaskan..

Dukkk!!

�Hhkkk...� Saking terpananya gue dengan keindahan payudaranya. Gue lupa kalau kaki Gigi masih leluasa. Ketika dia memberontak, lututnya menubruk perut gue. Gue langsung mules...

Gue terduduk mundur menjauh, kesakitan...

Gigi berteriak lagi, �Tolooooooongg!!!�

Gue meringis kesakitan. Untuk beberapa saat gue menenangkan sakit gue dulu..

Ketika sakit di perut gue mereda gue kembali mendekatinya. Gue berpikir sejenak sebelum akhirnya gue berputar dan berdiri di belakang Gigi. Dengan begini gue bisa bebas menyetubuhinya karena kakinya nggak bisa menjangkau gue. Gue merangkulnya dari belakang. Kontol gue bersinggungan dengan belahan pantatnya...

Dalam posisi seperti itu gue mencumbunya garang. Tangan gue mulai bekerja menjamah setiap lekuk tubuhnya. Gue menciumi tengkuknya, kemudian ke pipi. Gigi menggelinjang. Susunya bergoyang-goyang. Gue menangkap ini isyarat Gigi bangkit gairahnya dengan rangsangan yang gue berikan..

Hmmm...

Gue nggak bisa melihat kemaluannya, jadi gue coba gerayangin dengan tangan gue. Bener apa yang gue lihat waktu mengintip tadi. Pria penjaga penitipan sudah sempurna merangsangnya saat mencumbu Gigi. Lendir membasahi jari gue yang menyentuh bibir vaginanya. Gadis molek ini sudah siap untuk dicoblos..

Gue nggak mau buang waktu lagi..

Penis gue tegak ke atas. Posisi gue yang dibelakang tubuhnya kurang menguntungkan untuk bersenggama. Gue harus mengeluarkan tenaga ekstra. Gue merengkuh bagian bawah pahanya. Gerakan refleknya memberontak membuka paha justru membantu gue untuk mengangkat pinggulnya.

Badannya terangkat sedikit, pas bagi gue untuk bisa mencoblosnya dengan enak.

Perlu dicatat bahwa badannya yang montok berisi itu membuat ini benar-benar menjadi fitnes!!

Gue arahkan penis tegak gue mencari lubang vaginanya. Ketika ketemu dan coba gue lesakkan ternyata terus-terusan meleset. Kontol gue terpental kel

Gue nggak hilang akal. Kedua tangan gue berpindah dari tadinya menyangga paha Gigi bagian bawah sekarang mengangkat dengan merengkuh paha bagian atas. Dengan posisi tangan seperti ini jari-jari gue dekat dengan memeknya. Telunjuk gue bekerja melebarkan bibir vagina itu membuka jalan bagi kontol gue yang sudah rindu pada memek artis.

Kontol gue sudah menempel.....

�Uuhh...� enak...

Gue masukkan pelan-pelan penis gue...

�uuuhh..�

Batangnya tidak bisa masuk sempurna..

Gue keluarkan....

Gue masukkan lagi..

Kali ini bisa lebih dalam..

Sekarang gue hentak...�UUKGGHH!� Kontol gue memblesak masuk dengan paksa. Tentu menggedor selaput daranya..�

Gigi menjerit sejadi-jadinya..

"AAAaaaaggggkkk!!"

Hormon seolah-olah memancar deras ke tubuh gue ketika mendengar teriakan itu. Gue...selalu terangsang lebih hebat ketika mendengar jeritan perempuan yang gue perkosa....

"aakkkh....aaahh...ooooohhhh.. ."

"Huuuh...uuuhhh.....uuuuhhh... ..uhhhh....�

Kali ini gue sudah benar-benar ngentot dia. Pinggul gue yang bermain..Maju-mundur..maju..mundur...Cepat ketika gue merasa perlu mengejar momen-momen kenikmatan. Dan gue perlambat ketika gue kecapaian, karena gue juga harus mengangkat sedikit tubuh cewek ini..

Gue melepas kontol gue sebentar. Berlumur darah. Keperawanannya udah gue renggut.. Gue mengambil asal sisa koyakan baju Gigi yang berserakan di lantai mengelap darah di kontol gue. Lalu gue lap juga darah perawan yang membasahi vaginanya.

Setelah itu gue kembali melampiaskan nafsu gue. Memanjakan kontol gue yang tak kunjung melemas itu...

Gue menghajar tubuhnya..Tanpa ampun... Gigi menjerit, meronta, berteriak. Gue senang. Gue bahagia.. Sensasi kenikmatan pelan-pelan melumat gue..

"Uuuuuggghhhh.......uuuuuggghh ...... uuuugggghhhh......"

Jeritan Gigi pun juga lumat di dalamnya...

Gue pernah mendengar kabarnya perawan bisa mati kesakitan jika dientot pertama kali dengan posisi tegak seperti ini..Tapi gue sudah nggak peduli. Gue sudah tenggelam dalam samudera kenikmatan yang diguyurkan dalam setiap hantaman kontol gue ke wilayah pribadinya itu..

Beberapa menit kemudian, gerakan gue melambat. Gue mulai letih. Saat itu gue mengisinya dengan memuaskan dahaga gue menghabisi bagian tubuh lainnya.. Tangan serta mulut gue dengan senang hati melakukannya. Pelepas kehausan utama itu tentu saja teteknya yang aduhai.. Gue remas berkali-kali, sebagai kompensasi nggak bisa melihat keindahannya dengan jelas dari belakang sini..


Gigi menggerang, "Aaaaaaakkkkkhhhhhhh......oooo hhh......"

Tidak seperti sebelumnya, dengan aktivitas tambahan gue itu, dia mulai ikut menikmati seks paksaan ini. Tidak ada rontaan minta tolong lagi..yang terdengar hanya desahan yang diiring deru nafasnya yang memburu..

"Oooooohhhh......aaahhh....aaa hhhh...aahh...�

"Hhmmmmm....mmmmmhhh....mmmmmh hhh..."

"Oooooohhhh....ooouuugggg..... .uuuugggg"

Gue meneruskan pelampiasan nafsu gue tanpa sungkan-sungkan.. Gue sempat merasakan badan Gigi bergidik setelah gue ngentotin dia cukup lama. Klimaks baginya mungkin, tapi gue nggak peduli karena yang lebih gue pentingin adalah hasrat gue sendiri yang menggila...

Kontol gue seperti diremas setiap kali melintasi lorong sempit itu.

"Aaaahhhh......aaahhhhhh.....a aaggghhhh... aaahhhhh..."

Akhirnya gue menuju puncak kenikmatan. Gue cabut kontol gue dari memeknya, berjalan ke depan artis muda itu. Gue memandang lekuk tubuhnya... Hmmm...bahkan mungkin lelaki impoten pun bisa sembuh kalau melihat bodi seperti ini...Gue menggosok-gosok penis gue dengan tangan gue sendiri, dan ngecrot di bagian tubuhnya yang paling membangkitkan libido....

Susunya..

Gue tumpahkan mani putih kental itu di payudaranya...

Crrooott...crooottt...crooott! !

Gue terengah-engah...HHh...hhh..hhh..hhh

Tetek itu sudah ternoda dengan tanda otentik dari gue... Dia nggak akan pernah melupakan itu...

Gue berjalan ke sudut ruangan, berdiri di samping jendela. Gue memandang ke luar jendela.

Di luar sepi.

Hmmm....

Di dekat gue ada dispenser. Gue mengambil gelas, mengisinya dengan air, lalu meminumnya...Aahh.. Gue taro lagi gelasnya.

Setelah itu gue berjalan kembali mendekati Gigi...

Tubuhnya lemas.

Gue sudah sangat dekat tepat berdiri di depannya tapi sudah tidak ada perlawanan sama sekali dari kakinya...

Gue pandangi wajahnya, matanya tertutup kain. Lalu susunya...
Buah dada itu menggantung masih dengan setelan yang elastis kencang walaupun sudah diganyang habis-habisan tadi.. Cairan putih kental meleleh di atasnya...

Birahi gue muncul lagi melihat air mani gue yang gue crot-in tadi bergerak perlahan mengikuti liuk bentuk payudaranya yang sensual.

Gue mendekap tubuhnya, kali ini dari depan. Gue belum puas. Gue akan tambah satu ronde lagi.. Kali ini gue dari depan, karena gue ingin melihat susunya yang berguncang-guncang saat kontol gue menohoknya berulang kali. Gue juga ingin melihat ekspresinya yang meringis menahan kesakitan yang luar biasa. Gue ingin melihat pantulan perasaan mimpi buruk yang menimpanya..

Posisi gue sudah siap pada tempatnya. Gue tangkap pantatnya, mengangkat tubuhnya. Dan menghunjamkan kontol gue lagi ke rongga pintu rahim itu..
Kontol gue kembali menelusup, menggarong liang kemaluannya. Menjarah semua yang tersisa setelah keperawanannya terampok dalam persenggamaan paksa gue sebelumnya.

"Aaaacckkkk....aaakkkkhhhh.... .aaahhh

"Ahhh...ahhhhh....aauuuggghhh. ..."

"Uuuggghhh...uuugghhh....eemmm gggg...uuhhh..."

"Aaaahhhh....aaaaaaiiiihhh...a aahhh...aaaggkkk ..."

Setelah beberapa lama gue capek, gue turunin pinggulnya. Sekarang giliran gue yang agak menurunkan lutut gue supaya posisinya pas. Kontol gue pun melanjutkan �rekreasinya�..

�Aah..aah..sst.. aaaghh...�

"Ah...aahh...aahh!"

"Uuuuggghhhh......uuuuuhhhh... .uuuhhhh....aaau uuhh hhh..�

Lagi...

lagi.....

Batang penis itu menusuk tanpa ampun...

"Uuuh...uuuh....uuaah..."

Gue menginkan ini tidak berakhir selamanya...

Tapi...

"Ah...aahh...aahh!"

Gue nggak tahan lagi...

Kenikmatan yang selalu gue idam-idamkan itu sudah menjemput gue. Gue sudah merasakannya membungkus seluruh badan gue..

Gue...

Akan ngecrot....

Gue meremas susunya lagi..melipatgandakan lompatan klimaks gue...

Gue bergumam dalam hati, Oh, Gigi...Dengan susu lo kayak gini, gue yakin kualitas ASI buat anak kita akan terjamin..

"Aaaaakkkkhhhh...."

Mata gue merem-melek, mengerjap-ngerjap cepat. Kontol gue benamkan dalam-dalam ke organ reproduksi Gigi. Cairan memuncrat keluar. Gue keluarkan semua peju di dalem liang kewanitaannya. Gue nggak langsung mencabut kontol gue itu. Gue bisa merasakan sebagian air mani tak tertampung merembes keluar vaginanya menyusuri kulit batang kejantanan gue...

Hhh...Nagita Slavina..

Setelah itu gue menjatuhkan diri gue. Merebahkan badan...�Hah..hah..hah..hah... �. Nafas gue ngos-ngosan. Gue mengatur nafas.. Gue pandangi langit-langit...Penis gue lunglai setelah menumpahkan banyak peju di vagina Gigi.. Energi gue terkuras hebat..

***

Beberapa menit kemudian...

Gue sudah mengenakan pakaian gue kembali. Mengambil HP, memastikan kunci mobil sudah di tangan gue, mengambil ransel yang gue geletakkan di toilet waktu mengintip tadi. Di toilet gue melintasi si pria penjaga penitipan. Gue punya firasat sebentar lagi dia akan sadar. Dengan mengendap-ngendap namun langkah cepat gue kembali ke ruang fitnes melewati pintu keluar menuruni tangga menuju parkiran.

Di bawah gue melihat ada satu mobil terparkir. Gue mengenali mobil itu. Itu adalah Benz yang gue dan adik gue lihat dinaiki Gigi dan cowoknya.

Gue menangkap sesuatu yang lebih mengejutkan lagi. Beberapa meter dari situ ada tiga sosok manusia. Dua orang berpakaian hitam putih. Satpam. Mereka berdua sedang membuka ikatan yang mengikat satu orang lagi yang posisinya setengah duduk setengah tidur. Mulut laki-laki yang sedang dibuka ikatannya itu tertutup lakban. Salah seorang satpam membuka lakbannya. Gue melihat laki-laki itu berseru-seru dengan gusar mencoba memberitahukan hal gawat pada kedua satpam yang menemuinya. Gue mengenali laki-laki yang baru saja diselamatkan para satpam tersebut. Dia adalah cowoknya Gigi.

Gue bersembunyi, mencari jalan sedikit memutar. Mereka tidak melihat gue. Sambil berjalan mengendap-ngendap gue mengamati mereka. Salah seorang satpam berlari menaiki tangga menuju ruang fitnes.
Sesampainya di sana pasti ia akan menemukan hal yang mengejutkan dirinya. Ia tidak memerlukan waktu lama untuk menyimpulkan apa yang baru saja terjadi..

Ada perempuan terikat habis diperkosa. Ada satu pria kurus tergeletak masih menggenggam pisau dapur di tangannya. Ada cowok disekap di parkiran. Baik cowok yang baru saja ditolong satpam itu tadi maupun sang gadis tahu betul siapa yang meringkus dan menyekap mereka. Sudah pasti lah siapa yang disalahkan dalam tragedi malam ini...

Gue sudah berada di mobil, melaju di jalan raya. Sudah tengah malam. Sepi. Gue nyalain radio. Ada satu radio yang masih siaran. Satu lagu pop mengudara mengalun ke telinga gue...

Nagita Slavina...

Tiba-tiba gue teringat waktu itu, ketika gue dan adik gue duduk di ruang sofa di hari di mana kami nggak jadi fitnes...

�Hhh..cantik ya dia..� Kata gue waktu itu..

�Iya, udah gitu pinter lagi..� Adik gue langsung nyamber...

Waktu itu gue inget banget tampang adik gue, matanya berbinar-binar, cerah sumringah. Betapa antusiasnya ia waktu itu...

�...�

Tengah malam, di tengah jalan raya Jakarta. Di dalam mobil yang melaju, gue memukul kepala gue sendiri.
***

Mobil gue sedan, bukan truk, jadi wajar kalau mesinnya tidak berisik. Tapi malam itu memang sunyi sedang menjadi-jadi...

Hape gue bergetar, telpon dari Nina.

�Kamu di mana? Aku sama papa-mama udah sampai nih.�

�Aku lagi di jalan, tunggu sebentar lagi ya.�

�Kamu habis ngapain sih?�

�Sori. Mendadak aku tadi ada urusan mendesak.�

�Urusan apa?�

�Nanti aja aku ceritain.�

�Ya udah. Yang penting kamu nggak habis pacaran sama cewek lain aja, kan..� Nina tertawa renyah.

�Nggak, kok.�

�Ditunggu ya, sayang. Bye.� Klik. Nina menutup percakapan..

�...�

Sambil nyetir gue ngelamun, HP belum terlepas dari genggaman gue...

Tidak, Nina. Gue nggak habis pacaran sama cewek lain...

Gue habis membuahinya...

Gue sampai di restoran 24 jam tempat kita janjian. Nina dan papa-mamanya langsung menyambut gue. Selanjutnya kami berbasa-basi sedikit.

Setelah itu kami makan. Di tengah makan itu papanya Nina mulai menyerempet ke isu utama kenapa gue bertemu dengan mereka. Yang bikin gue bengong adalah ketika mamanya menimpali dengan semangat gimana senengnya mereka mendengar kabar bahwa kami berdua akan segera menikah..Gue serasa merosot dari bangku tempat gue duduk.

Nina menangkap kegusaran gue, langsung bilang. �Pa, Ma. Feri ke sini sebenarnya mau ngomong soal lain.�

Papa-mamanya memandang gue. Raut muka penasaran mereka tunjukkan.
Gue akhirnya ngomong, niatan gue, yang sudah gue omongkan dengan Nina. Bahwa kita berencana nggak nikah dulu, paling nggak untuk tahun ini. Entah tahun depan.

Kelar gue ngomong, papa-mamanya nggak kasih respon secara verbal. Tapi gue tahu mereka kecewa. Gue jadi nggak enak..

Setelah menyelesaikan makan malam. Kami bersiap-siap pulang. Ketika hendak berpisah tanpa diduga Nina nggak mau ikut papa-mamanya, dia bilang mau berduaan sebentar sama gue sebelum gue balik ke Dubai. Gue bilang ke papa-mamanya biar gue anterin dia ntar. Papa-mamanya pulang duluan.

Nina ngajak gue ke lantai paling atas dari restoran itu. Di lantai atas itu nggak ada atapnya, alias outdoor. Angin malam berhembus pelan. Kami berdiri di tepian memandang ke bawah, Jakarta tengah malam.

Gue melihat ujung jalan. Arah gue dateng tadi. Arah di mana fitnes center itu terletak. Gue bisa melihat sinar-sinar kelap-kelip dari mobil polisi di kejauhan sana. Gue menduga di sana sudah hiruk-pikuk sekarang.

Pandangan gue menerawang ke arah itu...

Gue inget saat pertama kali memutuskan membuat rencana menculik cewek-cewek BBB dulu di Puncak. Gue inget ada satu hal yang mendasari kenekadan gue dulu...untuk memberi pelajaran ke mereka tentang ketololan mereka.

Gue inget ketika menyergap Marshanda di kamar hotelnya dulu, semua karena kelakuannya yang sudah menghina gue..

Untuk pertama kalinya tadi gue memperkosa gadis tanpa alasan yang jelas..

Tapi, bukankah dia yang matahin hatinya adik gue, Rizki..

Apakah itu bisa jadi alasan?

Kesadaran gue kembali ketika tangan Nina meraba pipi gue. Gue menoleh ke arahnya. Wajahnya hanya beberapa inci dari gue. Bibirnya mendekat hendak mencium gue. Gue langsung memalingkan muka, menghindar.

Nina salah tingkah. Dia berdehem..

Suasana sempat hening. Gue juga ngerasa sangat nggak enak.. Gue sedang kalut..

Nina berbicara memecah suasana tidak enak sebelumnya, �Pertama kali aku ketemu kamu. Aku mengira kamu sama seperti pria-pria lain. Sombong, nggak tau gimana cara memperlakukan perempuan. Menganggap perempuan sebagai obyek untuk memuaskan hasrat semata...�

Gue menatapnya.

�Tapi kemudian aku sadar kalau kamu berbeda...Kamu bener-bener seorang gentleman.� Nina membetulkan posisi kerah kemeja gue.

Gue nelen ludah. Kali ini gue yang berdehem..

Gue melirik sebentar ke arah kelap-kelip sirine di ujung jalan sana... Terus kembali menatap Nina. Alisnya terangkat tidak mengerti tingkah laku gue yang aneh malam ini...

Sesuatu hal mengancam kewarasan gue. Gue harus....

�Nina. Maaf tadi aku sudah ngecewain orang tua kamu..�

Nina tersenyum, �Nggak papa kok. Aku ngerti. Pelan-pelan mereka juga pasti paham.�

Gue diem sebentar, terus buka mulut lagi, �Tapi...sepertinya aku berubah pikiran..�

Otak gue dipenuhi berbagai pikiran gak keruan. Gue mulai bertanya-tanya apakah gue akan gila. Gue merasa sisi gelap kehidupan gue mulai mengancam kehidupan normal gue. Gue harus berbuat sesuatu agar bisa kembali menjaga sisi kehidupan normal gue itu...

Gue tiba-tiba berlutut di hadapan Nina. Menggenggam erat tangannya..

�Nina...kamu mau jadi istri aku?�

�Ka..ka..mu?� Nina terkejut. Gue melihat matanya mulai membiaskan cahaya, mengkristal.. Tangannya terlepas dari genggaman gue kemudian menutup mulutnya menahan haru.

Gua pun kembali berdiri..

Gue mengulang pertanyaan gue dengan kalimat berbeda, �Maukah kamu menikah denganku?�

Nina tak kuasa menahan haru. Tidak ada satu kata pun terucap. Hanya anggukannya yang menjawab pertanyaan gue tadi...

Malam itu, hanya beratapkan langit, berhias bintang dan bulan, Gue mengecup pipinya...

pipi itu merona...